Oral Nirmatrelvir for High-Risk, Nonhospitalized Adults with COVID-19
Hammond J, Leister-Tebbe H, Gardner A, Abreu P, Bao W, Wisemandle W, Baniecki M, Hendrick VM, Damle B, Simón-Campos A, Pypstra R, Rusnak JM; EPIC-HR Investigators. Oral Nirmatrelvir for High-Risk, Nonhospitalized Adults with Covid-19. New England Journal of Medicine. 2022 Feb 16. PMID: 35172054.
Abstrak
Latar belakang: Paxlovid™ (nirmatrelvir 300 mg dan ritonavir 100 mg) merupakan main protease inhibitor (Mpro) oral terhadap severe acute respiratory syndrome coronavirus 2, yang memiliki aktivitas poten pan-human-coronavirus in vitro.
Metode: studi ini adalah uji klinis fase 2–3 yang buta-ganda dan acak terkontrol, yang dilakukan terhadap pasien dewasa yang dirawat jalan, simtomatik, dan belum divaksin. Pasien yang diikutsertakan adalah pasien yang berisiko tinggi mengalami progresivitas menjadi COVID-19 berat.
Partisipan diacak dengan rasio 1:1 untuk mendapatkan Paxlovid™ atau plasebo tiap 12 jam selama 5 hari. Studi ini mengevaluasi kasus rawat inap yang berkaitan dengan COVID-19, kematian akibat penyebab apa pun hingga hari ke-28, viral load, dan aspek keamanan intervensi.
Hasil: sejumlah 2.246 pasien diacak sehingga 1.120 pasien mendapatkan Paxlovid™ dan 1.126 pasien mendapatkan plasebo. Hasil analisis interim terencana pada pasien yang diterapi sejak 3 hari setelah onset simtom (modified intention-to-treat population; mencakup 774 dari 1.361 pasien pada full analysis population) menemukan bahwa insiden rawat inap dan kematian hingga 28 hari lebih rendah pada grup Paxlovid™ daripada grup plasebo.
Perbedaan poin persentase antara kedua grup tersebut adalah 6,32 poin persentase (95% CI -9,04 hingga -3,59; p<0,001; reduksi risiko relatif 89,1%). Insiden rawat inap pada grup Paxlovid™ adalah 0,77% (3 dari 389 pasien) tanpa kasus kematian, sedangkan insiden pada grup plasebo adalah 7,01% (27 dari 385 pasien) dengan 7 kematian.
Efikasi tersebut tampak konsisten hingga analisis akhir yang melibatkan 1.379 pasien di modified intention-to-treat population, dengan perbedaan sebesar 5,81 poin persentase (95%CI -7,78 hingga -3,84; p<0,001; reduksi risiko relatif 88,9%).
Semua 13 kematian terjadi di grup plasebo. Viral load lebih rendah di grup Paxlovid™ daripada grup plasebo pada hari ke-5 terapi, dengan adjusted mean difference 0,868 log10 copies per milliliter saat terapi dimulai dalam waktu 3 hari setelah onset simtom.
Insiden efek samping merugikan yang timbul dalam masa terapi tampak mirip antara kedua grup (insiden efek samping apa pun adalah 23,9% pada grup plasebo vs 22,6% pada grup Paxlovid™). Namun, insiden efek samping serius tampak lebih tinggi pada grup plasebo (6,6% pada grup plasebo vs 1,6% pada grup Paxlovid™). Insiden efek samping yang menyebabkan penghentian obat juga lebih tinggi pada grup plasebo (4,2% pada grup plasebo vs 2,1% pada grup Paxlovid™).
Kejadian dysgeusia lebih tinggi pada grup Paxlovid™ daripada plasebo (5,6% vs 0,3%) dan diare juga lebih tinggi pada grup Paxlovid™ daripada plasebo (3,1% vs 1,6%).
