Kortikosteroid memiliki potensi untuk penanganan COVID-19, tetapi pemberiannya masih bersifat kontroversial. Beberapa badan kesehatan, seperti CDC dan WHO, merekomendasikan untuk menghindari penggunaan kortikosteroid untuk COVID-19, tetapi Surviving Sepsis Campaign merekomendasikan penggunaannya pada pasien COVID-19 yang mengalami acute respiratory distress syndrome (ARDS).
World Health Organization (WHO) mengumumkan status pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) pada 11 Maret 2020 lalu. Sekarang, pandemi COVID-19 telah masuk ke fase endemik. Namun, temuan kasus aktif COVID-19 beserta kematian yang disebabkan olehnya masih terus terakumulasi.
Pedoman tata laksana COVID-19 yang telah banyak digunakan di berbagai pusat layanan kesehatan harus tetap dikaji ulang sehingga dapat selalu menyesuaikan dengan situasi terkini. Penggunaan kortikosteroid terhadap COVID-19 yang pernah diperdebatkan pada masa-masa awal pandemi COVID-19 perlu ditelaah lebih lanjut dengan menyesuaikan berbagai temuan penelitian terkini.[1-3]
Basis Bukti Ilmiah Penggunaan Kortikosteroid dalam Penanganan COVID-19
Kortikosteroid merupakan obat yang dapat memberikan efek antiinflamasi. Obat ini berperan dalam mencegah atau menurunkan intensitas badai sitokin (cytokine storm) yang terjadi pada pasien COVID-19 sehingga tidak terjadi kerusakan sistemik yang semakin masif. Penggunaan kortikosteroid pada COVID-19 dapat dilakukan secara sistemik maupun inhalasi. Berikut adalah beberapa bukti ilmiah terkait penggunaan kortikosteroid pada COVID-19.
Kortikosteroid Sistemik
Sebuah tinjauan sistematik yang melibatkan 7 uji klinis dengan 6250 pasien COVID-19 derajat berat menyimpulkan bahwa penggunaan kortikosteroid pada pasien COVID-19 menurunkan angka mortalitas secara signifikan dan mencegah progresivitas penyakit. Kortikosteroid berperan dalam menekan disfungsi imun yang menyebabkan badai sitokin pada pasien COVID-19.
Penelitian RECOVERY dilakukan di Inggris dan melibatkan 6.425 pasien COVID-19 rawat inap. Studi ini menyimpulkan bahwa kelompok pasien COVID-19 yang memerlukan oksigen tambahan atau ventilator mekanik namun diberikan tambahan obat dexamethasone sebanyak 6 mg per hari selama 10 hari mengalami perbaikan signifikan secara klinis. Hal tersebut tidak terjadi pada kelompok pasien COVID-19 yang tidak memerlukan oksigen tambahan atau ventilator mekanik.[4-6]
Penelitian CoDEX di Brazil juga mendapati temuan yang sama dengan penelitian RECOVERY. Kelompok pasien COVID-19 yang mengalami acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan mendapatkan terapi tambahan dexamethasone intravena sebanyak 20 mg pada 5 hari pertama perawatan lalu dilanjutkan dengan 10 mg pada 5 hari berikutnya mengalami perbaikan klinis yang signifikan.[7]
Tidak Ada Bukti Manfaat Kortikosteroid Sistemik pada COVID-19 Derajat Ringan:
Meskipun telah terbukti dari banyak penelitian randomized controlled trial (RCT) bahwa kortikosteroid sistemik memperbaiki luaran klinis dan menurunkan mortalitas pada pasien COVID-19 yang memerlukan oksigen tambahan, tidak ada satupun data penelitian yang menyatakan bahwa kortikosteroid akan dapat memberikan manfaat yang sama pada pasien COVID-19 derajat ringan yang tidak memerlukan oksigen tambahan. Kortikosteroid pada kelompok pasien tersebut justru dapat menimbulkan kerugian.
Penggunaan kortikosteroid pada kasus COVID-19 derajat ringan telah dikaitkan dengan perlambatan eliminasi virus. Penggunaan kortikosteroid juga telah dikaitkan dengan cedera paru dan fibrosis intestinal.[5,8,20,21]
Bukti Ilmiah yang Tidak Mendukung Penggunaan Kortikosteroid Sistemik:
Meta analisis yang melibatkan 5 studi retrospektif menyimpulkan bahwa pemberian kortikosteroid pada pasien COVID-19 justru berpotensi meningkatkan risiko kematian. Demikian juga dengan meta analisis lain yang mengevaluasi kohort dan case series, didapatkan bahwa kortikosteroid tidak menurunkan risiko kematian, mempersingkat resolusi gejala, ataupun virus clearance time.[6,9]
Pilihan Obat Kortikosteroid Sistemik untuk COVID-19:
Beberapa obat golongan kortikosteroid yang dapat digunakan pada pasien COVID-19 dengan terapi oksigen suplemental adalah:
- Dexamethasone 6-12 mg per hari
Prednison 40 mg per hari
Methylprednisolone 32 mg per hari
- Hydrocortisone 160 mg per hari.
