Isotretinoin diduga berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit inflammatory bowel disease, khususnya tipe kolitis ulseratif. Walau demikian, bukti ilmiah terkait peningkatan risiko ini masih inkonsisten dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Isotretinoin adalah obat antiakne yang pertama kali diterima oleh FDA tahun 1982. Obat ini bekerja dengan cara mempengaruhi progresivitas siklus sel, diferensiasi sel, ketahanan sel dan apoptosis. Isotretinoin menurunkan produksi sebum secara signifikan, mempengaruhi komedogenesis, menurunkan koloni Propionibacterium acnes dan memiliki efek antiinflamasi.[1] Penggunaan isotretinoin biasanya diindikasikan pada kasus jerawat yang parah dan tidak berespon dengan terapi lainnya. Walaupun demikian, angka remisi pada penggunaan isotretinoin cukup tinggi, yakni sekitar 98%.[2]
Beberapa efek samping dilaporkan pada penggunaan isotretinoin oral untuk acne vulgaris. Pada 1 dari 4 pengguna isotretinoin, ditemukan peningkatan kadar trigliserida plasma yang dapat diasosiasikan dengan onset gejala pankreatitis akut. Isotretinoin juga dapat menyebabkan sedikit penurunan kadar kolestrol HDL plasma dan peningkatan kadar kolestrol LDL dan VLDL plasma. Perubahan pada kadar trigliserida dapat terjadi, namun terjadi secara reversibel. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah muntah, perdarahan gastrointestinal, appendicitis, inflamasi saluran cerna, esofagitis, anoreksia, penurunan berat badan, dan kolitis ulseratif. Pengguna isotretinoin juga sering mengeluhkan mual, diare dan nyeri perut.[3] Penelitian juga menemukan bahwa penggunaan isotretinoin dapat memperburuk gejala inflamasi.
Risiko Inflammatory Bowel Disease akibat Penggunaan Isotretinoin
Belakangan ini, banyak penelitian yang mengaitkan peningkatan kasus Inflammatory Bowel Disease (IBD) akibat penggunaan isotretinoin. Sejak 2003, terjadi peningkatan laporan kasus IBD sebagai efek samping penggunaan isotretinoin.[4] IBD adalah penyakit idiopatik yang disebabkan oleh perubahan pada regulasi respons sistem imun pada mikroba saluran cerna. Secara garis besar terdapat dua jenis IBD, bergantung pada luasnya patologi yang terjadi. Pada kolitis ulseratif, inflamasi yang terjadi terbatas pada mukosa kolon sedangkan pada penyakit Crohn, inflamasi dapat terjadi pada semua bagian saluran cerna.[5]
Sebuah studi kohort restropektif dilakukan di Kanada dengan melibatkan 46.922 pasien yang mendapat isotretinoin, 184.824 pasien yang mendapatkan obat antiakne topikal lainnya dan 1.526.946 subjek tanpa perlakuan. Selama pemantauan, sebanyak 87 pasien yang mendapatkan isotretinoin terdiagnosis IBD, sedang pasien yang terdiagnosis IBD pada kelompok yang mendapat antiakne topikal lain adalah 316 pasien dan pada kelompok kontrol sebanyak 11.005 pasien.
Penelitian ini tidak menemukan hubungan antara kejadian IBD dan penggunaan isotretinoin. Pada subgrup analisis, ditemukan bahwa terjadi peningkatan IBD pada penggunaan isotretinoin pada kelompok usia 12-19 tahun namun tidak pada pasien usia 20-29 tahun. Namun tidak ditemukan perbedaan signifikan antara jenis IBD, yakni kolitis ulseratif dan penyakit Crohn’s pada penggunaan isotretinoin.[6]
Sebuah studi lain dilakukan di Amerika untuk mengetahui hubungan penggunaan isotretinoin dengan kejadian IBD. Studi tersebut berbentuk case control dengan mempertimbangan populasi penderita IBD di Amerika. Penelitian mengikutkan sebanyak 8.189 penderita IBD dan 21.832 kontrol sehat dengan dilakukan penyamaan umur, usia dan tempat tinggal. Sebanyak 60 subjek (24 kasus dan 36 kontrol) menggunakan isotretinoin.
Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan isotretinoin meningkatkan risiko terjadinya IBD jenis colitis ulseratif, namun tidak meningkatkan risiko terjadinya IBD jenis Crohn’s disease. Rerata jarak pasien terdiagnosis IBD dengan penggunaan isotretinoin pertama kali adalah 223 hari.
Peningkatan risiko IBD ini dipengaruhi dengan dosis isotretinoin yang digunakan. Pasien yang mendapat isotretinoin akan mengalami peningkatan risiko kolitis ulseratif sebesar 2x kontrol, sedangkan pada pasien dengan dosis meningkat, risiko kolitis ulseratif meningkat tajam hingga mencapai 15x.[7]
Sebuah studi case control lain dilakukan di Perancis dengan melibatkan 7.593 kasus IBD yang terdiri dari 3.187 kasus kolitis ulseratif, 4.397 penyakit Crohn dan 9 kasus kolitis intermediet serta 30.372 kontrol. Dalam populasi subjek ditemukan pengguna isotretinoin adalah 15 pasien kolitis ulseratif, 11 pasien penyakit Crohn dan 140 subjek kontrol penelitian ini tidak menemukan hasil yang berbeda bermakna antara hubungan kejadian IBD secara keseluruhan pada penggunaan isotretinoin.
Namun, ditemukan hubungan yang berkebalikan antara penggunaan isotretinoin dengan risiko penyakit Crohn. Tidak ditemukan pengaruh jenis kelamin, pengobatan antiakne lainnya pada hubungan antara penyakit IBD dengan penggunaan isotretinoin. Juga tidak ditemukan hubungan antara dosis harian, dosis kumulatif dan total penggunaan isotretinoin pada penyakit Crohn atau kolitis ulseratif.[8]
Studi Eksperimental pada Hewan
Penelitian eksperimental yang dilakukan pada Rattus novergicus menemukan bahwa penggunaan isotretinoin paling mempengaruhi daerah jejunum dan ileum. Hal ini disebabkan kedua segmen itu merupakan tempat penyerapan isotretinoin. Sel goblet merupakan bagian yang paling banyak dipengaruhi oleh pemberian isotretinoin. Secara umum tidak ditemukan kerusakan sel mukosa pada pemberian isotretinoin.[2]
Inkonsistensi Hasil
Penelitian tentang efek penggunaan isotretinoin dengan kejadian IBD menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Studi kohort dan case control menunjukkan hasil yang berkebalikan. Studi eksperimental pada hewan juga tidak berhasil menjawab pertanyaan apakah penggunaan isotretinoin menyebabkan IBD. Mekanisme terjadinya IBD yang dapat dihubungkan dengan penggunaan isotretinoin juga belum diketahui pasti.
Dihipotesiskan bahwa kerja isotretinoin yang menyebabkan stimulasi pada sel natural killer dan apoptosis, meregulasi sitokin, mengganggu pergerakan neutrophil serta diferensiasi sel B merupakan mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya IBD. Selain itu, dihipotesiskan juga penggunaan isotretinoin dapat mencegah IBD melalui asam retinoic dengan cara meningkatkan fungsi barrier, mencegah sel proinflamasi Th-17, regulasi sel T.[9,10]
Salah satu penjelasan lain yang menjadi faktor perancu dalam hubungan penggunaan isotretinoin dengan IBD adalah penggunaan antibiotik oral. Pasien yang menggunakan isotretinoin biasanya adalah pasien yang gagal dengan pengobatan antibiotik oral, biasanya tetracycline. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan doxycycline dengan penyakit Crohn. Penelitian lain menemukan bahwa penggunaan tetracycline dan erithromycin berhubungan dengan kejadian IBD. Hal ini yang mungkin menjadi faktor perancu pada hubungan antara IBD dan penggunaan isotretinoin.[2,9]
Kesimpulan
Isotretinoin merupakan salah satu obat antiakne yang paling banyak digunakan. Kekhawatiran penggunaan isotretinoin dikaitkan dengan berbagai efek samping menjadi wajar karena penggunaan isotretinoin biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Salah satunya adalah kekhawatiran terjadinya inflammatory bowel disease. Inflammatory bowel disease banyak dilaporkan sebagai efek samping pada penggunaan isotretinoin sejak tahun 2003.
Beberapa penelitian mencoba mencari tahu hubungan antara penggunaan isotretinoin dengan IBD. Hasil penelitian ini masih belum konsisten. Studi eksperimental pada hewan coba juga tidak memberikan kesimpulan yang jelas tentang efek penggunaan isotretinoin pada penyakit IBD. Karena itu, hubungan penggunaan isotretinoin dengan kejadian IBD masih belum dapat disimpulkan..