Pedoman Penanganan Penyakit Arteri Perifer pada Ekstremitas Bawah 2024 – Ulasan Guideline Terkini

Oleh :
dr.Bedry Qintha

Pedoman penanganan penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah ini dikeluarkan oleh American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) pada tahun 2024, bersama dengan berbagai organisasi medis lain. Pedoman ini merupakan pembaruan terhadap pedoman klinis yang sudah dipublikasikan sebelumnya pada tahun 2016.

Pada pembaruan ini, pasien dengan penyakit arteri perifer dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok klinis, seperti pasien asimptomatik, simptomatik kronik, pasien dengan gejala iskemia kronik yang mengancam, dan pasien dengan tanda iskemia tungkai akut. Pembaruan ini juga memasukkan berbagai pilihan terapi baru, seperti kombinasi rivaroxaban dan aspirin dosis rendah untuk mencegah limb dan cardiovascular events pada pasien simptomatik.[1]

GuidelineArteriPeriferEkstremitasBawah2024

Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini

Penyakit Penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah
Tipe Diagnosis dan penatalaksanaan
Yang Merumuskan

American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA)

Tahun 2024
Negara Asal Amerika Serikat
Dokter Sasaran Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Jaga IGD, Dokter Umum.

Penentuan Tingkat Bukti

Rekomendasi dalam pedoman klinis ini didasarkan pada tinjauan bukti dari penelitian yang terutama bersumber dari basis data seperti MEDLINE, EMBASE, dan Cochrane Library, mencakup periode dari Oktober 2020 hingga Juni 2022. Kata kunci pencarian berfokus pada kondisi dan intervensi terkait penyakit arteri perifer dan perawatan yang relevan. Studi yang diterbitkan hingga Mei 2023 juga ditinjau selama proses penilaian sejawat dan dimasukkan jika relevan.[1]

Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda

Pedoman klinis penanganan penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah ini merupakan pembaruan dari pedoman klinis yang dipublikasikan 8 tahun sebelumnya. Terdapat beberapa penambahan dan perubahan bermakna yang perlu diperhatikan dan bisa diterapkan dalam praktik klinis, baik dalam hal penegakan diagnosis maupun terapi.[1]

Faktor Risiko Penyakit Arteri Perifer pada Ekstremitas Bawah

Beberapa faktor yang perlu meningkatkan kecurigaan terhadap adanya penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah antara lain:

  • Usia > 65 tahun
  • Usia 50-64 tahun dengan faktor risiko aterosklerosis, penyakit ginjal kronik, dan riwayat keluarga dengan penyakit arteri perifer.
  • Usia < 50 tahun dengan diabetes dan satu risiko tambahan untuk aterosklerosis.
  • Adanya aterosklerosis yang diketahui pada pembuluh darah lain, misalnya pada ateri koroner, arteri karotid, stenosis subklavia, atau aneurisma aorta abdominal.[1]

Faktor yang Meningkatkan Risiko Limb dan Cardiovascular Events

Berikut merupakan faktor yang secara kuat meningkatkan risiko major adverse cardiovascular events (MACE) dan major adverse limb events (MALE):

  • Usia > 75 tahun dan sindrom geriatri seperti frailty dan gangguan mobilisasi
  • Diabetes
  • Masih merupakan perokok aktif
  • Penyakit ginjal kronik atau penderita penyakit ginjal tahap akhir
  • Memiliki penyakit polivaskular atau mikrovaskular
  • Penderita depresi.[1]

Hal Terkait Diagnosis Penyakit Arteri Perifer pada Ekstremitas Bawah

  • Pasien dengan penyakit arteri perifer dapat diklasifikasikan menjadi: asimptomatik, simptomatik kronik, chronic limb-threatening ischemia (CLTI), dan acute limb ischemia.
  • Pada pasien asimptomatik, dapat dilakukan walking test objektif untuk mencetuskan gejala. Pasien kelompok ini memiliki peningkatan risiko MACE dan mortalitas.
  • Pada pasien dengan manifestasi klinis mengarah ke penyakit arteri perifer, dapat dilakukan ankle-brachial index (ABI) istirahat untuk penegakan diagnosis. Jika hasil ABI istirahat inkonklusif, dapat dilakukan pengukuran exercise ABI, toe-brachial index pressure, atau studi Doppler.
  • Pada pasien yang dicurigai mengalami CLTI, pengukuran ABI dapat ditambah dengan pengukuran toe-brachial index pressure, transcutaneous oxygen pressure, dan skin perfusion pressure.
  • Studi pencitraan arteri hanya digunakan pada pasien-pasien yang dipertimbangkan untuk menjalani revaskularisasi.[1]

Penanganan Penyakit Arteri Perifer pada Ekstremitas Bawah

Untuk menangani penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah, pedoman ini masih mendukung pentingnya berhenti merokok, pengendalian diabetes dan hipertensi, manajemen kadar lipid, serta penanganan depresi. Sebagai tambahan, berikut ini merupakan panduan penanganan penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah secara garis besar:

  • Pada pasien asimptomatik, pemberian terapi antiplatelet tunggal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi risiko MACE (sebagai tambahan dari terapi utama lain, seperti berhenti merokok dan terapi pengendalian risiko kardiovaskular).
  • Pada pasien simptomatik, kombinasi rivaroxaban dosis rendah (2,5 mg dua kali sehari) dengan aspirin dosis rendah dapat dipilih untuk menurunkan risiko MACE dan MALE.
  • Pada pasien CLTI, revaskularisasi merupakan pendekatan yang direkomendasikan untuk meminimalisir kehilangan jaringan dan meningkatkan penyembuhan luka.
  • Pada pasien dengan acute limb ischemia yang ekstremitasnya masih bisa diselamatkan, revaskularisasi merupakan pendekatan pilihan untuk menghindari risiko amputasi.
  • Pada pasien dengan klaudikasio, dapat digunakan cilostazol kecuali pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Pentoxifylline dan terapi kelasi tidak direkomendasikan untuk klaudikasio.
  • Pada pasien dengan klaudikasio resisten, revaskularisasi dipertimbangkan sebagai limb-preserving intervention.

Berikut ini merupakan rekomendasi terkait penggunaan antiplatelet dan antitrombotik:

  • Pada pasien simptomatik, dapat diberikan clopiogrel 75 mg saja, aspirin 75-325 mg saja, atau kombinasi rivaroxaban dan aspirin dosis rendah.
  • Pada pasien yang menjalani revaskularisasi endovaskular atau bedah, rivaroxaban dosis rendah yang dikombinasikan dengan aspirin dosis rendah dapat menurunkan risiko MACE dan MALE.
  • Pada pasien yang menjalani revaskularisasi endovaskular atau bedah, yang memerlukan antikoagulasi intensitas penuh akibat indikasi lain dan tidak memiliki risiko tinggi perdarahan, dapat ditambahkan terapi antiplatelet tunggal.
  • Setelah revaskularisasi bedah dengan graft prostetik, berikan dual antiplatelet therapy dengan antagonis P2Y12, seperti ticagrelor, dan aspirin dosis rendah selama setidaknya 1 bulan.

Rekomendasi terapi lainnya:

  • Pada seluruh pasien penyakit arteri perifer, berikan terapi statin intensitas tinggi dengan target penurunan kolesterol LDL ≥ 50%.
  • Pada pasien penyakit arteri perifer yang sudah menggunakan terapi statin maksimal tetapi masih memiliki kadar kolesterol LDL ≥70 mg/dL, dapat ditambahkan terapi inhibitor PCSK9 seperti evolocumab, atau tambahkan terapi ezetimibe.
  • Pada pasien yang juga memiliki komorbiditas hipertensi, target tekanan darah sistolik harus < 130 mmHg dan tekanan darah diastolik harus < 80 mmHg.
  • Pada pasien yang juga memiliki komorbiditas diabetes, agonis GLP-1 seperti semaglutide, ataupun inhibitor SGLT-2 seperti empagliflozin, direkomendasikan.[1]

Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia

Di Indonesia, pedoman klinis untuk penanganan penyakit arteri perifer dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) pada tahun 2024. Terdapat beberapa perbedaan dalam pedoman PERKI dengan pedoman ACC/AHA 2024.

Pedoman PERKI tidak menganjurkan penggunaan terapi antiplatelet tunggal pada pasien asimptomatik. Pedoman ini juga tidak menyebutkan penggunaan rivaroxaban dosis rendah untuk tipe klinis apapun pada penyakit arteri perifer ekstremitas bawah, sehingga berbeda dengan pedoman ACC/AHA.

Pada pedoman PERKI, pasien dengan penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah yang asimptomatik tidak dianjurkan untuk menerima antiplatelet. Berbeda dengan ACC/AHA yang mengajurkan pemberian terapi antiplatelet tunggal pada kelompok pasien tersebut.

Di sisi lain, pada pasien simptomatik, PERKI menganjurkan penggunaan terapi antiplatelet tunggal, seperti aspirin 75-100 mg/hari, untuk pencegahan sekunder MACE. Sementara itu, pedoman ACC/AHA sudah mencantumkan penggunaan rivaroxaban dosis rendah yang dikombinasikan dengan aspirin dosis rendah sebagai pilihan untuk pasien yang tidak memiliki risiko perdarahan.[2]

Kesimpulan

Pembaruan pedoman penanganan penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah ini dipublikasikan oleh American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) pada tahun 2024. Secara garis besar, rekomendasi klinis utama yang perlu diperhatikan dalam pedoman ini adalah:

  • Ada 4 subset klinis penting dari penyakit arteri perifer, yakni: asimptomatik, simptomatik kronik (termasuk klaudikasio), chronic limb-threatening ischemia (CLTI), dan acute limb ischemia

  • Pada pasien simptomatik yang tidak berisiko tinggi mengalami perdarahan, dapat digunakan rivaroxaban 2,5 mg 2 kali/hari ditambah aspirin dosis rendah 80 mg untuk mengurangi risiko MACE dan MALE
  • Pada pasien klaudikasio, dapat diberikan cilostazol untuk mengurangi gejala, kecuali pada pasien dengan gagal jantung kongestif.
  • Revaskularisasi direkomendasikan untuk mencegah kehilangan ekstremitas pada pasien dengan CLTI, acute limb ischemia, dan klaudikasio yang resisten.

Referensi