Infeksi varicella zoster pada kehamilan memiliki implikasi yang signifikan bagi kesehatan ibu dan janin sehingga manajemennya perlu dipahami oleh dokter. Walaupun komplikasi varicella zoster jarang terjadi, potensi morbiditas yang serius pada ibu dan janin, seperti varicella pneumonia maternal, sindrom varicella kongenital, dan varicella neonatal, tidak dapat diabaikan.
Manajemen yang tepat yakni pemberian antivirus, pemberian varicella-zoster immune globulin (VZIG), dan vaksinasi varicella perlu dipahami klinisi untuk mengurangi sekuele yang dapat ditimbulkan varicella pada kehamilan.
Varicella Tanpa Komplikasi
Gambaran klinis varicella adalah makula, vesikel, dan pustul yang timbul pada wajah, dada, punggung, dan ekstremitas. Dengan demikian, pasien varicella biasanya memiliki lesi di berbagai tahap perkembangan. Pembentukan vesikel baru umumnya berhenti dalam waktu empat hari. Manifestasi klinis varicella biasanya didahului dengan demam, malaise, dan mialgia satu hingga empat hari sebelum timbulnya ruam.[1,2]
Varicella Pneumonia Maternal
Varicella pneumonia maternal adalah salah satu komplikasi infeksi varicella zoster virus (VZV) yang paling umum terjadi pada ibu hamil. Sekitar 10–20% dari ibu hamil yang terinfeksi VZV mengalami komplikasi, yakni pneumonia. Hal ini menunjukkan bahwa angka morbiditas dan mortalitas varicella pada ibu hamil lebih besar daripada orang dewasa yang tidak hamil. Risiko pneumonia meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan.[1,3]
Pneumonia biasanya berkembang dalam satu minggu setelah ruam. Tanda dan gejala varicella pneumonia yang dominan pada kehamilan adalah batuk, dispnea, demam, dan takipnea. Perjalanan klinis varicella pneumonia maternal tidak dapat diprediksi dan dapat dengan cepat berkembang menjadi hipoksia dan gagal napas. Temuan rontgen toraks pada varicella pneumonia adalah infiltratif difus atau milier/nodular dalam distribusi peribronkial yang melibatkan kedua paru-paru.[3,4]
Sindrom Varicella Kongenital (SVK)
Lebih dari 25% kasus infeksi VZV pada ibu hamil akan menyebabkan infeksi intrauterine pada trimester pertama dan kedua kehamilan. Sekitar 12% dari janin yang terinfeksi mengalami kelainan kongenital, yaitu sindrom varicella kongenital.
Namun, sebuah studi kohort menunjukkan bahwa janin berisiko mengalami sindrom varicella kongenital apabila ibu terinfeksi varicella pada usia kehamilan 20-28 minggu dan tidak ditemukan kelainan kongenital apabila infeksi varicella terjadi pada usia kehamilan di atas 28 minggu.
Sindrom varicella kongenital dikaitkan dengan tingkat kematian 30% dalam beberapa bulan pertama kehidupan dan 15% risiko terkena herpes zoster dalam empat tahun pertama kehidupan.[3]
Mekanisme SVK diduga disebabkan oleh reaktivasi VZV intrauterine yang mirip dengan mekanisme perkembangan herpes zoster.
Gambaran klinis sindrom varicella kongenital ditandai dengan temuan-temuan berikut:
- Skar pada kulit dengan pola dermatomal
- Kelainan neurologis, seperti retardasi mental, mikrosefali, hidrosefalus, kejang, sindrom Horner
- Kelainan okular, seperti atrofi saraf optik, katarak, chorioretinitis, mikroftalmia, nistagmus
- Kelainan tungkai, seperti hipoplasia, atrofi, paresis
- Kelainan gastrointestinal, seperti gastroesophageal reflux dan atretic atau stenotic bowel
- Berat badan lahir rendah[1,4]
Diagnosis SVK dapat ditegakkan dengan riwayat varicella saat ibu hamil disertai lesi kulit dermatomal dengan atau tanpa kelainan neurologis, kelainan okular, atau kelainan tungkai.
