Real-World Comparison Of Clopidogrel, Prasugrel And Ticagrelor In Patients Undergoing Primary Percutaneous Coronary Intervention
Krishnamurthy A, Keeble C, Anderson M, et al. Open Heart Journal, 2019. 6(1):e000951. doi: 10.1136/openhrt-2018-000951.
Abstrak
Latar Belakang: Ada kekurangan pada data luaran kondisi nyata tentang perbandingan antara clopidogrel, prasugrel, dan ticagrelor untuk kasus primary percutaneous coronary intervention (PPCI) pada pasien ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI). Peneliti mengevaluasi hubungan antara pilihan inhibitor reseptor-P2Y12 dengan luaran klinis setelah PPCI untuk kasus STEMI pada data serial pasien yang luas.
Metode: Peneliti mengumpulkan data luaran demografis, prosedural dengan durasi 12 bulan pada semua pasien yang menjalani PPCI di kota Leeds, Inggris Raya, di antara 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2011, dan dari 1 Januari 2013 hingga 31 Desember 2013. Luaran akhir klinis adalah all-cause mortality, rekurensi infark miokard dalam 30 hari dan 12 bulan, serta 30-day HORIZONS-major bleeding. Analisis regresi logistik diterapkan untuk penyesuaian terhadap faktor/variabel pengganggu.
Hasil: Prasugrel (n=1244) berhubungan dengan angka mortalitas 30 hari dan 12 bulan infark miokard yang lebih rendah jika dibandingkan dengan clopidogrel (n=1648). Selain itu, prasugrel berhubungan pula dengan angka mortalitas 30 hari yang lebih rendah daripada ticagrelor (n=811). Rekurensi infark miokard 30 hari dan 12 bulan lebih rendah pada ticagrelor daripada clopidogrel. Hasil serupa tidak ditemukan pada perbandingan dengan prasugrel. Adjusted bleeding tidak berbeda signifikan di antara ketiga pilihan inhibitor reseptor-P2Y12 tersebut.
Kesimpulan: Pada data serial luas kondisi nyata, prasugrel berhubungan dengan mortalitas 30 hari yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ticagrelor dan clopidogrel. Prasugrel berhubungan pula dengan mortalitas 12 bulan yang lebih rendah daripada clopidogrel. Baik prasugrel maupun ticagrelor berkaitan dengan rekurensi infark miokard yang lebih rendah pada kasus post PPCI jika dibandingkan dengan clopidogrel, tanpa ada peningkatan bermakna pada adjusted bleeding.
Ulasan Alomedika
Primary percutaneous coronary intervention (PPCI) merupakan strategi yang direkomendasikan pada pasien-pasien yang mengalami ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI). Demikian pula dengan penambahan inhibitor reseptor P2Y12 ADP selain aspirin (dual-antiplatelet therapy) sesuai pedoman untuk pre prosedur maupun post prosedur PPCI hingga 12 bulan. Saat ini masih ada kekurangan data klinis terhadap luaran efikasi untuk berbagai pilihan inhibitor reseptor P2Y12 yang sudah tersedia, yakni clopidogrel, prasugrel, dan ticagrelor.
Ulasan Metode Penelitian
Studi ini merupakan studi observasional, prospektif untuk menilai karakteristik prosedural dan demografi, serta luaran klinis pada semua pasien yang menjalani PPCI untuk kasus STEMI di Leeds General Infirmary (LGI), Inggris. Periode rekrutmen berlangsung sejak 1 januari 2009 hingga 31 desember 2011, dan 1 januari 2013 hingga 31 desember 2013. Kriteria inklusi meliputi semua pasien terdiagnosis STEMI, mendapatkan aspirin dengan clopidogrel atau prasugrel atau ticagrelor yang menjalani PPCI. Dosis intervensi sesuai rekomendasi pedoman internasional.
