Meskipun manfaat asupan tinggi serat telah terbukti memberikan keuntungan bagi kesehatan, bukan hanya pada pasien sehat namun juga obesitas, hiperglikemia dan hiperlipidemia. Serat salah satunya terkandung dalam buah dan sayur, namun jumlah konsumsi kedua jenis bahan pangan tersebut di Indonesia masih kurang dari yang dianjurkan.
Banyak strategi gaya hidup telah dikembangkan untuk memperbaiki kekurangan tersebut, termasuk dengan pemberian suplementasi serat. Meskipun telah banyak bukti empiris menegaskan keuntungan suplementasi serat, namun hingga kini suplementasi serat masih diperdebatkan dan belum terdapat saran khusus mengenai jenis dan jumlah suplementasi serat yang paling efektif untuk diberikan.[1 -4]
Sekilas Mengenai Serat
Serat secara umum merupakan istilah yang ditujukan pada nutrien yang tahan terhadap proses enzim pencernaan manusia. Secara besar serat dibagi dalam dua kelompok utama yang didasarkan pada kemampuannya larut dalam air. Serat tidak larut seperti lignin, selulosa, dan beberapa hemiselulosa. Sedangkan serat larut merupakan serta yang cenderung membentuk gel secara alami terdiri dari pektin, gum, dan residu hemiselulosa.[3]
Kini telah banyak suplementasi serat yang ditemukan di pasaran. Beberapa mengandung serat alami seperti inulin, psyllium atau β-glucan. Produk suplementasi lainnya mengandung bahan artifisial seperti polydextrose, wheat dextrin atau methylcellulose polydextrose. Menurut Institute of Medicine di Amerika Serikat, serat dalam makanan perlu dibedakan dengan suplementasi serat. Untuk dapat dinyatakan sebagai serat fungsional, maka suplementasi serat perlu memberikan bukti klinis yang menguntungkan bagi kesehatan.[5]
Efek Suplementasi Serat
Berdasarkan uji klinis, suplementasi serat dianggap berperan dalam terapi obesitas, penanganan diare, konstipasi, hingga perbaikan profil metabolik individu dengan sindrom metabolik.
Suplementasi Erat Menurunkan Berat Badan
Jovanovski et al., melakukan penelitian meta-analisis dengan melakukan analisis terhadap 62 artikel dengan total subjek 3877 orang. Berdasarkan uji coba ditemukan bahwa suplementasi serat kental (viscous fiber) dengan dosis median 8 gram/hari (rentang 0,8–36 g/hari) dalam median waktu 8 minggu (rentang 4–52 minggu) akan menurunkan BB 0,33 kg apabila dibandingkan dengan kontrol (p=0.0004). Hasil ini terutama diobservasi pada individu dengan status overweight dan obesitas (p=0.001) serta individu dengan diabetes dan sindrom metabolik (p=0.04).[6]
Walaupun demikian, penelitian ini menyatakan setidaknya butuh durasi yang lebih lama untuk memberikan efek positif, hal tersebut dicetuskan mengingat sebagian besar durasi uji klinis memang cukup singkat. Selain itu, dipaparkan kelemahan penelitian berupa kelompok kontrol yang sebagian besar telah menjalankan diet tinggi serat sehingga dapat dikategorikan dalam kontrol positif.[6]
Pemberian serat juga sering dikaitkan dengan perbaikan mikrobiota usus yang merupakan salah satu faktor penting dalam obesitas. Mayengba et al., telah melakukan penelitian terhadap 29 subjek yang overweight dan obesitas dengan memberikan 5 g yellow pea fiber dalam bentuk wafer sebanyak tiga kali per hari, sedangkan 24 orang yang tergabung dalam kelompok kontrol mendapatkan diet isokalori dan wafer yang tidak mengandung serat.[7]
Setelah mendapatkan tambahan serat 15 g/hari terdapat perubahan bermakna serum metabolik di kelompok perlakuan. Terjadi peningkatan short chain fatty acids (SCFAs) yang diproduksi Lachnospira sedangkan pada kelompok kontrol justru menurun. Selain itu, terjadi perubahan BB pada kelompok perlakuan, dan hal tersebut menunjukkan korelasi negatif dengan perubahan Lachnospira.[7]
Suplementasi Serat Menurunkan Kadar Kolesterol
Sebuah uji acak terkontrol oleh Abutair et al. dilakukan dengan memberikan suplementasi psyllium sebanyak 10,5 g selama 8 minggu terhadap individu yang baru saja didiagnosis dengan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). Sebanyak 36 individu dikelompokkan menjadi kelompok kontrol (n=18) dan kelompok yang mendapatkan perlakuan (n=18). Suplementasi serat larut menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan yang mendapatkan suplementasi. Ditemukan perbedaan pada ukuran lingkar pinggang, kadar trigliserida, kolesterol total, tekanan darah sistolik dan gula darah puasa (p < 0.001).[3,8]
Efek menguntungkan psyllium ini juga didukung oleh penelitian Clark et al., yang mengungkapkan terdapat penurunan bermakna tekanan darah sistolik setelah pemberian suplementasi psyllium pada subjek dengan hipertensi. Peningkatan viskositas kandungan usus diketahui akan mengurangi proses difusi nutrien di usus, sehingga turut menurunkan penyerapan kolesterol dan asam empedu. Selain itu, ada kemungkinan penghambatan sintesis kolesterol oleh short chain fatty acids (SCFAs) yang merupakan hasil fermentasi serat oleh bakteri usus.[3,8]