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) cairan amnion untuk VZV DNA adalah metode terbaru untuk menentukan apakah janin telah terinfeksi varicella. Selain itu, diagnosis prenatal dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG. Pada janin yang telah terinfeksi akan tampak kelainan bentuk tungkai, mikrosefali, hidrosefali, polihidramnion, kalsifikasi jaringan lunak, dan intrauterine growth restriction (IUGR).[1,3,4]
Varicella Neonatal
Varicella neonatal terjadi apabila ibu terinfeksi VZV pada trimester ketiga kehamilan. Transmisi dari ibu ke bayi dapat melalui transplasental viremia, kontaminasi langsung selama persalinan (lesi kulit dan darah), dan kontaminasi setelah lahir melalui droplet atau kontak kulit dengan vesikel yang terinfeksi.
Periode risiko tertinggi adalah 5 hari sebelum persalinan sampai 2 hari setelah persalinan. Pada jangka waktu ini, bayi akan terpajan pada viral load yang tinggi tetapi tidak memiliki waktu untuk mendapatkan antibodi dari ibu yang cukup.[3,5]
Manajemen Varicella pada Kehamilan
Acyclovir dapat menghambat replikasi virus sehingga menghambat transmisi varicella secara transplasental. Pengobatan varicella dengan acyclovir oral, baik dengan varicella-zoster immune globulin (VZIG) maupun tanpa VZIG, direkomendasikan untuk semua wanita hamil yang terinfeksi varicella. Profilaksis antiviral paling baik diberikan pada hari ke-7 setelah pajanan. Terapi antiviral dapat menggunakan acyclovir, dengan dosis 800 mg 5 kali sehari, atau valacyclovir, dengan dosis 1 gram 3 kali sehari.
Sebuah uji coba terkontrol plasebo secara acak pada pria dewasa dan wanita dewasa yang tidak hamil dengan infeksi varicella primer mengevaluasi keberhasilan pengobatan acyclovir dalam 72 jam setelah onset gejala. Percobaan menunjukkan bahwa pengobatan acyclovir dikaitkan dengan penyembuhan lesi kulit yang lebih cepat dan durasi demam yang lebih pendek, jika dimulai dalam 24 jam setelah timbulnya gejala.[3,6]
Acyclovir diketahui dapat melewati plasenta dan ditemukan pada cairan ketuban, darah umbilikus, dan jaringan lainnya pada janin. Meskipun demikian, acyclovir ditemukan tidak terakumulasi di janin dan tidak memiliki manfaat maupun risiko pada janin.[3,7]
Manajemen Varicella Pneumonia Maternal
Semua wanita hamil dengan varicella pneumonia sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk observasi dan pemberian antiviral. Meskipun tidak ada uji coba terkontrol secara acak dari acyclovir untuk pengobatan varicella pneumonia, data pengamatan menunjukkan bahwa angka mortalitas lebih rendah sejak antiviral umum digunakan untuk varicella zoster.[1]
Pada komplikasi kehamilan berat, seperti pneumonia, pemberian acyclovir secara intravena lebih dipilih daripada oral karena bioavailabilitasnya. Dosis acyclovir intravena untuk varicella pneumonia maternal adalah 10–15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5-10 hari, dimulai dalam 24-72 jam setelah ruam muncul.[3]
Rekomendasi Terkait Manajemen Varicella Zoster pada Kehamilan
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk ibu hamil yang terinfeksi varicella, pada usia kehamilan 20 minggu atau kurang, jika onset ruam ditemukan dalam 24 jam. Walaupun tidak terbukti dapat menyebabkan malformasi kongenital, RCOG tidak menyarankan pemberian acyclovir pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan risikonya harus didiskusikan dengan pasien.