Kesimpulan: terapi COVID-19 simtomatik dengan Paxlovid™ dapat menghasilkan risiko progresivitas ke COVID-19 berat yang 89% lebih rendah daripada terapi plasebo, tanpa disertai masalah keamanan yang bermakna.
Ulasan Alomedika
Pasien COVID-19 dengan karakteristik khusus seperti usia lanjut, kebiasaan merokok, dan komorbiditas (penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, obesitas, dan kanker) mempunyai risiko tinggi untuk mengalami COVID-19 yang berat. Oleh karena itu, terapi COVID-19 untuk pasien-pasien rawat jalan yang berisiko tinggi diperlukan.
Paxlovid™ merupakan salah satu opsi terapi pasien rawat jalan berisiko tinggi yang telah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) oleh FDA Amerika Serikat. Obat ini terdiri dari nirmatrelvir (PF-07321332) 300 mg dan ritonavir 100 mg.
Nirmatrelvir menunjukkan inhibisi poten terhadap aktivitas Mpro dan replikasi virus di semua spektrum coronavirus secara in vitro. Pemberian nirmatrelvir bersama ritonavir dosis rendah dapat meningkatkan farmakokinetik nirmatrelvir sebab ritonavir bertindak sebagai inhibitor CYP3A4 yang memetabolisme nirmatrelvir.
Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi efikasi dan profil keamanan Paxlovid™ pada pasien dewasa yang mengalami COVID-19 simtomatik (ringan hingga moderat), yang dirawat jalan tetapi berisiko tinggi mengalami progresivitas ke COVID-19 berat.
Ulasan Metode Penelitian
Studi ini merupakan uji klinis fase 2–3 yang buta-ganda, acak, dan terkontrol plasebo. Kriteria inklusi meliputi pasien yang: (1) berusia ≥18 tahun; (2) belum divaksinasi; (3) terkonfirmasi infeksi SARS-CoV-2; (4) memiliki onset simtom ≤5 hari sebelum proses pengacakan; (5) memiliki minimal satu gejala COVID-19 pada hari pengacakan, dengan karakteristik risiko tinggi terhadap COVID-19 berat.
Sementara itu, kriteria eksklusi adalah: (1) riwayat COVID-19 rawat inap; (2) rawat inap dalam waktu 48 jam setelah pengacakan; (3) resipien plasma konvalesen; (4) pasien yang sudah mendapat vaksin SARS-CoV-2 sebelumnya.
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi menjalani pengacakan dengan rasio 1:1 untuk mendapatkan Paxlovid™ atau plasebo tiap 12 jam selama 5 hari (total sepuluh dosis).
Percobaan ini direncanakan untuk mencakup sedikitnya 3.000 pasien dengan perkiraan 1.717 yang masuk ke dalam analisis primer bisa menyediakan 90% power (menurut analisis interim) untuk mendeteksi 50% difference pada luaran primer yang diuji di kedua grup. Z-test digunakan untuk perbandingan, dengan estimasi standard error menurut formula Greenwood.
Ulasan Hasil Penelitian
Luaran utama yang dinilai adalah insiden rawat inap yang berkaitan dengan COVID-19 dan kematian akibat semua sebab hingga hari ke-28 pada grup Paxlovid™ dan grup plasebo. Studi ini juga turut mengevaluasi aspek keamanan (efek samping merugikan selama periode terapi hingga hari ke-34).
Hasil analisis interim terencana pada pasien yang diterapi sejak 3 hari setelah onset simtom (modified intention-to-treat population; mencakup 774 dari 1.361 pasien pada full analysis population) menemukan bahwa insiden rawat inap dan kematian hingga 28 hari secara signifikan lebih rendah pada grup Paxlovid™ daripada grup plasebo (0,77% dan 0 kematian vs 7,01% dan 7 kematian. Reduksi risiko relatif adalah 89,1%.
Efikasi tersebut tetap konsisten hingga analisis akhir yang melibatkan 1.379 pasien dari 2.246 pasien pada full-analysis population (reduksi risiko relatif 88,9%). Semua kasus kematian (13) terjadi pada grup plasebo. Pada analisis tambahan untuk pasien yang mendapat terapi dalam waktu 5 hari setelah onset simtom, hasil juga tetap konsisten (reduksi risiko relatif 87,8%).
