Intervensi untuk mencegah lansia terjatuh perlu dipahami oleh tenaga medis karena jatuh merupakan penyebab utama cedera fatal dan non-fatal di kalangan lansia. Setiap tahunnya, sekitar 30% lansia berusia >65 tahun dan 40% lansia berusia >85 tahun mengalami cedera jatuh di seluruh dunia.[1-3]
Cedera yang dialami akibat jatuh dapat berupa fraktur pelvis, fraktur leher femur, dan berbagai fraktur lainnya, serta cedera kepala hingga hematoma subdural. Berdasarkan data yang diperoleh dari survei Behavioral Risk Factor Surveillance System dan analisis oleh CDC pada tahun 2014, terdapat 28,7% lansia yang mengalami cedera akibat jatuh dan 37,5% di antaranya memerlukan perawatan medis.[1-3]
Identifikasi Faktor Risiko Lansia Terjatuh
Persentase lansia yang mengalami cedera akibat jatuh terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Beberapa faktor risiko jatuh pada lansia adalah riwayat pernah terjatuh sebelumnya, gangguan keseimbangan, penurunan kekuatan otot, gangguan penglihatan (seperti katarak), polifarmasi, atau penggunaan obat psikoaktif.[1,4]
Selain itu, kesulitan berjalan, depresi, orthostasis, keterbatasan fungsional, usia >80 tahun, jenis kelamin wanita, inkontinensia, gangguan kognitif, arthritis, diabetes, dan nyeri juga merupakan faktor risiko lansia jatuh.[1,4]
Intervensi terhadap risiko jatuh cukup sulit untuk dilakukan. Mengingat banyaknya faktor yang dapat meningkatkan risiko jatuh, maka sebaiknya intervensi yang diberikan pada masing-masing pasien disesuaikan secara khusus dengan kondisi pasien. Identifikasi faktor risiko jatuh dan pembuatan strategi intervensi secara khusus untuk pasien dapat menurunkan risiko jatuh hingga 31% pada populasi pasien berusia >70 tahun. Secara umum, metode intervensi yang disarankan dibagi menjadi dua, yakni intervensi tunggal dan intervensi multifaktorial. [1,4-6]
Intervensi Tunggal untuk Mengurangi Risiko Lansia Terjatuh
Contoh intervensi tunggal meliputi intervensi ergonomik, program olahraga, peninjauan penggunaan obat, dan suplementasi vitamin D.[1]
Intervensi Ergonomik
Proses intervensi ergonomik perlu didampingi oleh terapis okupasi untuk menilai kondisi lingkungan rumah yang ditempati pasien. Bila ada kondisi lingkungan rumah yang meningkatkan risiko jatuh, diperlukan modifikasi lingkungan rumah. Terdapat beberapa faktor yang diperhatikan di lingkungan rumah, yakni:
- Lantai yang sesuai, misalnya lantai anti-slip, permukaan kering, tidak ada karpet
- Pencahayaan yang memadai, misalnya lampu tidur atau lampu tambahan, akses lampu sebaiknya dekat dan mudah untuk dinyalakan
- Peralatan rumah atau furnitur yang sesuai, misalnya tempat tidur dengan tinggi yang sesuai, kursi yang rendah, pegangan di samping tempat tidur, kursi dengan sandaran tangan, dan pegangan tangan di kamar mandi maupun lorong
- Tata letak yang memadai, misalnya ruang yang cukup untuk bergerak dan untuk menggunakan alat bantu jalan, area rumah tidak berantakan dan bebas dari bahaya tersandung[1,3-4]
Jenis intervensi ini paling mudah dilakukan dan tidak memakan banyak biaya.[1,3-4]
Program Olahraga
Program olahraga diperuntukkan bagi lansia yang masih kuat secara fisik dan mampu melakukannya. Jenis program olahraga yang diperlukan adalah olahraga yang melatih daya tahan, keseimbangan, resistance, dan fleksibilitas. Harapannya, olahraga dapat meningkatkan kekuatan otot tungkai bawah sehingga menurunkan risiko jatuh.[1,4,8]
Beberapa contoh olahraga yang disarankan adalah tai chi dan senam aerobik. Durasi yang dibutuhkan agar efektif adalah 3-5 jam per minggu. Program olahraga disarankan dibuat dan didampingi oleh tenaga profesional.[1,4,8]
Peninjauan Penggunaan Obat
Penggunaan obat pada lansia harus berhati-hati. Pemakaian obat >4 jenis (polifarmasi) menimbulkan beberapa masalah, mulai dari efek samping akibat interaksi obat hingga kelanjutan penggunaan obat yang tidak perlu. Tenaga medis perlu menyadari bahwa obat-obatan, terutama yang memiliki efek pada sistem saraf pusat, harus diberikan secara berhati-hati pada lansia karena mungkin memengaruhi waktu reaksi, memori, keseimbangan, dan perfusi otak.[2,4]
Hal-hal tersebut bisa meningkatkan risiko lansia terjatuh. Beberapa golongan obat yang perlu diwaspadai adalah opioid, benzodiazepin, diuretik, vasodilator, antidepresan trisiklik, relaksan otot skeletal, beta-blocker, antihistamin, dan obat tidur.[2,4]
Suplementasi Vitamin D
Suplementasi vitamin D tidak mengurangi risiko jatuh pada lansia secara universal, tetapi dapat mengurangi risiko jatuh pada lansia yang memiliki kadar vitamin D rendah. Vitamin D memiliki manfaat untuk meningkatkan kekuatan otot dan keseimbangan tubuh. Kadar vitamin D yang rendah mungkin disebabkan oleh paparan sinar matahari yang terbatas. Lansia cenderung selalu berada dalam ruangan akibat keterbatasan fisik atau gaya hidup.[1,4,9]
Sebaiknya suplementasi vitamin D dikombinasikan dengan program olahraga. Dosis suplementasi vitamin D yang dianjurkan yakni 700 IU/hari hingga 1000 IU/hari. Dosis tersebut terbukti dapat mengurangi risiko jatuh hingga 19% setelah 2-5 bulan memulai pengobatan.[1,4,9]
Intervensi Multifaktorial untuk Mencegah Risiko Jatuh pada Lansia
Setelah melakukan penilaian awal terkait faktor risiko yang meningkatkan risiko jatuh pada lansia, maka intervensi yang tepat dapat digunakan untuk mengatasi faktor risiko tersebut. Sebagian besar kasus menunjukkan >1 faktor risiko yang dapat menyebabkan jatuh pada lansia. Maka dari itu, intervensi multifaktorial lebih disarankan daripada intervensi tunggal. Intervensi multifaktorial melibatkan tim interprofesional yang bekerja secara kolaboratif.[1,9-11]
Penelitian oleh Masakazu, et al. membandingkan frekuensi jatuh pada 91 lansia yang tinggal di suatu institusi. Lansia tersebut diberikan 3 jenis intervensi yang berbeda, yaitu olahraga, suplementasi vitamin D, dan kombinasi keduanya. Kombinasi olahraga dan suplementasi vitamin D terbukti paling efektif mengurangi frekuensi jatuh di kalangan lansia yang tinggal di institusi tersebut.[9]
Kesimpulan
Jatuh merupakan penyebab utama cedera di kalangan lansia. Cedera yang dialami akibat jatuh dapat berupa fraktur pelvis, cedera kepala, hematoma subdural, bahkan kematian. Persentase lansia yang jatuh meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko jatuh, yakni faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor sosio-ekonomi, hingga faktor biologis.
Melihat banyaknya faktor yang berkontribusi meningkatkan risiko jatuh, maka intervensi yang diberikan juga sebaiknya bersifat multifaktorial dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Intervensi tunggal hanya melibatkan satu intervensi saja, misalnya intervensi ergonomik, program olahraga, dan suplementasi vitamin D. Sementara itu, intervensi multifaktorial adalah kombinasi >1 intervensi tunggal. Intervensi multifaktorial yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien menunjukkan hasil yang lebih baik.