Luaran primer yang dievaluasi ialah all-cause mortality 30 hari dan 12 bulan. Luaran sekunder meliputi rekurensi infark miokard 30 hari dan 12 bulan, serta perdarahan mayor 30 hari menurut kriteria HORIZONS, yakni:
- Perdarahan intrakranial atau intraokular
- Perdarahan tempat akses dengan diameter ≥5 cm atau yang membutuhkan intervensi
- Penurunan Hb ≥ 40g/L tanpa ada sumber perdarahan yang jelas atau ≥30 g/L dengan sumber perdarahan yang jelas
- Re-operasi karena perdarahan dan membutuhkan transfusi darah
Ulasan Hasil Penelitian
Dari 4056 pasien yang menjalani PPCI, sebanyak 3703 pasien memenuhi syarat untuk analisis studi. Pada analisis perbandingan antara prasugrel vs ticagrelor, ditemukan perbedaan signifikan baik untuk unadjusted maupun adjusted all-cause mortality 30 hari untuk keunggulan prasugrel. Meskipun unadjusted mortalitas 12 bulan lebih rendah pada pasien yang mendapat prasugrel, analisis multivariat tidak menemukan perbedaan statistik yang bermakna dengan ticagrelor.
Untuk perbandingan antara prasugrel dengan clopidogrel, ditemukan perbedaan bermakna baik untuk unadjusted maupun adjusted mortalitas 30 hari dan 12 bulan untuk keunggulan grup prasugrel. Hasil serupa ditemukan pula untuk luaran rekurensi infark miokard dalam 12 bulan.
Sementara itu, untuk perbandingan antara ticagrelor dengan clopidogrel, tidak ditemukan perbedaan bermakna antara keduanya untuk mortalitas 30 hari dan 12 bulan. Namun, untuk luaran rekurensi infark miokard 30 hari dan 12 bulan, ticagrelor lebih baik dari clopidogrel secara statistik.
Untuk penilaian luaran sekunder perdarahan mayor dalam 30 hari, hasil analisis adjusted bleeding tidak berbeda signifikan di antara ketiga pilihan inhibitor reseptor-P2Y12 tersebut.
Keunggulan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian penting dalam kondisi nyata yang memberikan data tentang perbandingan klinis nyata penggunaan prasugrel, ticagrelor dan clopidogrel pada setting kasus PPCI untuk STEMI. Studi ini sekaligus studi pertama yang menyediakan perbandingan bleeding rate antar pilihan inhibitor reseptor-P2Y12 yang sudah tersedia di pasaran. Selain itu, keunggulan studi ini terletak pada penerapan regresi logistik multivariabel terhadap faktor perancu yang lebih lengkap dari studi sebelumnya.
Limitasi Penelitian
Partisipan pada studi ini hanya melibatkan satu pusat kesehatan saja, sehingga tidak merefleksikan populasi yang lebih luas. Selain itu, tidak dilakukan penyesuaian menurut kelas Killip, maupun subanalisis menurut subtipe generasi drug-eluting stent (DES) yang digunakan.
Karena ini adalah studi observasional, populasi studi ini unmatched di antara grup yang dibandingkan. Kelemahan lain adalah follow-up post PPCI dilakukan hanya dengan kontak telpon dan informasi klinis melalui rekam medis rumah sakit, sehingga masih ada kemungkinan bias dari faktor kontinuasi ataupun switching antar obat setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit. Selain itu, studi ini belum mengevaluasi peran obat lain yang juga turut dikonsumsi pasien untuk pencegahan sekunder post PPCI.
Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah populasi studi. Diketahui bahwa clopidogrel kurang efektif pada populasi Asia karena tingkat resistensi clopidogrel yang tinggi, sehingga penelitian ini harus dilakukan pada populasi Asia di mana kemungkinan ticagrelor atau prasugrel akan lebih efektif daripada clopidogrel.
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Terlepas dari limitasinya, hasil studi ini memberikan gambaran umum (all-comers study) terhadap dampak penggunaan dari berbagai pilihan inhibitor reseptor P2Y12 yang sudah tersedia di pasaran untuk mortalitas maupun rekurensi infark miokard dalam 30 hari dan 12 bulan post PPCI. Hasil studi ini juga perlu dipertimbangkan untuk diterapkan karena banyak bukti ilmiah bermunculan yang menunjukkan bahwa sebagian orang Asia resisten clopidogrel.
Meski demikian, penerapan prasugrel ataupun ticagrelor baru dapat diterapkan secara terbatas pada pasien STEMI di negara kita mengingat keterbatasan faktor harga yang masih terpaut jauh dari clopidogrel. Selain itu, hanya clopidogrel yang masuk dalam cakupan asuransi kesehatan nasional saat ini untuk opsi inhibitor reseptor P2Y12.