Hasil analisis subgrup (COVARIAT) tetap konsisten terlepas dari pengaruh faktor jenis kelamin, umur, ras, indeks massa tubuh, baseline status serologi, viral load, atau ada tidaknya komorbiditas.
Viral load tampak lebih rendah pada grup Paxlovid™ daripada grup plasebo pada hari ke-5 terapi, baik pada analisis grup yang diterapi dalam waktu 3 hari sejak onset maupun 5 hari sejak onset.
Insiden efek samping apa pun yang timbul dalam masa terapi tampak mirip antara kedua grup (23,9% pada grup plasebo vs 22,6% pada grup Paxlovid™). Namun, insiden efek samping serius dilaporkan lebih tinggi pada grup plasebo (6,6% vs 1,6%) dan insiden efek samping yang menyebabkan penghentian obat juga lebih tinggi pada grup plasebo (4,2% vs 2,1%).
Kelebihan Penelitian
Studi ini memiliki desain yang baik untuk menguji suatu terapi, yaitu uji klinis acak terkontrol yang buta-ganda. Studi ini juga dilakukan secara multisenter di wilayah yang bervariasi, sehingga sampel memiliki geographic generalizability yang luas.
Studi ini telah melakukan analisis ANCOVA (analysis of covariance) untuk menguji konsistensi luaran menurut variabel-variabel yang ditemukan. Studi ini juga melakukan analisis 731 matched samples dalam periode terapi (hari pertama hingga hari ke-5) dengan sequencing data untuk menilai asosiasi mutasi Mpro dan kegagalan terapi.
Limitasi Penelitian
Studi ini memiliki beberapa limitasi. Pertama, pelaku studi tidak menjelaskan kenapa insiden efek samping serius lebih banyak terjadi pada grup plasebo daripada grup terapi. Hal ini merupakan suatu kejanggalan. Apalagi, insiden efek samping yang menyebabkan pasien sampai berhenti berobat juga lebih tinggi di grup plasebo. Pelaku studi tidak menjelaskan apa penyebab efek samping signifikan di grup plasebo ini.
Kedua, studi ini hanya dilakukan pada pasien yang belum divaksinasi COVID-19. Studi lebih lanjut untuk menilai efektivitas pada populasi yang sudah divaksinasi diperlukan, karena saat ini mayoritas populasi di dunia telah divaksinasi.
Ketiga, studi ini mendapatkan pendanaan dari produsen Paxlovid™ (Pfizer). Meskipun sudah ada penjelasan mengenai keterlibatan sponsor, studi perbandingan oleh peneliti yang independen untuk menguji bias hasil publikasi mungkin masih diperlukan.
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Paxlovid™ bermanfaat untuk pasien dewasa yang mengalami COVID-19 simtomatik (ringan hingga moderat), yang dirawat jalan tetapi berisiko tinggi mengalami progresivitas ke COVID-19 berat.
Namun, apabila Emergency Use Authorization untuk Paxlovid™ telah dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia, Dokter tetap perlu berhati-hati ketika meresepkan obat ini karena obat ini memiliki banyak interaksi dengan obat lain.
Clearance Paxlovid™ dalam tubuh sangat tergantung pada sitokrom P-450 CYP3A, sehingga obat ini berinteraksi signifikan dengan obat lain yang juga tergantung pada CYP3A. Interaksi ini mungkin membatasi kegunaan Paxlovid™ karena banyak obat yang memiliki interaksi serius dengan Paxlovid™ merupakan obat yang juga sering digunakan oleh populasi berisiko tinggi COVID-19 berat.
Studi lebih lanjut juga masih diperlukan untuk mengonfirmasi manfaat Paxlovid™ sebab studi yang ada saat ini masih memiliki limitasi-limitasi yang cukup bermakna.