Effect of Nasal Corticosteroid in the Treatment of Anosmia due to COVID-19: A Randomised Double-Blind Placebo-Controlled Study
Rashid R, Zgair A, Al-Ani R. American Journal of Otolaryngology. 2021;42(5):103033. PMID: 33839489
Abstrak
Latar Belakang: anosmia merupakan salah satu manifestasi klinis COVID-19 yang bisa cukup mengganggu. Namun, saat ini belum ada tata laksana yang terbukti efektif untuk pasien anosmia. Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi efek terapeutik betamethasone intranasal untuk memulihkan fungsi penghidu pada kasus anosmia akibat COVID-19.
Desain: studi ini merupakan uji klinis acak yang buta-ganda dan dilengkapi dengan kontrol plasebo. Partisipan adalah 276 pasien poliklinik yang terkonfirmasi mengalami anosmia akibat COVID-19 melalui pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pada grup betamethasone, 138 partisipan menerima betamethasone tetes intranasal 3 kali sehari sampai anosmia pulih dengan batas waktu 1 bulan. Sementara itu, pada grup plasebo, 138 partisipan lain menerima tetesan NaCl 0,9% dengan dosis serupa.
Hasil: median usia partisipan adalah 29 tahun (rentang 23–37 tahun). Sejumlah 198 (71,7%) partisipan adalah wanita. Ageusia ditemukan sebagai gejala penyerta anosmia pada 234 (84,8%) partisipan. Sebanyak 83% partisipan pulih dari anosmia dalam kurun waktu 30 hari, dengan median durasi pemulihan 13 hari (rentang 8–18 hari). Bila dibandingkan dengan plasebo, betamethasone tetes intranasal tidak berdampak signifikan terhadap durasi pemulihan anosmia (hazard ratio 0,88; 95% CI 0,68–1,14; P=0,31).
Kesimpulan: penggunaan betamethasone tetes intranasal untuk mempercepat pemulihan anosmia akut tidak disarankan karena belum didukung bukti yang adekuat. Kovariat yang tampaknya berpengaruh terhadap durasi pemulihan anosmia adalah usia, status merokok, durasi anosmia saat kunjungan pertama, dan ada tidaknya ageusia. Uji klinis lebih lanjut yang memperhitungkan kovariat-kovariat tersebut masih diperlukan.
Ulasan Alomedika
Penggunaan kortikosteroid untuk terapi anosmia akibat COVID-19 sebenarnya masih menjadi perdebatan. Beberapa teori memperkirakan bahwa pemberian kortikosteroid dapat mempercepat pemulihan anosmia akibat infeksi virus tetapi kortikosteroid sendiri diketahui bersifat imunosupresif. Oleh karena itu, studi ini mencoba menguji efektivitas kortikosteroid intranasal yang memiliki risiko sistemik lebih minimal sebagai terapi anosmia akibat COVID-19.
Ulasan Metode Penelitian
Uji klinis ini menerapkan prinsip Good Clinical Practice yang telah disetujui oleh Ethical Approval Committee, University of Anbar. Desain studi berupa uji acak terkendali yang buta-ganda mampu menilai efektivitas kortikosteroid intranasal dengan risiko bias yang cukup minimal. Perbandingan dengan plasebo tanpa perbandingan dengan intervensi lain dapat dibenarkan karena pada dasarnya terapi yang terbukti efektif untuk anosmia memang belum ditemukan.
Ulasan Hasil Penelitian
Sebagian besar anosmia akibat COVID-19 bersifat self-limiting. Untuk itu, luaran berupa durasi pemulihan anosmia sudah tepat digunakan dalam penelitian ini. Median durasi pemulihan anosmia adalah 13 hari untuk semua partisipan. Sebanyak 83% dan 84% partisipan dalam grup betamethasone dan grup plasebo mengalami pemulihan sempurna. Sayangnya, durasi penelitian yang pendek (1 bulan) tidak memungkinkan evaluasi kesembuhan pada kasus anosmia yang persisten.
Luaran sekunder pada penelitian ini adalah efek kovariat terhadap durasi pemulihan anosmia. Partisipan usia muda memiliki durasi pemulihan yang lebih cepat daripada partisipan usia lebih tua. Kebiasaan merokok juga memperpanjang durasi pemulihan anosmia. Sayangnya, kovariat-kovariat tersebut tidak diperhitungkan dalam analisis efektivitas betamethasone dibandingkan plasebo dalam pemulihan anosmia.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan penelitian ini adalah desain yang digunakan, yakni uji klinis acak terkendali yang bersifat buta-ganda dan prospektif sehingga dapat meminimalkan bias. Penelitian ini juga menjelaskan prosedur yang dilakukan dengan terbuka dan cukup detail. Selain itu, penelitian ini menerapkan populasi intention-to-treat sehingga merepresentasikan keadaan yang lebih riil.
Limitasi Penelitian
Limitasi penelitian ini adalah jumlah sampel yang cukup sedikit. Jumlah sampel yang ditargetkan dari penghitungan adalah 428 partisipan untuk masing-masing kelompok. Namun, rekrutmen partisipan berhenti sebelum jumlah sampel target tercapai karena ada keterbatasan waktu.
Penelitian ini juga tidak memperhitungkan kovariat lain seperti usia dan durasi merokok yang mungkin memengaruhi efektivitas kortikosteroid atau proses pemulihan anosmia akibat COVID-19 itu sendiri. Selain itu, penilaian kemampuan olfaktori masih memakai self-reported assessment, sehingga masih ada unsur subjektif dalam hasil penilaian.
Penelitian ini juga tidak mampu mengevaluasi efektivitas kortikosteroid intranasal pada kasus anosmia persisten karena kriteria penelitian ini mengeksklusi pasien yang telah mengalami anosmia >15 hari. Selain itu, durasi penelitian memang cukup pendek (1 bulan), sehingga tidak memungkinkan evaluasi kesembuhan pada kasus anosmia yang persisten.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa betamethasone intranasal tidak memberikan efektivitas yang bermakna untuk terapi anosmia akibat COVID-19 bila dibandingkan dengan plasebo. Bila hasil penelitian menunjukkan bahwa betamethasone intranasal ternyata efektif, hasil belum bisa diterapkan di Indonesia karena betamethasone intranasal belum tersedia di Indonesia.
Studi lebih lanjut yang menggunakan populasi berskala lebih besar, mempertimbangkan kovariat yang lebih lengkap, dan menggunakan sediaan kortikosteroid yang tersedia di Indonesia masih diperlukan di masa depan. Akan tetapi, studi ini setidaknya telah menambahkan data tentang efektivitas kortikosteroid yang kurang lebih sama dengan plasebo dan tata laksana nonfarmakologis untuk anosmia.