Farmakologi Haloperidol
Farmakologi haloperidol didasarkan pada kemampuannya untuk menghambat reseptor dopamin D2, sehingga memberikan efek antipsikotik. Haloperidol dapat diabsorpsi hampir seluruhnya pada pemberian intravena dan intramuskular. Resistensi haloperidol dapat terjadi pada treatment resistant skizofrenia.
Farmakodinamik
Haloperidol termasuk ke dalam golongan antipsikotik generasi pertama, atau dikenal juga dengan sebutan antipsikotik tipikal. Cara kerja haloperidol adalah dengan menghambat reseptor dopamin D2 di otak. Saat 72% reseptor dopamin dihambat, obat ini mencapai efek maksimalnya. Haloperidol bersifat tidak selektif terhadap reseptor D2.
Selain menghambat reseptor dopamin D2, haloperidol juga menghambat reseptor noradrenergik, kolinergik, dan histaminergik. Akibatnya, sering terjadi efek tidak diinginkan (adverse drug reaction) akibat pemakaian haloperidol, seperti drug induced parkisonism dan distonia. Dibanding antipsikotik tipikal lainnya, misalnya chlorpromazine, efek samping dari haloperidol biasanya lebih rendah, kecuali terhadap kejadian sindrom ekstrapiramidal.[1,2]
Blokade Reseptor Dopamin Postsinaptik (D2)
Antipsikotik generasi pertama, termasuk haloperidol, diduga bekerja dengan memblokir reseptor dopamin postsinaptik (D2) dalam sistem mesolimbik otak. Hipotesis dopamin menyatakan bahwa obat antipsikotik menurunkan gejala psikosis positif dengan menurunkan aktivitas dopamin pada sistem mesolimbik otak tersebut.[1,9]
Secara total, terdapat 4 jalur dopamin utama pada otak yaitu jalur nigrostriatal, jalur tuberoinfundibular, mesokortikal, dan mesolimbik. Haloperidol sebagai antipskotik golongan pertama dapat memblokir semua jalur dopamin utama tersebut sehingga dapat menyebabkan efek samping:
- Jalur nigrostriatal: salah satu fungsi utama jalur nigrostriatal adalah untuk pergerakan. Antagonisme pada reseptor D2 pada jalur ini dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal
- Jalur tuberoinfundibular: pada jalur ini dopamine bekerja sebagai suatu faktor inhibisi prolaktin. Blokade pada jalur ini dapat menyebabkan sekresi prolaktin yang berlebih oleh hipofisis sehingga terjadi hiperprolaktinemia
- Jalur mesokortikal: patofisiologi skizofrenia juga mencakup disfungsi pada jalur mesokortikal sehingga terjadi gangguan kognitif dan dan gejala negatif. Blokade pada jalur ini dapat menyebabkan gejala negatif sekunder dan efek kognitif
- Jalur mesolimbic: patofisiologi utama skizofrenia mencakup hipotesa dopamin yang menyatakan timbulnya gejala positif oleh karena berlebihannya dopamin pada jalur ini. Blokade pada jalur ini oleh antipsikotik generasi pertama menyebabkan penurunan gejala skizofrenia tersebut[1]
Blokade Reseptor Lain
Selain memiliki afinitas untuk memblokade dopamin pada reseptor postsinaptik (D2), haloperidol juga memiliki afinitas untuk memblokir reseptor-reseptor lainnya, seperti reseptor serotonergik 5HT2 dan adrenergik alfa-2b.[1]
Farmakokinetik
Pada pemberian intravena atau intramuskular, haloperidol diabsorpsi hampir seluruhnya. Pada pemberian haloperidol intravena (off label), onset kerja dapat dicapai dalam hitungan detik. Haloperidol mengalami metabolisme di hati, melalui kerja enzim cytochrome (CYP) P450. Sebagian besar haloperidol diekskresikan melalui urin.
Absorpsi
Bioavailabilitas haloperidol oral adalah sekitar 60–70%. Tingkat konsentrasi plasma tertinggi dapat terjadi setelah 2–6 jam. Waktu paruh adalah sekitar 18 jam. Haloperidol laktat dapat diberikan secara intravena (off label) maupun intramuskular dengan absorpsi hampir secara keseluruhannya. Pada suntikan intravena, bioavailabilitas adalah 100% dan onset dapat terjadi dalam hitungan detik dan berlangsung selama sekitar 4–6 jam tergantung dari seberapa cepat infus diberikan.[4,10]
Onset pada pemberian intramuskular dan intravena lambat dapat terjadi setelah 20 menit pada orang yang sehat, dan 34 menit pada pasien skizofrenia. Waktu paruh juga adalah sekitar 18 jam mirip dengan pemberian oral.[4,10]
Haloperidol dekanoat hanya bisa diberikan secara intramuskular dan juga diabsorpsi hampir secara keseluruhannya. Haloperidol dekanoat terutama diberikan pada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi obat secara teratur, dan disuntikan secara bulanan. Tingkat konsentrasi plasma tertinggi haloperidol dekanoat terjadi setelah 6–7 hari dengan waktu paruh sekitar 3 minggu.[4,10]
Distribusi Haloperidol
Pada dewasa, haloperidol terikat pada protein sebanyak 90%. Haloperidol dapat terdistribusi cukup cepat pada jaringan dengan volume distribution (Vd) 8–18 L/kg, dan dapat melewati sawar darah otak. Obat juga dapat melewati plasenta dan diekskresikan dalam air susu ibu (ASI).[2]
Metabolisme
Metabolisme haloperidol banyak dilakukan pada hati dan melalui proses glukoronidasi, reduksi, dan oksidasi. Enzim cytochrome (CYP) P450, misalnya CYP3A4 dan CYPD6, berperan dalam metabolisme haloperidol. Inhibisi atau penurunan jumlah enzim tersebut dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi haloperidol.[2,10]
Ekskresi
Ekskresi haloperidol dilakukan melalui urin dan feses. Sekitar 40% dari dosis haloperidol oral akan diekskresikan pada urin dalam waktu 5 hari. Sedangkan sebanyak 15% akan diekskresikan pada feses melalui bilier.[2,10]
Resistensi
Resistensi terhadap haloperidol dapat ditemukan pada kasus skizofrenia yang resisten terhadap terapi (treatment resistant schizophrenia). Definisinya adalah skizofrenia yang tidak berespon terhadap 2 macam atau lebih trial terapi antipsikotik yang berbeda, meski telah diberikan dalam dosis teraupetik selama 6 minggu. Pada kasus treatment resistant schizophrenia, sebaiknya ganti antipsikotik menjadi clozapine.[12]
Suatu trial antipsikotik tipikal dapat didefinisikan sebagai pemberian obat selama 6 minggu pada dosis yang setara dengan chlorpromazine 1000 mg/hari, misalnya haloperidol 30 mg/hari. Walau demikian, penggunaan dosis yang begitu tinggi tidak disarankan. Pemberian haloperidol sebanyak 20 mg/hari selama 6–8 minggu yang tidak memberikan respon adekuat sudah dapat dianggap sebagai kegagalan terapi.[13,14]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra