Penatalaksanaan malaria pada bayi membutuhkan pemilihan dan pengawasan obat secara khusus, terutama pada bayi dengan berat badan <5 kg. Penelitian terkait efikasi dan keamanan obat pada kelompok ini memang sangat terbatas, sehingga terdapat kesulitan untuk menentukan dosis yang tepat.[1,2]
Pada tahun 2021, WHO mengeluarkan panduan penatalaksanaan malaria terbaru, tetapi penanganan malaria pada bayi dengan berat badan <5 kg masih serupa dengan panduan tahun 2015. Sedangkan Kementerian Kesehatan memiliki buku saku tata laksana kasus malaria terbaru, yang terbit pada tahun 2020. Di dalam buku ini, tersedia tabel jumlah tablet per hari menurut berat badan, termasuk bayi <5 kg.[1,3]
Penyesuaian Dosis Obat pada Bayi
Penyesuaian dosis pada bayi diperlukan karena terdapat perbedaan yang mendasar pada anatomi dan fisiologinya jika dibandingkan dengan dewasa. Pada bayi, perkembangan sistem organ masih belum matur dan masih secara dinamis. Hal ini menyebabkan perbedaan farmakokinetik obat, salah satunya adalah pengosongan lambung yang lebih lama.[4]
Perbedaan aktivitas motorik saluran cerna dan pembentukan vili juga menyebabkan perubahan farmakokinetik. Keduanya baru akan matur saat anak berusia 5 bulan. Hal ini menyebabkan perbedaan absorbsi obat. Selain daripada itu, aktivitas metabolisme pada hepar bayi juga belum sempurna dan cenderung lebih lambat, sehingga penyesuaian dosis perlu dilakukan.[4]
Berdasarkan panduan WHO dan Kementerian Kesehatan, anjuran pemberian terapi malaria pada bayi dengan berat badan (BB) <5 kg adalah ACT (artemisinin-based combination therapy), dengan dosis yang disamakan dengan BB >5 kg. Hal ini direkomendasikan walaupun bukti ilmiah yang ada masih terbatas. Perhatian utama pada rekomendasi ini adalah memastikan agar bayi mendapatkan penatalaksanaan malaria yang efektif dan adekuat.[1]
Regimen Artemisinin-Based Combination Therapy (ACT)
Menurut pedoman WHO, pilihan regimen ACT yang dapat diberikan pada bayi BB <5 kg adalah kombinasi artemether dan lumefantrine, artesunate dan amodiaquine, artesunate dan mefloquine, serta dihydroartemisinin dan piperaquine. Kombinasi artesunate dan sulfadoksin pirimetamin dapat diberikan pada bayi berusia >1 minggu.[1]
Terapi ACT diberikan minimal selama 3 hari. Pemberian <3 hari tidak direkomendasikan, karena menunjukkan efek proteksi dan efektivitas yang rendah. Terdapat 2 siklus aseksual plasmodium selama 3 hari, sehingga pemberian terapi selama 3 hari dapat memastikan eliminasi parasit sebanyak-banyaknya.[1,2]
Pertimbangan khusus yang harus diperhatikan dalam menentukan obat antimalaria pada bayi dengan BB <5 kg adalah:
- Keamanan artemether – lumefantrine belum didasari basis ilmiah yang cukup, sehingga bayi BB <5 kg yang mendapat tata laksana ini harus dimonitor ketat
- Keamanan dihidroartemisinin – piperakuin belum didasari basis ilmiah yang cukup, sehingga bayi BB <5 kg yang mendapat tata laksana ini harus dimonitor ketat
- Sulfadoksin pirimetamin dapat mengganggu metabolisme bilirubin dan berisiko hiperbilirubinemia, sehingga sebaiknya dihindari penggunaannya untuk bayi usia <1 minggu
Primakuin sebaiknya dihindari penggunaannya pada bayi berusia <6 bulan
Tetrasiklin sebaiknya dihindari penggunaannya pada bayi[1,2]
Penatalaksanaan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Berdasarkan WHO
Penatalaksanaan malaria falciparum tanpa komplikasi pada bayi BB<5 kg dilakukan dengan regimen ACT (artemisinin-based combination therapy). Adapun regimen ACT yang dapat digunakan menurut panduan WHO adalah:
Artemether dan Lumefantrin
Kombinasi obat ini diberikan 2 kali/hari, selama 3 hari (6 dosis). Dosis target adalah 5‒24 mg/kgBB artemether dan 29‒144 mg/kgBB lumefantrine. Pada anak dengan BB <5 kg, sediaan yang digunakan adalah 20 mg artemether dan 120 mg lumefantrine setiap pemberian.
Keamanan artemether – lumefantrine belum didasari basis ilmiah yang cukup, sehingga bayi BB<5 kg yang mendapat tata laksana ini harus dimonitor ketat.[1]
Artesunate dan Amodiakuin
Kombinasi ini tersedia dalam dosis tetap dan diberikan 1 kali/hari, selama 3 hari. Dosis target pemberian adalah 2‒10 mg/kgBB artesunate dan 7,5‒15 mg/kgBB amodiakuin. Pada anak BB <9 kg, sediaan yang diberikan adalah 25 mg artesunate dan 67,5 mg amodiakuin.
Penggunaan kombinasi obat ini harus mendapat perhatian karena risiko gagal pengobatan pada anak cukup besar. Pada pasien dengan HIV, penggunaan kombinasi obat ini harus dihindari karena dapat menyebabkan neutropenia berat, terutama pada pasien yang mengonsumsi zidovudin dan kotrimoksazol.[1]
Artesunate dan Meflokuin
Kombinasi obat ini diberikan 1 kali/hari dalam 3 hari. Dosis target adalah 2‒10 mg/kgBB artesunate dan 5‒11 mg/kgBB meflokuin. Sediaan untuk anak <9 kg adalah 25 mg artesunate dan 55 mg meflokuin.[1]
Artesunate dan Sulfadoksin Pirimetamin
Kombinasi obat ini diberikan dalam 2 obat terpisah, yakni artesunate dan kombinasi sulfadoksin pirimetamin. Dosis target artesunate adalah 2‒10 mg/kgBB/hari, diberikan 1 kali sehari. Sedangkan sulfadoksin pirimetamin diberikan dosis tunggal pada hari pertama, dengan dosis minimal 25‒70 mg sulfadoksin dan 1,25‒3,5 pirimetamin. Dosis artesunate yang diberikan pada bayi BB <5 kg adalah 25 mg/hari selama 3 hari, dan sulfadoksin pirimetamin 250 mg/12,5 mg dosis tunggal.[1]
Dihydroartemisinin dan Piperaquine (DHP)
Dosis target obat ini adalah 2,5‒10 mg/kgBB/hari dihydroartemisinin dan 20‒32 mg/kgBB/hari piperaquine. Kombinasi obat diberikan 1 kali/hari selama 3 hari. Dosis yang diberikan pada bayi BB<5 kg adalah 20 mg dihydroartemisinin dan 160 mg piperakuin.[1]
Pemberian obat bersama makanan tinggi lemak sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan penyerapan piperakuin. Peningkatan kadar piperakuin dapat mengganggu irama jantung. Perhatian khusus juga diberikan pada anak malnutrisi karena terdapat peningkatan risiko kegagalan pengobatan.[1]
Penatalaksanaan Malaria Jenis Lain
Berdasarkan panduan WHO, penatalaksanaan malaria lainnya dilakukan berdasarkan lokasi dan pola resistensi setempat. Tidak ada panduan khusus terkait hal tersebut. Pada infeksi malaria ovale, malariae, vivax, dan knowlesi, tata laksana dilakukan dengan regimen ACT.[1]
Penanganan malaria berat pada bayi < 5 kg sama dengan penanganan malaria berat pada anak secara umum. Penanganan dilakukan dengan pemberian artesunate intravena atau intramuskular, yang diberikan setidaknya selama 24 jam atau sampai bayi dapat diberikan obat secara oral. Setelah pengobatan secara intravena, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian ACT oral selama 3 hari. Dosis artesunate intravena yang diberikan pada kelompok bayi BB <5 kg lebih tinggi dibanding dewasa, yakni 3 mg/kgBB per dosis.[1]
Pedoman Penatalaksanaan Malaria pada Bayi BB <5 Kg Menurut Kemenkes RI
Kementerian Kesehatan RI membagi penatalaksanaan malaria di Indonesia menjadi 2 kelompok, yakni malaria dengan atau tanpa gejala berat.
