Salah satu komplikasi stroke adalah kejang pasca stroke, di mana epilepsi pasca stroke akan muncul jika kejang atau bangkitan terjadi berulang. Sebagai upaya pencegahannya, apakah obat antibangkitan direkomendasikan untuk semua pasien pasca stroke?[2-4]
Berdasarkan riset kesehatan dasar nasional tahun 2018 (RISKESDAS 2018), stroke merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di Indonesia. Selain itu, diketahui bahwa stroke merupakan penyebab utama terjadinya epilepsi pada usia dewasa dan lanjut. Sebanyak 3‒30 % penderita stroke akan mengalami epilepsi pasca stroke.[1-3]
Epilepsi Pasca Stroke
Sebanyak 11‒25% penderita epilepsi disebabkan oleh stroke, baik iskemik maupun hemoragik. Kejadian epilepsi pasca stroke ini meningkatkan morbiditas dan mortalitas stroke, serta menurunkan kualitas hidup penderita.[2]
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 2010, berdasarkan waktunya, kejang pasca stroke dibedakan menjadi early post stroke seizure (kejang terjadi <30 hari pasca stroke) dan late post stroke seizure (kejang terjadi >30 hari onset stroke). Kedua jenis kejang ini penting untuk dibedakan karena berkaitan dengan rekurensi dan perlunya pemberian obat antibangkitan.[5,6]
Kejang pasca stroke yang terjadi awal memiliki tingkat rekurensi yang lebih tinggi (50%) daripada yang terjadi lambat (30%). Apabila kejang terjadi berulang, maka disebut sebagai epilepsi pasca stroke.[6]
Faktor Risiko Epilepsi Pasca Stroke
Risiko epilepsi pasca stroke lebih tinggi pada stroke dengan kriteria berikut:
- Stroke hemoragik dan perdarahan subaraknoid
- Lesi stroke pada kortikal, terutama di area serebri media
- Tingkat keparahan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) yang tinggi
- Penderita stroke usia muda (<65 tahun)
- Komorbid intrakranial, seperti early post stroke seizure, dementia, dan penyakit pembuluh darah kecil
- Komorbid ekstrakranial, antara lain hipertensi dan infeksi
- Genetik atau riwayat kejang pada keluarga[7]
Kemungkinan Terjadi Epilepsi Pasca Stroke
Kemungkinan terjadinya early post stroke seizure dapat diprediksi dengan pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) pada pasien pasca stroke. Namun, pemeriksaan ini tidak tersedia secara luas, dan belum ada standar penggunaannya pada setiap pasien stroke. Sementara itu, prediksi terjadinya late post stroke seizure dapat dengan skor SeLECT (tabel 1).[8]
Tabel 1. Parameter dan Skor SeLECT
Parameter | Skor | |
Keparahan stroke | NIHSS <3 | 0 |
NIHSS 4‒10 | 1 | |
NIHSS >11 | 2 | |
Aterosklerosis pembuluh darah besar | Tidak ada | 0 |
Ada | 1 | |
Early post stroke seizure | Tidak ada | 0 |
Ada | 3 | |
Keterlibatan korteks | Tidak | 0 |
Ya | 2 | |
Teritori serebri media | Tidak | 0 |
Ya | 1 |
Sumber: Ade, 2023.[8]
Skor SeLECT di atas merupakan data untuk memprediksi risiko kumulatif 5 tahun terjadinya late post stroke seizure (tabel 2). Bila skor SeLECT mencapai maksimal 9, maka risiko terjadi late post stroke seizure hingga 5 tahun setelah onset stroke mencapai 93%. Skor SeLECT nol juga masih memiliki risiko late post stroke seizure hingga 1,8%.[8]
Tabel 2. Skor SeLECT dan Risiko Late Post Stroke Seizure
Skor SeLECT | Risiko Kumulatif 5 Tahun Terjadi Late Post Stroke Seizure (95% Interval Kepercayaan) |
0 | 1,3% (0,7‒1,8%) |
1 | 2% (1‒3%) |
2 | 4% (3‒5%) |
3 | 6% (5‒8%) |
4 | 11% (9‒13%) |
5 | 18% (15‒21%) |
6 | 29% (23‒35%) |
7 | 45% (34‒54%) |
8 | 65% (48‒76%) |
9 | 83% (62‒93%) |
Sumber: Ade, 2023.[8]
Tata Laksana Kejang Pasca Stroke dengan Obat Antibangkitan
Tujuan tata laksana kejang pasca stroke adalah mencegah perkembangan penyakit menjadi epilepsi pasca stroke. Terdapat 3 jenis strategi profilaksis menggunakan obat antibangkitan, yaitu:
- Profilaksis primer jangka panjang: pasien mendapatkan obat antibangkitan sebelum terjadi kejang, kemudian dilanjutkan jangka panjang
- Profilaksis sekunder jangka pendek: obat antibangkitan diberikan untuk pasien yang mengalami early post stroke seizure (<1 minggu), di mana obat diberikan selama 1 minggu dan kemudian dihentikan
- Profilaksis sekunder jangka panjang: obat antibangkitan diberikan untuk pasien yang mengalami late post stroke seizure[8]
Dari berbagai studi terbaru, rekomendasi tata laksana kejang pasca stroke menggunakan obat antibangkitan generasi baru, yaitu levetiracetam dan lamotrigin. Pertimbangan penggunaan obat ini karena tolerabilitas yang lebih baik, efek samping yang lebih sedikit (terutama efek samping kardiovaskular), serta potensi interaksi obat yang minimal.[10]
Dosis levetiracetam yang direkomendasikan adalah 1.000‒3.000 mg/hari. Sementara, pemberian lamotrigin dapat mulai dengan dosis inisial 25 mg/hari, kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai dosis rumatan 200 mg/hari.[10]
Rekomendasi dan Studi Penggunaan Obat Antibangkitan pada Pasien Pasca Stroke
Berdasarkan pedoman dari organisasi stroke Eropa, pemberian obat antibangkitan hanya dianjurkan untuk pasien pasca stroke dengan late post stroke seizure, baik stroke iskemik maupun hemoragik. Hal ini karena tidak ada bukti yang cukup kuat untuk merekomendasikan pemberian obat antibangkitan sebagai prevensi primer pasien pasca stroke. Pemberian obat antibangkitan ini diberikan jangka panjang untuk mencegah kemungkinan terjadinya kejang berulang.[9]
Studi oleh Jones et al juga tidak merekomendasikan pemberian obat antibangkitan sebagai prevensi primer pasien pasca stroke. Walaupun, berbeda dengan pedoman, studi ini melaporkan luaran yang baik dengan pemberian profilaksis sekunder untuk pasien yang mengalami early post stroke seizure.
Pemberian profilaksis sekunder pada kondisi ini dipercaya dapat mencegah potensi kerusakan sel-sel saraf yang diakibatkan oleh kejang. Oleh karena itu, pemberian obat antibangkitan berpotensi memberikan manfaat yang melebihi risiko, terutama jika menggunakan obat antibangkitan generasi baru dengan profil keamanan yang diduga lebih baik.[8]
Kesimpulan
Kejang atau bangkitan pasca stroke merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi setelah stroke iskemik akut. Pemberian obat antibangkitan profilaksis tidak direkomendasikan pada setiap kejang pasca stroke, karena tidak ada bukti ilmiah yang cukup kuat.
Selain itu, pemberian obat antibangkitan jangka panjang juga memiliki efek samping dan risiko interaksi obat. Pemberian obat antibangkitan profilaksis hanya direkomendasikan untuk pasien dengan late post stroke seizure (kejang terjadi >30 hari onset stroke), karena berisiko mengakibatkan epilepsi pasca stroke.