Dexamethasone lebih disukai karena telah terbukti memiliki efek mineralokortikoid yang minimal dengan aktivitas glukokortikoid yang maksimal, sehingga tidak begitu banyak berpengaruh terhadap keseimbangan natrium dan cairan plasma darah namun tetap dapat memberikan efek antiinflamasi yang kuat. Efek samping berupa retensi cairan dan hiperglikemia perlu diwaspadai. Kortikosteroid yang memiliki aktivitas mineralokortikoid yang kuat dapat memicu terjadinya gagal jantung karena retensi cairan yang berlebihan.[5,10,11]
Kortikosteroid Inhalasi
Menurut studi in-vitro, SARS-COV2 menunjukkan aktivitas sitopatik melalui blokade replikasi oleh budesonide. Hal ini menjadi landasan berpikir diajukannya hipotesis bahwa kortikosteroid inhalasi dapat mencegah penyakit COVID-19. Meski demikian, belum ada bukti ilmiah adekuat untuk mendukung hipotesis ini.[12,13]
Beberapa penelitian in vivo terkait penggunaan kortikosteroid inhalasi pada pasien COVID-19 masih memunculkan perbedaan kesimpulan. Uji klinis di Kanada dan Amerika Serikat tidak mendapati adanya perbedaan resolusi gejala pernapasan pasien COVID-19 pada kelompok yang diberi inhalasi ciclesonide dan plasebo. Meski demikian, penelitian open label di Inggris yang melibatkan pasien COVID-19 rawat jalan dan gejala ringan melaporkan bahwa budesonide dapat mempersingkat waktu pemulihan dan menurunkan risiko kegawatdaruratan.[14-17]
Kurangnya jumlah pasien dan bukti ilmiah dengan kualitas metodologi yang baik menyebabkan belum adanya pedoman resmi yang mendukung atau menentang penggunaan kortikosteroid inhalasi pada pasien COVID-19. Sementara itu, untuk pasien yang telah rutin menggunakan kortikosteroid inhalasi, misalnya pasien asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), tidak ada bukti bahwa penggunaan kortikosteroid harus dihindari selama masa pandemi COVID-19.[5,18]
Rekomendasi CDC tentang Penggunaan Kortikosteroid pada COVID-19
Menurut rekomendasi CDC, kortikosteroid sistemik tidak diberikan secara rutin untuk menangani pasien COVID-19 yang menjalani rawat jalan tanpa memerlukan oksigen tambahan. CDC juga merekomendasikan untuk tidak memberikan terapi antibiotik secara rutin untuk pasien COVID-19.[19]
Pada pasien COVID-19 yang sedang hamil dan memerlukan terapi oksigen tambahan atau ventilator mekanik, direkomendasikan pemberian betamethasone atau dexamethasone jangka pendek untuk menurunkan komplikasi kelahiran preterm dan mortalitas ibu.
Pada pasien COVID-19 usia anak-anak, pemberian dexamethasone dianjurkan pada kondisi COVID-19 yang memerlukan terapi oksigen tambahan seperti high-flow oxygen, non-invasive ventilation, mechanical ventilation, atau extracorporeal membrane oxygenation. Pasien COVID-19 usia anak-anak yang hanya memerlukan terapi oksigen tambahan dengan kanul tidak dianggap memerlukan kortikosteroid secara rutin, namun dapat dipertimbangkan sesuai skenario klinis masing-masing.
Penggunaan kortikosteroid pada pasien COVID-19 usia anak-anak yang memiliki kondisi immunocompromised belum diteliti lebih jauh dan dianggap justru berpotensi merugikan.
Dosis rekomendasi kortikosteroid sistemik pada pasien COVID-19 usia anak-anak adalah 0,15 mg/kgBB per injeksi, maksimum 6 mg per hari selama maksimal 10 hari. Sementara itu, pada pasien COVID-19 usia anak-anak yang juga mengalami multisystem inflammatory syndrome dianjurkan pemberian methylprednisolone 1-2 mg/kg per injeksi intravena sebanyak 1 kali injeksi per hari.[5]
Rekomendasi Nasional tentang Penggunaan Kortikosteroid terhadap COVID-19
Berdasarkan Buku Pedoman Tata Laksana COVID-19 Edisi IV, penggunaan kortikosteroid sistemik pada pasien COVID-19 hanya dianjurkan pada kasus berat yang memerlukan terapi oksigen tambahan atau ventilator. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah dexamethasone dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau methylprednisolone 32 mg/24 jam atau hydrocortisone 160 mg/24 jam.
Penggunaan kortikosteroid juga dapat dipertimbangkan pada kondisi post COVID-19 inflammatory lung disease. Khusus untuk pasien yang memiliki asma, PPOK, atau penyakit autoimun yang telah rutin menggunakan kortikosteroid inhalasi untuk mengendalikan penyakitnya, tidak ada anjuran untuk menghentikan pemakaian kortikosteroid inhalasinya selama pandemi berlangsung.[18]
Kesimpulan
Kortikosteroid merupakan golongan obat yang dapat memberikan efek antiinflamasi sehingga pada penggunaan yang tepat akan dapat meredam kerusakan sistem organ respirasi akibat badai sitokin COVID-19. Penggunaan kortikosteroid sistemik terbukti bermanfaat pada pasien COVID-19 derajat berat yang memerlukan terapi oksigen tambahan atau ventilator mekanik. Dexamethasone merupakan jenis kortikosteroid yang paling banyak diteliti dan terbukti memperbaiki luaran klinis pada pasien COVID-19 derajat berat. Pada kasus COVID-19 derajat ringan-sedang, kortikosteroid tidak diperlukan.
Belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk merekomendasikan diberikannya kortikosteroid inhalasi pada pasien COVID-19 sehingga perlu dikaji lebih jauh. Pada pasien yang telah rutin menggunakan kortikosteroid inhalasi, tidak ada bukti bahwa kortikosteroid inhalasi memperberat risiko terinfeksi COVID-19 sehingga penggunaannya tidak perlu dihentikan.
Penulisan pertama oleh: dr. Eduward Jansen Thendiono, Sp.PD