Malaria Tanpa Gejala Berat
Panduan pengobatan malaria falciparum dan malaria vivax tanpa gejala berat pada pasien bayi BB <5 kg menggunakan dihydroartemisinin dan piperaquine (DHP). Dosis untuk bayi BB 4‒5 kg adalah ½ tablet (20 mg dihydroartemisinin dan 160 mg piperaquine). Sedangank untuk pada bayi BB <4 kg adalah ⅓ tablet.[3]
Modalitas lain untuk terapi malaria falciparum dan vivax tanpa gejala berat pada bayi BB <5 kg adalah artesunate dan amodiakuin, masing-masing ¼ tablet (12,5 mg artesunate dan 50 mg amodiakuin) per hari selama 3 hari.[3]
Pada bayi BB< 5 kg dengan malaria vivax yang relaps, infeksi malaria malariae, malaria ovale, atau infeksi malaria campuran, diberikan regimen ACT yang sama. Pada semua infeksi plasmodium, anak <5 kg tidak direkomendasikan mendapatkan primakuin.[3]
Malaria Dengan Gejala Berat
Penderita malaria berat sebaiknya dirawat. Sebelum dirujuk ke pusat perawatan, pasien diberikan artesunate intramuskular 2,4 mg/kgBB. Kemudian, di pusat perawatan, diberikan regimen artesunate dengan dosis yang sama pada jam ke-0, ke-12, dan ke-24.
Selanjutnya, diberikan artesunate intravena 2,4 mg/kgBB/24 jam sampai bayi mampu mentoleransi terapi secara oral. Bila anak sudah bisa minum obat, regimen pengobatan yang dapat diberikan adalah DHP atau regimen ACT oral lainnya selama 3 hari.
Pada daerah yang sulit mendapatkan artesunate, dapat diberikan kina drip sebagai pengobatan malaria berat. Dosis 10 mg/kgBB, atau 6-8 mg/kgBB bila bayi berusia <2). Cara pemberian adalah kina HCl 25% diencerkan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5‒10 mL/kgBB. Infus diberikan selama 4 jam, dan diulang setiap 8 jam sampai pasien bisa mentoleransi obat oral.[3]
Pengobatan antimalaria tetap disertai dengan penatalaksanaan suportif, seperti menjaga status hidrasi dan pemantauan kadar gula darah. Manajemen jalan napas dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran, misalnya pada kasus https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/malaria-serebral.[3]
Kesimpulan
Pada praktik klinis, dokter harus dapat memberikan penatalaksanaan adekuat dan hati-hati terhadap malaria, termasuk pada kelompok khusus bayi dengan berat badan <5 kg. Berdasarkan panduan Kementerian Kesehatan, terdapat pilihan terapi malaria kombinasi dihydroartemisinin-piperaquine atau artesunate-amodiakuin untuk terapi malaria bayi <5 kg.
Pada panduan WHO terbaru, terdapat 5 pilihan terapi yang dapat diberikan, yaitu artemether-lumefantrine, artesunate-amodiaquine, artesunate-meflokuin, artesunate-sulfadoksin-pirimetamin, dan dihydroartemisinin-piperaquine. Dosis yang digunakan pada bayi berat badan <5 kg sama dengan bayi berat badan lebih dari 5 kg, walaupun bukti klinis yang mendukung praktik ini masih belum adekuat.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini