saya mendapat pertanyaan dari user mengenai keinginan untuk berhenti menjadi penyuka sesama jenis docs, kira2 edukasi apa yg tepat dan penyebab apa saja yg...
Edukasi untuk pasien yang ingin berhenti homoseksual - Diskusi Dokter
general_alomedikaDiskusi Dokter
- Kembali ke komunitas
Edukasi untuk pasien yang ingin berhenti homoseksual
saya mendapat pertanyaan dari user mengenai keinginan untuk berhenti menjadi penyuka sesama jenis docs, kira2 edukasi apa yg tepat dan penyebab apa saja yg memicu orientasi seks seperti ini ya docs? saya membaca beberapa jurnal dan artikel tetapi masih ragu untuk memberikan suggestion. terimakasih
Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien.
Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc
dari user ,saya tanyakan dia mulai lebih tertarik dengan sesama jenis sejak usia 10 taun dok, lalu saat usia 17 taun dia sudha beberapa kali berganti ganti pasangan dok. untuk hubungan dengan ayah dna keluarga lainnya baik2 saja. untuk riwayat kekerasan seksual dna lingkungan pergaulan user tidak menjawab dok. dia hanya mengatakan sejak kecil, dia merasa lebih tertarik pada laki2. sudah mwncoba untuk dekat dengan wanita tetapi tidak ada rasa dok katanya.
lalu saya sarankan untuk ke psikolog, pendekatan secara agama dan menghindari lingkungan yg mendukung ke arah sana dok.
Iya dok, tidak ada dalam DSM-5 utk kriteria tersebut.
Lalu apa yg diterapi? Bukan homoseksualnya dok yg diterapi, tapi kondisi sekunder yg dialami akibat preferensi seksualnya tersebut.
Pada kondisi ego tertentu, ada kondisi sekunder seperti depresi, cemas, menanyakan identitas diri, nah fiksasi fase awal perkembangan itulah yg dilakukan intervensi psikodinamik ๐
Dokter benar tidak semua beragama atau memahami ajaran agamanya, lalu kita kembalikan saja dengan preferensi seksual tersebut apa masalah utamanya?
Bagaimana dengan bidang dokter terkait hal ini?
APA memang telah mengambil sikap untuk tidak menggolongkan LGBT ke dalam gangguan kejiwaan. Namun juga jangan dilupakan bahwa APA adalah asosiasi psikiater Amerika, tentu ada nilai-nilai budaya dan sosial yg berbeda dengan di Asia, khususnya di Indonesia.
Saya pribadi mengadopsi pandangan APA untuk tidak mengkategorikan LGBT ke dlm gangguan kejiwaan. Bagi saya, LGBT adalah preferensi seksual, sama seperti preferensi warna. Misnya saya lebih suka warna pink dibandingkan biru. Biasanya yg kita bantu terapi adalah dampak dari pilihan preferensi seksual ini. Misnya timbulnya gangguan depresi karena dikucilkan/distigma masyarakat. Kadang ada juga beberapa pasien LGBT yg meminta pendampingan untuk 'come out' ke keluarga mengenai preferensi seksual.
Dalam urologi, saya rasa LBGT bukan masalah khusus. Bahkan sudah ada teknik-teknik operasi untuk mengubah kelamin, baik dari pria menjadi wanita ataupun dari wanita menjadi pria. Selain itu juga dapat dilakukan supplementasi hormon misalnya pada perubahan wanita menjadi pria untuk massa otot, suara dan rambut (kumis,dsb).
Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien.
Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc
Hanya menambahkan saja,
Beberapa pasien jika kita menggunakan pendekatan agama akan lebih dapat diterima, namun memang hal tersebut memerlukan background terapis yang mumpuni,
Kalau saya, pasti refer ke rekan TS Sp.KJ.
Namun perlu hati2 bila konflik psikisnya timbul karena isu agama. Sedikit share, saya pernah bertemu beberapa pasien yang justru semakin down setelah dikunjungi oleh tim besuk. Pasiennya sudah merasa berdosa karena preferensi seksualnya, kemudian diceramahi oleh tim besuk dan dikatakan pendosa menurut ajaran agama mereka. Pasien mengatakan merasa tidak diterima dunia-akhirat. Sehingga yang tadinya hanya gangguan penyesuaian/ gangguan depresi ringan kemudian berkembang menjadi gangguan depresi sedang smp berat. Kalau pd kasus2 spt ini, ada baiknya kita bisa memilih jenis pendekatan yg lain. Prinsipnya adalah jangan sampai kita menimbulkan 'harm' tambahan bagi si pasiennya ๐
Kalau memang kasusnya pelik dan sulit, silahkan dikonsul doc. Kami siap membantu ๐
Alo dr. Margaretha,
sepertinya dapat diedukasi untuk menguatkan niat dan motivasi ya Dok. Karena ini adalah dasar utama, salah satunya karena butuh ketahanan yang kuat juga untuk meninggalkan lingkungan sebelumnya. Saya rasa penting untuk user mengetahui bahwa kelak ia akan dapat diterima di lingkungan barunya dan tidak sendirian.
Mengenai apa saja yang memicu dari yang saya baca masih perlu penelitian lebih lanjut dok. Faktor-faktor seperti pola asuh saat kecil, trauma, atau kelebihan hormon androgen saat perkembangan.
cmiiw
Alo dr. Margaretha,
sepertinya dapat diedukasi untuk menguatkan niat dan motivasi ya Dok. Karena ini adalah dasar utama, salah satunya karena butuh ketahanan yang kuat juga untuk meninggalkan lingkungan sebelumnya. Saya rasa penting untuk user mengetahui bahwa kelak ia akan dapat diterima di lingkungan barunya dan tidak sendirian.
Mengenai apa saja yang memicu dari yang saya baca masih perlu penelitian lebih lanjut dok. Faktor-faktor seperti pola asuh saat kecil, trauma, atau kelebihan hormon androgen saat perkembangan.
cmiiw
terima kasih
Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien.
Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc
terima kasih
Semoga belum terlambat saya mengikuti diskusi ini.
Saya sependapat dengan TS yg lain, namun ada yg perlu dieksplorasi lagi mengenai kondisi tersebut, seperti apa ego dominan yg ada pada diri klien. Beberapa klien dengan ego tertentu akan merasa bimbang dengan pilihannya, mohon tenaga medis tidak terburu melakukan stigma, karena pd akhirnya mereka enggan utk melanjutkan proses terapi.
Lalu ketika mereka melakukan aktivitas seksual dengan partner nya, cari info mereka berperan sebagai apa & siapa dalam hubungan itu. Hal ini penting utk mengeksplorasi psikodinamik yg nantinya bs jd modal kita utk melakukan edukasi.
Edukasi yg disampaikan boleh saja lewat pendekatan agama, sampaikan dr sisi medis juga kemungkinan apa saja yg akan terjadi, lalu yg paling penting adalah bagaimana melakukan acceptance atau penerimaan terhadap diri sendiri terlebih dahulu.
Semoga bermanfaat. Salam.
dari user ,saya tanyakan dia mulai lebih tertarik dengan sesama jenis sejak usia 10 taun dok, lalu saat usia 17 taun dia sudha beberapa kali berganti ganti pasangan dok. untuk hubungan dengan ayah dna keluarga lainnya baik2 saja. untuk riwayat kekerasan seksual dna lingkungan pergaulan user tidak menjawab dok. dia hanya mengatakan sejak kecil, dia merasa lebih tertarik pada laki2. sudah mwncoba untuk dekat dengan wanita tetapi tidak ada rasa dok katanya.
lalu saya sarankan untuk ke psikolog, pendekatan secara agama dan menghindari lingkungan yg mendukung ke arah sana dok.
Namun tentunya sulit menggali informasi tsb hanya melalui chat konsultasi ya doc. Kita tidak dapat melihat ekspresi wajah pasien/ nada suaranya saat kita menanyakan topik2 tertentu. Padahal perubahan ekspresi wajah/ nada suara bisa menjadi penanda penting bahwa kita telah 'menyentuh' topik yg sensitif bagi pasien.
Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien.
Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc
Menarik sekali topiknya. Ikut menyimak jawaban TS semua.
Sebelum memberikan edukasi, ada baiknya untuk dilakukan anamnesis mendalam dulu doc. Seperti misalnya sejak kapan user menyukai sesama jenis, riwayat perkembangan sosial hingga saat ini termasuk apakah ada peristiwa traumatik terhadap lawan jenis, dsbnya. Bisa jg ditanyakan faktor apa yg membuatnya merasa lebih nyaman menjalin hubungan dgn sesama jenis dan apakah yg memotivasinya untuk berhenti menyukai sesama jenis. Anamnesis yg lengkap ini tujuannya agar kita dapat mengerti lebih dalam kondisi user sehingga edukasi yang diberikan pun nantinya lebih tepat sasaran dan solusinya juga mampu laksana oleh pasien.
Kita sebagai terapis tugasnya mendampingi, mendukung apapun keputusan yg nanti pasien ambil (posisi netral, tanpa dipengaruhi value kita sendiri) dan membantu pasien untuk mengatasi konflik2 (internal/eksternal) yang mungkin timbul dari keputusan yg diambilnya. Bila perlu terapi, maka psikoterapi supportif dan dinamik juga boleh dilakukan doc
Ikut menyimak dok. Terima kasih ๐