Untuk wanita hamil dengan gejala varicella yang parah, seperti varicella pneumonia, RCOG merekomendasikan pemberian acyclovir intravena. Selain itu, pemberian VZIG tidak memiliki manfaat terapeutik jika pasien sudah terinfeksi varicella, sehingga VZIG tidak boleh digunakan pada wanita hamil yang sudah mengalami ruam varicella.[8]
Profilaksis Setelah Ibu Hamil Terpapar Varicella
Varicella-zoster immune globulin (VZIG) akan efektif apabila diberikan secepat mungkin setelah ibu hamil terpapar dengan pasien varicella. VZIG telah terbukti menurunkan angka infeksi varicella jika diberikan dalam 72–96 jam setelah terpapar.[9]
Efektivitas VZIG yang diberikan lebih dari 96 jam setelah paparan awal belum dievaluasi. Namun, meskipun VZIG sebaiknya diberikan dalam 96 jam setelah paparan, masih dapat efektif jika diberikan hingga 10 hari setelah paparan (10 hari sebelum muncul ruam varicella pada ibu hamil).[8,9]
Vaksinasi varicella sebelum hamil atau setelah persalinan merupakan pilihan yang harus dipertimbangkan pada wanita dengan VZV IgG seronegatif. Wanita yang teridentifikasi seronegatif saat hamil dapat ditawarkan untuk vaksinasi setelah persalinan. Vaksinasi varicella merupakan vaksin hidup yang dilemahkan sehingga tidak direkomendasikan untuk diberikan selama kehamilan.[8]
Manajemen Varicella pada Neonatus
Untuk varicella neonatal, Royal College of Paediatric and Child Health (RCPCH) merekomendasikan pemberian acyclovir secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB/hari dibagi menjadi tiga dosis selama 10 hari, diberikan dari hari ke-7 setelah timbulnya ruam pada ibu. Apabila tidak ada akses intravena, acyclovir dapat diberikan per oral. Walaupun periode tertentu, yaitu 5 hari sebelum persalinan sampai 2 hari setelah persalinan, merupakan periode dengan risiko tinggi akan morbiditas dan mortalitas, terapi preventif tetap diperlukan bahkan untuk neonatus yang asimtomatik.
Pada neonatus dengan ibu mengalami gejala setelah persalinan, hari ke-3 sampai ke-28 setelah persalinan, RCPCH merekomendasikan pemberian acyclovir per oral dengan dosis 80 mg/kgBB/hari dibagi menjadi empat dosis selama 7–10 hari, diberikan dari hari ke-7 setelah timbulnya ruam pada ibu. Pada kelompok ini juga dianjurkan untuk diberikan terapi preventif pada neonatus.[5]
Kesimpulan
Varicella umumnya merupakan penyakit ringan yang sembuh sendiri pada individu yang sehat, tetapi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas apabila terjadi selama kehamilan. Varicella pneumonia maternal adalah salah satu komplikasi infeksi varicella yang paling umum terjadi pada ibu hamil. Perjalanan klinis varicella pneumonia tidak dapat diprediksi dan dapat dengan cepat berkembang menjadi hipoksia dan kegagalan pernapasan, dengan tingkat kematian yang tinggi pada infeksi yang tidak diobati.
Infeksi varicella zoster pada ibu hamil dapat menyebabkan infeksi intrauterine pada trimester pertama dan kedua kehamilan, yaitu sindrom varicella kongenital (SVK). Diagnosis SVK dapat ditegakkan dengan riwayat varicella saat ibu hamil serta lesi kulit dermatomal dengan atau tanpa kelainan neurologis, kelainan okular, atau kelainan tungkai.
Varicella neonatal terjadi apabila ibu terinfeksi varicella pada trimester ketiga kehamilan. Transmisi dari ibu ke bayi dapat melalui transplasental, kontaminasi langsung selama persalinan (lesi kulit, darah), dan kontaminasi setelah lahir melalui droplet atau kontak kulit dengan vesikel yang terinfeksi.
Acyclovir direkomendasikan untuk wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau kurang, jika onset ruam ditemukan dalam 24 jam. Penggunaan acyclovir dapat secara oral pada varicella pada kehamilan tanpa komplikasi, dengan dosis 800 mg 5 kali sehari; dan secara intravena pada varicella pneumonia, dengan dosis 10–15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5-10 hari, dimulai dalam 24-72 jam setelah ruam muncul.
Varicella-zoster immune globulin (VZIG) akan efektif apabila diberikan secepat mungkin setelah ibu hamil terpapar dengan pasien varicella sampai 10 hari berikutnya (10 hari sebelum muncul ruam varicella pada ibu hamil).
Vaksinasi varicella sebelum hamil atau setelah persalinan merupakan pilihan yang harus dipertimbangkan pada wanita dengan VZV IgG seronegatif.
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari