Antipsikotika merupakan pengobatan utama pada gangguan psikotik dan sering kali digunakan dalam jangka panjang. Perbaikan gejala psikotik dianggap akan diikuti dengan perbaikan hendaya kognitif.[1–4]
Namun, data yang tersedia menunjukkan gejala hendaya tetap bertahan walaupun gejala psikotik telah mengalami perbaikan. Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya risiko perburukan hendaya kognitif dengan penggunaan antipsikotik tipikal.[1–5]
Sementara potensi perbaikan hendaya kognitif dilaporkan pada penggunaan antipsikotik atipikal. Terdapat perbedaan pendapat yang menyatakan bahwa kedua antipsikotika tetap menimbulkan perburukan hendaya kognitif. Sementara ada penelitian yang membahas bahwa perburukan kognitif hanya terjadi pada kerentanan genetik tertentu yang berikatan dengan antipsikotika tertentu saja.[1–5]
Korelasi Hendaya Kognitif pada Antipsikotik Tipikal dan Atipikal
Terdapat teori yang menyatakan bahwa defisit kognitif pada pasien skizofrenia terjadi akibat hipoaktif korteks prefrontal atau prefrontal cortex (PFC). Defisit kognitif ini dikaitkan dengan gejala spesifik pada ranah atensi, memori kerja dan fungsi eksekutif.[2]
Antipsikotik Tipikal dan Hendaya Kognitif
Antipsikotika yang bekerja pada antagonis dari reseptor D2 (Dopamin 2) diduga menurunkan kondisi hipodopaminergik dari jaras mesokortikal (yang diproyeksikan ke PFC). Hal ini memperburuk gejala negatif dan hendaya kognitif. Antipsikotika jenis tipikal bekerja sebagai antagonis kuat di reseptor D2 sehingga sering dikaitkan dengan hendaya kognitif yang lebih berat dibandingkan antipsikotik atipikal[3,6]
Antipsikotik Atipikal dan Hendaya Kognitif
Beberapa penelitian jangka pendek menunjukkan bahwa penggunaan antipsikotik atipikal memperbaiki kemampuan shifting yaitu komponen dari fleksibilitas kognitif.[5,7,8]
Berikut ini beberapa obat antipsikotik atipikal dan hendaya kognitif:
-
Clozapine: dikatakan memberikan perbaikan (tingkat tinggi) pada atensi dan kelancaran verbal, sementara perbaikan sedang pada fungsi eksekutif serta delayed recall
- Olanzapine: secara signifikan meningkatkan kemampuan kewaspadaan, atensi selektif, delayed recall, memori dan pembelajaran verbal, kelancaran verbal, serta fungsi eksekutif
-
Risperidon: dilaporkan meningkatkan secara moderat memori kerja, fungsi eksekutif, atensi dan delayed recall
- Aripiprazole: menunjukkan perbaikan kecepatan memproses informasi disertai dengan pemberian respons yang benar terhadap stimulus yang diberikan. Termasuk perbaikan fungsi kognitif verbal
- Quetiapin dinyatakan memperbaiki fungsi kognitif global pada tahap awal terapi dan memori verbal jangka pendek[5,8,9]
Meta-analisis yang dilakukan oleh Nielsen et al. pada tahun 2016 yang melibatkan 37 penelitian randomized controlled trial (RCT) melakukan penelitian untuk menilai performa kognitif pasien skizofrenia atau skizoafektif. Penelitian yang melibatkan 3526 pasien skizofrenia atau skizoafektif mendapatkan antipsikotik atipikal yang berdurasi 8 minggu.[8]
Rerata penggunaan antipsikotik sekitar 23.6 minggu. Antipsikotik yang digunakan berupa clozapine, olanzapine, risperidone, quetiapin, clozapine, ziprasidone, amisulpride, perospirone dan sertindole. Hasil penelitian ini menunjukkan data yang beragam, sehingga sulit disimpulkan,namun terdapat trend tertentu.[8]
Nielsen et al. menilai bahwa antagonis kuat terhadap reseptor muskarinik akan menimbulkan perburukan ranah atensi dan memori kerja verbal. Berikut ini obat yang menimbulkan perburukan hendaya kognitif:
- Ziprasidon memiliki ikatan yang lemah terhadap reseptor muskarinik dan dikatakan lebih baik dalam memori kerja verbal jika dibandingkan dengan clozapine, olanzapine, dan quetiapine.
- Sertindole memiliki efek positif pada fungsi eksekutif jika dibandingkan clozapine, olanzapine, ziprasidone, dan haloperidol.
- Sertindole dan quetiapine sama-sama memiliki perbaikan kecepatan memproses informasi jika dibandingkan golongan antipsikotik atipikal lainnya.
- Kemungkinan efek positif pada ranah kelancaran verbal dari penggunaan clozapine dan olanzapine[8]
Namun hasil yang ditunjukkan dari dampak jangka panjang terhadap memori verbal dan ranah visuospasial sangat beragam dan sulit ditarik kesimpulan. Selain itu tidak ditemukan perbedaan antara fungsi motorik pada penggunaan antipsikotik atipikal dan tipikal pada penggunaan jangka panjang. Hal ini diduga berkaitan erat dengan dosis dan kondisi polifarmasi.[8]
Faktor yang Mempengaruhi Hendaya Kognitif
Terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi hubungan antara penggunaan antipsikotik dengan hendaya kognitif. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti: perbaikan gejala klinis, fase dan durasi gangguan, dosis antipsikotik, kepatuhan berobat, efek sedasi antipsikotik, serta efek samping antikolinergik.[5]
Perbaikan Gejala Klinis
Penggunaan antipsikotik tipikal dan atipikal dikatakan sama-sama mampu memperbaiki gejala klinis psikotik (baik gejala negatif maupun positif), namun perbaikan ini tidak serta merta diikuti dengan perbaikan fungsi eksekutif. Terdapat dugaan bahwa fleksibilitas kognitif mungkin berkaitan dengan abnormalitas genetik pada penderita gangguan psikotik.[5,9]
Di sisi lain terdapat data yang bertolak belakang yang menyatakan bahwa perbaikan kognitif berkorelasi dengan perbaikan gejala psikotik. Perbaikan gejala negatif terjadi bersamaan dengan peningkatan kecepatan memproses informasi setelah 24 minggu pemberian antipsikotik atipikal.[5]
Fase dan Durasi Gangguan
Data-data yang disajikan menyatakan bahwa perbaikan kognitif ditemukan pada penggunaan antipsikotik (baik tipikal maupun atipikal) di 1-2 tahun pertama. Sedikit perbaikan kognitif setelah inisiasi antipsikotika diduga akibat perbaikan dari gejala psikotik. Perbaikan yang tercapai pun bervariasi tergantung dari durasi gangguan.[3,5]
Pasien psikotik episode pertama yang mendapat terapi antipsikotik (dengan lama gangguan kurang dari 3 bulan) dilaporkan memiliki perbaikan kognitif yang signifikan. Perbaikan pada kelompok ini terus dapat diamati setelah 3 hingga 5 tahun pengamatan.[5,10]
Sementara pada penderita skizofrenia kronik, hasil yang relatif statis dan tidak terdapat perbaikan kognitif dijumpai dalam 6 bulan hingga 1 tahun pengamatan, walaupun gejala positif menunjukkan perbaikan.[5]
Dosis Antipsikotik
Pengamatan terhadap efek akumulasi antipsikotik selama sekitar 16.5 tahun pada 60 pasien skizofrenia (dan dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif pada usia 43 tahun) menunjukkan perburukan skor kognitif. Perburukan ini tidak berbeda bermakna pada kelompok yang mendapat antipsikotik atipikal dan tipikal, terutama ranah pembelajaran verbal dan memori. Kumulatif antipsikotik yang lebih tinggi juga berhubungan dengan penurunan massa otak.[3]
Dosis yang lebih tinggi atau polifarmasi antipsikotik dikaitkan dengan kecepatan memproses informasi yang lebih buruk. Sementara pengurangan dosis menunjukkan perbaikan signifikan pada ranah memori, visuospasial, bahasa, atensi dan memori tertunda.[3,5,11]
Dugaan mekanisme yang mendasari adalah dosis tinggi antipsikotika akan meningkatkan okupasi D2 diatas 80%. Hal ini menyebabkan terjadinya blokade dopamine secara luas termasuk pada jaras mesokortikal yang berhubungan dengan fungsi kognitif. Selain itu, antipsikotika yang bekerja pada reseptor histamine-1, muskarin, alfa-1-adrenergik, dan 5-HT-2A (serotonin) antagonis memiliki efek menginhibisi glutaminergik sehingga mampu mengganggu fungsi mesolimbik dan mesokortikal.[3,6,11]
Kepatuhan Berobat
Pasien skizofrenia yang patuh berobat menunjukkan perbaikan performa kognitif yang lebih baik dibandingkan yang tidak mengkonsumsi antipsikotik secara teratur. [5,12]
Sebuah penelitian menunjukkan perbandingan antara risperidon oral dengan bentuk long acting injection (LAI) dan menunjukkan hasil bahwa substansia alba dan mielinasi meningkat pada penggunaan LAI dan menurun dengan penggunaan oral. Mekanisme yang mendasari hal ini diduga dosis LAI lebih stabil sehingga tidak meningkatkan okupasi D2 di atas 80%.[13]
Efek Samping Antikolinergik
