Opsi analgesik untuk nyeri herpes bervariasi tergantung dari derajat nyerinya. Secara umum, modalitas penatalaksanaan nyeri herpes dapat dibagi menjadi terapi akut dan terapi post herpetic neuralgia.
Herpes Zoster atau yang sering disebut shingles adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella-zoster yang di dapat dari pajanan infeksi varicella primer sebelumnya. Faktor yang bisa memicu reaktivasi dari virus ini adalah turunnya imunitas tubuh, seperti pada kasus HIV, kemoterapi, malignansi, ataupun pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Reaktivasi virus varicella-zoster dari dorsal root ganglia akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu ruam herpetiform yang menyebar sesuai garis dermatom disertai nyeri. Rasa nyeri bisa dirasakan seperti rasa terbakar yang dapat bertahan beberapa hari hingga beberapa bulan walaupun ruam sudah hilang (post herpetic neuralgia). [1]
Penatalaksanaan Nyeri Akut
Terapi nyeri akut pada herpes zoster bertujuan untuk mengurangi keparahan ruam, periode infeksius, dan risiko mengalami post herpetic neuralgia (PHN).
Antivirus
Pada awalnya, antiviral digunakan untuk mempercepat proses hilangnya ruam. Namun, terdapat studi yang menunjukkan bahwa antiviral juga berguna dalam mengurangi intensitas nyeri dan mencegah post herpetic neuralgia (PHN). [3,4]
Sebuah RCT pada tahun 2004 melakukan penelitian pada 55 pasien untuk membandingkan pemberian acyclovir dengan famciclovir pada herpes zoster tanpa komplikasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian famciclovir 3 x 250 mg sehari sama efektifnya dengan penggunaan acyclovir 5x800mg dalam mempercepat durasi hilangnya ruam dan mengurangi intensitas nyeri. [5] Namun, tinjauan Cochrane pada tahun 2014 menyatakan bahwa pemberian antivirus oral tidak berpengaruh dalam mengurangi intensitas nyeri ataupun mencegah PHN. [6]
Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan herpes zoster sebagai terapi tambahan. Prednison merupakan kortikosteroid yang biasa diberikan bersamaan dengan asiklovir karena dipercaya dapat mengurangi nyeri dengan mengurangi derajat neuritis yang disebabkan oleh infeksi dan mengurangi kerusakan pada saraf yang terkena. [1,2]
Sebuah uji klinis dengan sampel yang kecil membandingkan pemberian valacyclovir saja, kombinasi valacyclovir-pregabalin, serta kombinasi valacyclovir-pregabalin-methylprednisolone. Hasil studi menunjukan bahwa nyeri persisten lebih banyak ditemukan pada kelompok yang hanya diberikan valacyclovir 1x1 gram selama 7 hari dan kelompok valacyclovir-pregabalin, dibandingkan kelompok yang mendapatkan kombinasi valacyclovir-pregabalin-methylprednisolone selama 7 hari. Methylprednisolone diberikan dalam dosis 0,64 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. [7]
Tinjauan cochrane pada tahun 2013 menyatakan bahwa bukti ilmiah kualitas sedang tidak mendukung pemberian kortikosteroid pada herpes zoster secara akut. Pemberian kortikosteroid jangka pendek tidak terbukti efektif dalam mengurangi intensitas nyeri, maupun mencegah PHN. [8]
Analgesik
Herpes zoster dengan nyeri ringan hingga sedang seringkali dapat diatasi dengan analgesik non narkotik atau antipiretik seperti paracetamol dan golongan NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drugs), pengobatan juga dapat dikombinasikan dengan tramadol. Pada nyeri derajat sedang atau berat, diperlukan pemberian opioid terjadwal menggunakan oxycodone atau morfin.
Apabila nyeri tidak teratasi, dapat digunakan nortriptilin, pregabalin, atau gabapentin. Namun, peran ketiga obat ini dalam menurunkan intensitas nyeri akut herpes zoster masih belum didukung bukti ilmiah yang banyak. [2]
Penatalaksanaan Nyeri Post Herpetic Neuralgia
Post herpetic pain atau post herpetic neuralgia (PHN) adalah nyeri neuropatik kronik yang berlangsung setidaknya selama satu bulan pada dermatom jaras saraf yang terinfeksi, dengan onset antara satu sampai enam bulan setelah ruam kulit membaik dan bisa berlangsung selama bertahun-tahun [3,4]. Nyeri pada PHN bisa dibagi menjadi tiga tahap, yaitu nyeri akut, subakut, dan kronik. Nyeri akut adalah nyeri yang muncul dalam waktu 30 hari setelah munculnya ruam kulit. Nyeri subakut adalah nyeri yang terus berlangsung setelah fase akut terlampaui, namun membaik sebelum diagnosis PHN tegak. Tahap nyeri kronik adalah PHN itu sendiri, yaitu nyeri yang bertahan sampai 120 hari atau lebih pasca ruam kulit [9].
Obat lini terapi pertama untuk penanganan PHN adalah obat antidepresan trisiklik khususnya amitriptilin, obat antikonvulsan seperti gabapentin dan pregabalin, serta anestesi topikal. Obat lini keduanya adalah opioid dan capsaicin. [10,11]
Antidepresan Trisiklik
Antidepresan trisiklik dosis rendah banyak digunakan sebagai farmakoterapi PHN, baik sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan analgesik lainnya. Mekanisme kerja antidepresan adalah melalui blockade reuptake serotonin dan norepinefrin, serta inhibisi voltage dependent sodium channel. Amitriptilin merupakan obat yang paling banyak digunakan. [11]
Efek samping yang sering ditemui adalah mulut kering, mata kabur, pusing, kelelahan, mengantuk, retensi urin, konstipasi, peningkatan berat badan, palpitasi, hipotensi ortostatik, dan pemanjangan interval QT. [11,12]
Sebuah RCT yang dilakukan pada 49 pasien post herpetic neuralgia, membandingkan pemberian amitriptyline, kombinasi amitriptyline dan fluphenazine, fluphenazine dan plasebo. Hasil menunjukan pemberian amitriptilin selama 8 minggu memberikan hasil signifikan dalam mengurangi derajat nyeri pasien. [13] Namun, tinjauan Cochrane menyatakan bahwa hanya 1/3 pasien yang menggunakan antidepresan trisiklik untuk nyeri neuropati mengalami perbaikan gejala nyeri moderat. Ditambah lagi, belum ada bukti ilmiah yang mendukung penggunaan antidepresan golongan lain, seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), dalam penatalaksanaan nyeri neuropatik. [14]
Antikonvulsan
Obat-obat antikonvulsan juga sering diberikan pada pasien dengan nyeri neuropatik, yaitu gabapentin dan pregabalin. Kedua obat ini adalah analog gamma amino butyric acid (GABA). [2,11,12]
Sebuah uji klinis tahun 2005 menyatakan bahwa pemberian gabapentin 1 x 900 mg dapat mengurangi nyeri pada kasus herpes zoster hingga 66% dibandingkan 33% pada pemberian plasebo. [15] Efek samping gabapentin antara lain adalah mengantuk, pusing, ataksia, dan edema perifer. Gabapentin dosis rendah, bila dikombinasikan dengan opioid dosis rendah akan memberikan analgesia yang lebih baik dibandingkan bila masing-masing obat digunakan sebagai monoterapi pada dosis terapeutik. [12]
Pregabalin merupakan obat pilihan yang relatif aman untuk manajemen PHN karena bisa mengontrol nyeri secara efektif dan sedikit sekali berinteraksi dengan obat lain. Efek samping pregabalin umumnya ringan, antara lain adalah edema perifer. [4,12]
