Obat golongan non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki risiko untuk menimbulkan sindrom nefrotik pada pasien yang menggunakannya. Kebiasaan meresepkan NSAID sebagai obat antinyeri pada pasien yang tidak disertai dengan pertimbangan yang matang perlu dihindari.[1-3]
Sejumlah laporan kasus telah menunjukkan adanya hubungan kausal antara NSAID konvensional maupun inhibitor cyclooxygenase-2 (COX-2) dengan sindrom nefrotik. Kondisi ini sering juga disebut sebagai NSAID-induced nephrotic syndrome. Namun, mekanisme utama NSAID dalam menimbulkan sindrom nefrotik masih belum dipahami dengan jelas.[1,2,4]
Inhibisi enzim cyclooxygenase (COX) oleh NSAID yang kemudian menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin diduga berperan dalam proses inflamasi yang terjadi di ginjal. Penurunan sintesis prostaglandin dapat menyebabkan peningkatan konversi asam arakidonat menjadi leukotrien yang diduga akan mengaktivasi sel T-helper dan menyebabkan kerusakan difus di podosit.[2,5-7]
Ada dua bentuk histopatologi penting pada kasus NSAID-induced nephrotic syndrome, yakni NSAIDs-related minimal change disease dan membranous nephropathy.[1,8,9]
NSAIDs-related Minimal Change Disease
Sindrom nefrotik dengan histopatologi NSAIDs-related minimal change disease sering disertai manifestasi klinis gagal ginjal akut, seperti edema, proteinuria lebih dari 3,5 g/hari, dan hipoalbuminemia. Biopsi ginjal menunjukkan karakter drug-induced acute interstitial nephritis (AIN) berupa infiltrat difus interstisial yang didominasi oleh limfosit T, eosinofil, makrofag, dan sel plasma.[1,7]
Tidak adanya manifestasi klinis ekstrarenal seperti demam derajat rendah, ruam kulit, dan eosinofilia dapat membantu dokter membedakan NSAIDs-induced AIN dengan AIN yang disebabkan oleh antibiotik atau obat lainnya. Selain itu, pasien NSAID-related AIN cenderung menunjukkan proteinuria yang lebih signifikan daripada AIN akibat obat yang lain.[7]
Pada mayoritas pasien, NSAIDs related minimal change disease akan pulih setelah penghentian NSAIDs dan pemberian kortikosteroid jangka pendek. Laporan Gonzales et al menunjukkan bahwa terapi kortikosteroid dini dapat menginduksi pemulihan yang lebih cepat dan efisien pada fungsi ginjal.[1]
NSAIDs-induced Membranous Nephropathy
Hubungan kausal antara NSAID dengan membranous nephropathy ditunjukkan oleh studi Radford et al. Mereka melaporkan bahwa dari 125 pasien dengan membranous nephropathy, 29 pasien sedang mengonsumsi NSAID pada saat diagnosis ditegakkan dan 13 di antaranya memenuhi kriteria NSAID-induced nephrotic syndrome (onset sindrom nefrotik terjadi saat konsumsi NSAID, eksklusi penyebab sekunder lain, dan pemulihan cepat proteinuria setelah penghentian NSAID). Hubungan kausal ini juga dikonfirmasi oleh studi Nawaz et al yang menunjukkan adanya relaps proteinuria pada re-exposure dengan NSAID.[1,10]
Sindrom nefrotik dengan pola histopatologi membranous nephropathy memiliki deposit subepitel yang padat elektron di sepanjang kapiler glomerulus. Berbeda dengan NSAIDs-related minimal change disease, tidak ditemukan adanya infiltrat inflamasi di interstitium ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pasien sindrom nefrotik dengan histopatologi membranous nephropathy sering memiliki fungsi ginjal normal, sedangkan pasien NSAIDs-induced minimal change disease sering mengalami sindrom nefrotik yang disertai gagal ginjal akut.[1,10]
Data Klinis Terkini
Studi Bakhriansyah et al pada tahun 2019 mempelajari hubungan NSAID dengan sindrom nefrotik. Partisipan studi adalah pasien yang didiagnosis dengan sindrom nefrotik sejak periode 1989-2017 dan pasien grup kontrol yang tidak mengalami sindrom nefrotik. Penggunaan NSAID dibedakan menjadi current use (penggunaan dalam 28 hari sebelum index date), recent use (penggunaan dalam 29-56 hari sebelum index date) dan past use (penggunaan dalam ≥ 57 hari sebelum index date).[1,2]
Berdasarkan durasi penggunaan NSAID, grup current use dibagi lagi menjadi grup 1-14 hari, grup 15–28 hari, dan grup > 28 hari. Grup past use dibagi lagi menjadi grup yang telah diskontinu NSAID selama 2 bulan hingga 2 tahun dan grup yang telah diskontinu lebih dari 2 tahun.
NSAID diklasifikasikan menjadi:
- Derivat asam asetat, misalnya indometasin, ketorolac, dan diklofenak
- Derivat asam propionat, misalnya naproxen, ibuprofen, dan ketoprofen
- Inhibitor COX-2 selektif, misalnya celecoxib
- Fenamat, misalnya asam mefenamat
- Oxicam, misalnya piroxicam dan meloxicam [1,2]
Sejumlah 2620 pasien dan 10.454 matched control diikutsertakan dalam analisis. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan NSAID konvensional (derivat asam asetat dan asam propionat) berhubungan dengan risiko tinggi terjadinya sindrom nefrotik pada grup current use 15–28 hari, current use >28 hari, recent use, dan past use yang telah diskontinu NSAID 2 bulan sampai 2 tahun.
Akan tetapi, studi ini menunjukkan bahwa risiko sindrom nefrotik tidak signifikan pada grup current use <15 hari, past use NSAID konvensional (diskontinu >2 tahun) dan past use inhibitor COX-2 selektif (diskontinu 2-24 bulan). Derivat asam asetat dan asam propionat berhubungan dengan risiko sindrom nefrotik yang lebih tinggi dibandingkan inhibitor selektif COX-2.[1,2]
Kesimpulan
Penggunaan NSAID dapat meningkatkan risiko sindrom nefrotik, terutama pada pasien yang menggunakan NSAID selama 2 minggu atau lebih. Risiko sindrom nefrotik juga dilaporkan masih dialami oleh pasien yang telah berhenti menggunakan NSAID dalam waktu 1 bulan hingga 2 tahun. Oleh karena itu, peresepan NSAID sebaiknya disertai dengan pertimbangan yang hati-hati mengenai manfaat dan risikonya. NSAID yang merupakan derivat asam asetat (indometasin, ketorolac, dan diklofenak) dan asam propionat (naproxen, ibuprofen, dan ketoprofen) berhubungan dengan risiko sindrom nefrotik yang lebih tinggi dibandingkan NSAID inhibitor selektif COX-2.