Efek samping ekstrapiramidal (EPS) dikatakan erat berhubungan dengan hendaya kognitif yaitu set-shifting, walaupun tanpa adanya terapi antipsikotik aktif. Gejala bradikinesia dan rigiditas juga akan mempengaruhi tes kemampuan menggenggam yang merupakan salah satu komponen dalam tes kognitif.[5,14]
Selain itu jika terjadi EPS sering dipergunakan agen antikolinergik, yang juga memiliki efek negatif ke kognisi. Ranah kognitif yang terganggu biasanya meliputi atensi dan memori. Penghentian agen antikolinergik ini juga dilaporkan memberikan perbaikan fungsi kognitif.[5]
Efek Samping Disregulasi Metabolik
Seluruh antipsikotik dikatakan memiliki efek samping disregulasi metabolik dengan perbandingan tertinggi pada penggunaan antipsikotik atipik (yaitu olanzapine dan clozapine).[5,15-17]
Pada populasi non gangguan psikiatri (dan tidak menggunakan antipsikotika), disregulasi metabolik sendiri erat berkaitan dengan perburukan fungsi kognitif. Ranah kognitif yang mengalami hendaya yaitu ranah memori, visuospasial, fungsi eksekutif, kecepatan memproses informasi, dan fungsi intelektual. Hendaya ini diperkirakan terjadi akibat adanya resistensi insulin, peningkatan stres oksidatif dan kondisi inflamasi yang persisten.[5,18]
Faktor Biologis
Aktivitas Histone deacetylase 2 (HDAC2) endogen berperan dalam performa kognitif dan plastisitas sinaptik (baik struktural dan fungsional). Terapi kronis dengan antipsikotika atipik (clozapine) berkaitan dengan augmentasi selektif transkripsi HDAC2 di korteks frontal tikus. Korteks ini berkaitan dengan fungsi kognitif dan persepsi.[2]
Penelitian observasi molekular Ibi et al menggunakan tikus membagi menjadi beberapa kelompok yaitu menggunakan antipsikotik dan kontrol. Kelompok yang mendapat antipsikotika masing-masing dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil yaitu kelompok yang menggunakan clozapine, quetiapin, risperidon, haloperidol, sulpiride, dan volinanserin. Pada kelompok antipsikotik, diberikan terus-menerus selama 21 hari (kronis).[2]
Tujuan penelitian menilai augmentasi ekspresi HDAC2 pada tikus. Hasil penelitian menunjukkan efek yang serupa antara antipsikotik atipikal (terutama clozapine dan risperidon) dan tipikal saat digunakan secara kronis, kecuali haloperidol terhadap upregulasi HDAC2.[2]
Augmentasi ekspresi HDAC2 ini berefek maladaptif terhadap remodeling sinaptik kortikal dan proses kognitif. Mekanisme yang mendasari berupa mekanisme signaling yang melibatkan upregulation reseptor serotonin (5-HT2A)-dependent dari aktivitas NF-KB (nuklear faktor-kappaB). Pada tikus, aktivitas signaling ini akan mencetuskan perilaku terkait psikosis.[2]
Kesimpulan
Penggunaan pertama kali antipsikotika baik atipikal maupun tipikal selama jangka pendek (1 hingga 2 tahun pengobatan) dikatakan sama-sama mampu memperbaiki fungsi kognitif. Antipsikotik atipikal dikatakan tetap lebih baik dibanding tipikal khususnya dalam perbaikan kemampuan shifting. Hal ini diduga karena ikatan antagonis yang tidak sekuat antipsikotik tipikal di reseptor D2. Ikatan kuat di reseptor D2 sendiri berhubungan langsung dengan perburukan gejala negatif dan hendaya kognitif.
Sementara penggunaan jangka panjang (kronis) antipsikotika jenis atipikal maupun tipikal tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam hal perburukan fungsi kognitif. Hal ini dinilai dari penurunan volume otak, serta penurunan skor pemeriksaan fungsi kognitif.
Hendaya kognitif ini dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti seperti gejala klinis yang tidak mengalami perbaikan, awitan gangguan yang lebih kronis,dosis antipsikotik yang besar atau polifarmasi, kepatuhan berobat yang buruk, efek sedasi antipsikotik, efek samping antikolinergik, efek samping gangguan metabolic dan augmentasi terhadap HDAC2.
Hingga saat ini anjuran berapa lama antipsikotika dapat dipergunakan masih bervariatif dan data terhadap efek pada fungsi kognitif masih beragam. Hingga saat ini juga belum ditetapkan anjuran mengenai pemeriksaan kognitif berkala maupun rekomendasi alat ukur fungsi kognitif yang digunakan pada pengguna antipsikotika. Sehingga, artikel ini diharapkan menjadi pemahaman tersendiri terhadap pentingnya mengobservasi fungsi kognitif terhadap penggunaan antipsikotik jangka panjang.
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri