Pengawasan Klinis Dextromethorphan
Pengawasan klinis dextromethorphan jarang diperlukan. Obat ini umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan memiliki jendela terapeutik yang lebar.[1] Meski demikian, pada beberapa kondisi, diperlukan pemantauan terkait risiko penyalahgunaan, overdosis, dan sindrom serotonin.
Penyalahgunaan Zat
Penyalahgunaan dextromethrophan pernah dilaporkan. Hal ini karena penggunaan dextromethorphan dalam dosis besar dapat memberi efek euforia, stimulasi saraf pusat, hingga halusinasi visual dan auditori. Oleh karenanya, penggunaan obat ini memerlukan pemantauan dan tidak disarankan pada pasien yang memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Di Amerika Serikat, diperkirakan 1 juta dewasa muda melakukan penyalahgunaan obat batuk-pilek setiap tahunnya. Hal ini dikaitkan dengan sekitar 6000 kunjungan ke unit gawat darurat setiap tahun.
Jika dextromethorphan disalahgunakan dalam jangka waktu yang lama, terdapat risiko keracunan bromida karena dextromethorphan umumnya tersedia dalam bentuk dextromethorphan HBr.[1-3]
Overdosis
Dextromethorphan merupakan obat yang dijual bebas dalam bentuk kombinasi dengan obat lain. Obat ini umumnya digunakan untuk meredakan batuk, misalnya pada kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan common cold. Dalam dosis terapeutik, dextromethorphan umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Namun, overdosis dapat terjadi karena kesalahan penggunaan, misalnya karena penggunaan 2 sediaan obat batuk-pilek dengan komposisi yang tumpang tindih.
Pasien overdosis dapat menunjukkan gejala seperti midriasis, mual, muntah, depresi saraf pusat, eksitasi, letargi, nistagmus, sindrom serotonin, penurunan kesadaran, disarthria, kebingungan, gejala psikotik, dan depresi napas. Tata laksana yang diberikan bersifat suportif dan simptomatik. Selain itu, penggunaan naloxone telah dilaporkan efektif pada beberapa kasus.[2,4]
Sindrom Serotonin
Penggunaan dextromethorphan dapat meningkatkan risiko sindrom serotonin. Risiko akan meningkat jika obat ini digunakan dengan obat serotonergik, seperti fluoxetine dan paroxetine.
Gejala sindrom serotonin antara lain:
- Perubahan status mental: agitasi, halusinasi, delirium, hingga koma
- Instabilitas autonom: takikardia, tekanan darah yang tidak stabil, pusing, diaforesis, flushing, dan hipertermia
- Gejala neuromuskular: tremor, rigiditas, mioklonus, hiperrefleksia, dan inkoordinasi
- Kejang
- Gejala gastrointestinal: mual, muntah, dan diare[1,2,4]