Penurunan kadar gula darah puasa dan tekanan darah sistolik dinyatakan berhubungan dengan perbaikan respon insulin setelah penambahan serat. Serat larut mampu mempertahankan rasa kenyang dengan memperlambat waktu transit makanan sehingga terjadi penurunan konsumsi energi, peningkatan viskositas usus juga dapat meningkatkan respon peptida usus terutama ghrelin dan peptida YY sehingga terjadi perlambatan absorpsi makronutrien yang diikuti penurunan kadar glukosa darah puasa.[3,7]
Penelitian lainnya oleh Zhang et al., juga menunjukkan keuntungan suplementasi serat jenis inulin. Systematic review terhadap 9 uji acak terkontrol menyatakan bahwa suplementasi inulin memberikan perbaikan dalam pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, Homeostatic Model Assessment for Insulin Resistance (HOMA-IR) dan HbA1C pasien yang terdiagnosis DMT2. Jumlah suplementasi inulin yang dianggap memberikan hasil bermakna pada penelitian adalah 8,4–10 g selama lebih dari 8 minggu. Walaupun demikian, dinyatakan terdapat bias cukup besar dalam penelitian ini terutama pada subjek penelitian yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan.[9]
Suplementasi Serat Dikaitkan dengan Perbaikan Usus
Penelitian serat larut lainnya yaitu β-fructan juga dilakukan oleh Vries et al., dengan memilih 47 artikel yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan meta-analisis tersebut, dinyatakan bahwa suplementasi teratur β-fructan memiliki efek positif terhadap peningkatan gerakan usus, konsistensi feses, dan berat kering feses apabila dibandingkan dengan individu yang tidak mendapatkan suplementasi. Ketiga hal tersebut merupakan faktor penting dalam proses laksatif normal.[10]
Dalam penelitian ini dikatakan bahwa konsumsi β-fructan hingga 30 g/hari masih dapat ditoleransi, dan secara umum tidak ditemukan adanya gejala gastrointestinal yang bermakna apabila dikonsumsi 10–12 g/hari secara teratur termasuk pada pasien hipersensitif. Berdasarkan mekanisme normalnya, serat dalam makanan dapat meningkatkan massa intraluminal usus, mempertahankan air dan meningkatkan massa feses. Terkait produksi SCFAs dan memicu pertumbuhan mikrobiota usus, maka β-fructan sebagai serat larut yang dapat difermentasi dinyatakan memiliki aktivitas prebiotik.[10]
Efek Samping Suplementasi Serat
Terdapat beberapa efek samping yang dilaporkan setelah konsumsi serat, seperti munculnya rasa pusing, insomnia, gastrectasia, diare dan konstipasi. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan bermakna efek samping antara kelompok kontrol dan yang mendapatkan perlakuan. Selain itu ada pula efek samping seperti flatus berlebihan, perut kembung, kram perut dan diare setelah suplementasi serat >50 g/hari.[9,10]
Rekomendasi Suplementasi Serat
Hingga saat ini belum ada rekomendasi yang menyebutkan dosis efektif dalam suplementasi serat, dan berdasarkan bukti klinis di atas dosis pemberian serat yang menguntungkan masih bervariasi, namun sebagian besar memberikan keuntungan setelah konsumsi setidaknya 8 minggu.[3-11]
Rekomendasi asupan serat tidak spesifik pada jenisnya, dan bervariasi tiap negara. Berdasarkan dan American Diabetes Association, rekomendasi asupan harian serat adalah 25 g/hari untuk perempuan dan 38 g/hari untuk laki-laki (dewasa usia 21–50 tahun). Sedangkan untuk lanjut usia diperkirakan konsumsi kalori lebih sedikit, sehingga rekomendasi asupan serat untuk laki-laki dan perempuan berusia lebih dari 50 tahun masing-masing adalah 21 dan 30 g/hari.[3-11]
Kesimpulan
Serat merupakan nutrien yang tahan terhadap proses enzim pencernaan, dan berdasarkan sifatnya dibagi menjadi serat larut dan tidak larut. Kurangnya asupan serat dari yang direkomendasikan telah memunculkan alternatif berupa suplementasi serat yang berasal dari serat alami dan artifisial.
Walaupun telah banyak bukti klinis yang menunjukkan keuntungan suplementasi serat, namun tetap dibutuhkan penelitian dengan durasi lebih lama untuk melihat efektifitas dalam kesehatan pada kondisi dimana serat menguntungkan.
Sebelum mempertimbangkan suplementasi serat, sebagai klinisi dianjurkan untuk tetap melakukan edukasi terkait konsumsi sumber serat dalam diet sehari-hari. Kebanyakan dari penelitian yang tersedia saat ini, hanya menggunakan studi dengan jumlah sampel yang kecil, sehingga membutuhkan penelitian yang lebih besar untuk melihat peran suplemen serat bagi kesehatan.