Kortikosteroid merupakan terapi yang sering digunakan pada anak dengan sindrom nefrotik. Hal ini karena 80% kasus sindrom nefrotik pada anak adalah tipe sindrom nefrotik sensitif steroid. Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dialami oleh anak, dengan insidensi 2-7 per 100.000 anak.[1]
Ahli ginjal saat ini mengacu pada rekomendasi KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcomes Guideline) dalam penatalaksanaan sindrom nefrotik. Terapi inisial dengan prednison diberikan selama 6 minggu dengan dosis 2 mg/kg/hari atau 60 mg/m2/hari (dosis maksimal 60 mg/hari). Pemberian dilanjutkan dengan dosis selang-seling dosis tunggal 1,5 mg/kg/hari atau 40 mg/m2/hari (dosis maksimal 40 mg/hari) selama 6 minggu berikutnya. Sementara itu, pada kasus relaps, durasi terapi dapat diperpanjang sampai 3 bulan.[2,3]
Mekanisme Kerja Kortikosteroid pada Sindrom Nefrotik
Cara kerja kortikosteroid pada sindrom nefrotik sebenarnya tidak diketahui pasti. Hipotesisnya adalah patofisiologi sindrom nefrotik melibatkan gangguan sistem imun dimana terjadi disfungsi sel T yang bersirkulasi di dalam darah. Hal ini menyebabkan terjadinya proses inflamasi pada sel podosit di ginjal yang mengakibatkan terjadinya proteinuria. Kortikosteroid dipercaya memiliki efek supresi pada sel T yang bersirkulasi di dalam darah, dan juga memiliki efek langsung pada sel podosit melalui stabilisasi sitoskeleton dan mengubah ekspresi gennya.[4]
Meski demikian, penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki banyak efek samping. Studi meta analisis yang melibatkan 101 studi dengan total partisipan 6817 anak menunjukkan bahwa efek samping yang sering terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang adalah penambahan berat badan (21,1%), retardasi pertumbuhan (18,1%), dan sindrom Cushing (19,4%). Penggunaan kortikosteroid lebih dari 15 hari dikategorikan sebagai jangka panjang dalam studi ini.[5]
Kortikosteroid dan Terjadinya Relaps Sindrom Nefrotik
Relaps umumnya terjadi karena respon glukokortikoid endogen yang tidak adekuat terhadap infeksi. Respon glukokortikoid yang tidak adekuat ini sering kali disebabkan oleh adanya supresi aksis hipotalamus pituitari. Pada kondisi sindrom nefrotik, setelah terjadi remisi (terapi inisial prednison), pemberian kortikosteroid yang dilanjutkan dimaksudkan untuk mencegah supresi aksis tersebut. Mengenai durasi terbaik dari terapi steroid ini masih banyak diteliti, yaitu untuk mencegah terjadinya supresi aksis hipotalamus pituitari namun juga bisa memberikan efek samping seminimal mungkin.[6]
Tinjauan Cochrane (2020) yang melibatkan total 48 studi dengan 3941 pasien sindrom nefrotik sensitif steroid mencoba menganalisis manfaat dan risiko berbagai regimen steroid dalam tata laksana sindrom nefrotik sensitif steroid. Dalam tinjauan ini, 4 studi dengan total 823 partisipan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan untuk kejadian relaps pada kelompok pasien dengan sindrom nefrotik kejadian pertama yang diberikan prednison selama 2-3 bulan maupun lebih dari itu.
Selain itu, pada tinjauan ini, beberapa studi kecil mengenai kasus relaps menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna waktu remisi pada penggunaan dosis induksi konvensional (2 mg/kg/hari) ataupun separuhnya. Namun, studi lebih besar masih dibutuhkan untuk mengonfirmasi temuan ini.
Terapi prednison dosis rendah yang diberikan harian saat terjadi infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya juga ditemukan mampu menurunkan risiko relaps dibandingkan dosis selang-seling ataupun tanpa prednison. Hal ini didasarkan pada analisis terhadap 4 studi kecil, sehingga masih dibutuhkan pemaparan lebih lanjut. Saat ini, sebuah uji klinis yang lebih besar dengan jumlah sampel melebihi 300 anak sedang dilakukan untuk mengetahui efikasi dan keamanan dari dosis selang-seling dan dosis harian prednison dalam mencegah relaps pada anak dengan infeksi.[7]
Uji klinis open label di India melibatkan 117 anak berusia 1-16 tahun dengan sindrom nefrotik relaps jarang (kurang dari 2 kali dalam 6 bulan atau kurang dari 4 kali dalam setahun) yang mengalami remisi. Studi ini membandingkan efikasi dari pemberian prednisolon dosis selang-seling selama 4 minggu dengan pemberian selama 2 minggu. Hasil studi menunjukkan bahwa pemberian prednisolon dalam durasi lebih pendek menghasilkan ketergantungan steroid dan frekuensi relaps yang serupa. Meski demikian, hasil analisis tidak dapat menyimpulkan adanya noninferioritas.[8]
Kesimpulan
Pemberian kortikosteroid pada anak dengan sindrom nefrotik bertujuan untuk mencapai remisi dan mencegah terjadinya relaps. Meski demikian, pemberian kortikosteroid jangka panjang memiliki berbagai risiko efek samping, seperti pertambahan berat badan, hambatan pertumbuhan, dan sindrom Cushing.
Studi yang ada menunjukkan bahwa anak dengan sindrom nefrotik episode pertama memerlukan 2-3 bulan terapi prednison saja, karena durasi lebih panjang tidak ditemukan memberi perbedaan bermakna secara klinis. Selain daripada itu, masih dibutuhkan studi lebih lanjut mengenai apakah dosis prednison lebih rendah dapat dipertimbangkan, serta apakah dosis harian lebih baik dibandingkan dosis selang-seling dalam mencegah relaps saat anak mengalami infeksi.