Antikonvulsan lain yang bisa digunakan dalam penanganan PHN adalah carbamazepine. Obat ini bekerja sebagai sodium channel antagonist, serta sebagai stabilisator membran neuronal pre dan post sinaptik. Carbamazepine efektif digunakan pada nyeri paroksismal dan menyiksa (excruciating), tapi kurang efektif pada nyeri terbakar dan alodinia. Efek samping yang sering ditemukan adalah pusing, pandangan kabur, mual, dan muntah. Sering juga ditemukan adanya ruam kemerahan, namun hal ini jarang berlanjut menjadi sindrom Steven Johnson atau toxic epidermal necrolysis. [12,16]
Lidocaine
Sebuah uji klinis pada tahun 2008 melakukan penelitian pada 46 pasien dengan infeksi herpes zoster yang mengeluhkan nyeri sedang hingga berat dan membandingkan pemberian lidokain patch 5% dengan plasebo. Penelitian ini menemukan bahwa pemberian patch berukuran 10 cm x 14 cm, dengan kandungan 700 mg aqueous-based lidokain, dapat bermanfaat dalam penatalaksanaan nyeri herpes. Namun, studi ini memiliki kekurangan yaitu analgesik oral juga tetap diberikan pada subjek studi, sehingga terdapat bias. [17]
Lidocaine bekerja dengan cara menghambat sodium channel dan menurunkan discharge ektopik yang abnormal. Saat ini lidocaine sudah tersedia dalam sediaan topikal berupa skin patch dan krim. Lidocaine topikal efektif dan aman digunakan pada PHN, dengan insidensi efek samping dan adverse event sistemik yang rendah. [10,18]
Opioid
Opioid efektif digunakan dalam penanganan nyeri neuropatik, terutama pada nyeri neuropatik sedang sampai berat. Namun penggunaannya harus mempertimbangkan titrasi dosis untuk meminimalkan resiko efek samping, mencegah toleransi, dan penyalahgunaan. Efek samping yang sering ditemukan diantaranya adalah mual, muntah, obstipasi, pusing, dan mengantuk. [10,11] Opioid yang disarankan untuk PHN adalah morfin dan oxycodone. [2]
Capsaicin
Capsaicin mampu meredakan nyeri neuropatik yang diinduksi oleh sensitisasi substansi P periferal serabut aferen utama (serabut C/C fibers). Obat ini akan menstimulasi pelepasan substansi P di perifer sehingga semua simpanan substansi P terdeplesi. Ketiadaan substansi P menyebabkan tidak ada nyeri yang ditimbulkan oleh substansi P pada serabut aferen utama. [12]
Tinjauan Cochrane menyatakan bahwa penggunaan capsaicin konsentrasi tinggi cukup efektif dalam mengurangi derajat nyeri, tetapi kualitas bukti ilmiah yang ada masih sedang-rendah. Masih dibutuhkan studi lebih lanjut terkait hal ini. [19]
Capsaicin tersedia dalam sediaan topikal (transdermal patch) dan bisa diaplikasikan di kulit selama 30 – 60 menit. Obat ini tidak boleh digunakan pada area kulit yang mengalami jejas atau cedera [3,20].
Kesimpulan
Opsi penatalaksanaan nyeri pada herpes zoster dapat dibagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan nyeri akut dan penatalaksanaan post herpetic neuralgia (PHN).
Penggunaan antivirus pada nyeri akut dilaporkan dapat mempercepat hilangnya ruam, mengurangi derajat nyeri, dan mencegah post herpetic neuralgia. Namun tinjauan Cochrane melaporkan hasil yang tidak mendukung hal tersebut.
Kortikosteroid juga sering digunakan sebagai penatalaksanaan tambahan untuk mengatasi nyeri akut herpes zoster, tetapi tinjauan Cochrane menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid jangka pendek tidak terbukti efektif dalam mengurangi intensitas nyeri maupun mencegah PHN.
Pemberian analgesik untuk penatalaksanaan nyeri akut pada herpes zoster tergantung pada derajat nyeri. Nyeri derajat ringan-sedang dapat ditatalaksana dengan paracetamol, nonsteroidal antiinflammatory drugs, atau dikombinasi dengan tramadol. Untuk nyeri sedang-berat, dapat diberikan morfin atau oxycodone.
Antidepresan trisiklik sering digunakan untuk tatalaksana PHN, tetapi hal ini tidak didukung bukti ilmiah yang ada. Tatalaksana yang dapat digunakan untuk PHN adalah antikonvulsan, lidokain topikal, dan capsaicin.