Pada pasien dengan asthma yang sulit dikontrol, GERD (gastroesophageal reflux disease) diduga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi. Kondisi asthma dan GERD sering ditemukan secara bersamaan. Namun, bukti klinis mengenai hubungan kausa; antara asthma dan GERD masih kontroversial.
Asthma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernapasan yang berhubungan dengan hiperresponsif saluran napas dan menimbulkan gejala berupa mengi, sesak napas, dan batuk. Sekitar 300 juta orang di dunia mengalami asthma.
GERD merupakan refluks konten lambung ke esofagus yang dapat menimbulkan gejala heartburn, dan bisa menimbulkan komplikasi, seperti karsinoma esofagus. Gejala GERD dapat ditemukan pada 30–90% pasien dengan asthma.[1,2]
Dasar Teori Efek GERD terhadap Asthma
Saat ini beberapa teori mengenai pengaruh GERD (gastroesophageal reflux disease) terhadap asthma telah diajukan. Refluks asam lambung diperkirakan menyebabkan bronkokonstriksi melalui 3 mekanisme, yaitu meningkatkan reaktivitas bronkus, terjadi mikroaspirasi asam lambung dan konten lambung ke saluran napas bagian atas, serta meningkatnya tonus vagal. Ketiga mekanisme tersebut dikenal juga sebagai teori refluks.[3,4]
Selain itu, juga terdapat teori refleks yang diduga mendasari mekanisme GERD pada pasien asthma. Refluks lambung dapat menstimulasi nervus vagus dan memicu terjadinya bronkokonstriksi.[4]
Obat-obatan asthma seperti agonis beta 2, misalnya salbutamol, teofilin, dan kortikosteroid juga dapat menyebabkan relaksasi pada sfingter gastroesofagus bawah. Hal ini dapat memperberat refluks dan juga mengiritasi saluran napas, menyebabkan keluhan batuk berulang pada pasien asthma.[5,6]
Penegakan Diagnosis Asthma dengan GERD
GERD sebagai penyebab asthma patut dicurigai pada pasien dengan asthma yang baru muncul setelah dewasa, tanpa riwayat keluarga, tidak disertai alergi, dan tidak berespons terhadap obat-obatan asthma. Gejala asthma dapat muncul dengan didahului oleh regurgitasi dan heartburn, serta memburuk setelah makan, konsumsi alkohol, atau berbaring terlentang.[5,6]
Menurut pedoman Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 2022, skrining GERD pada pasien dengan asthma yang tidak terkontrol tidak memiliki keuntungan yang signifikan. Apabila pasien asthma dicurigai memiliki komorbiditas GERD, maka dapat dilakukan uji empiris pemberian obat antirefluks, seperti proton pump inhibitor (PPI), misalnya omeprazole, atau motility agent, misalnya metoclopramide.[5]
Apabila gejala tidak membaik, maka pemeriksaan spesifik seperti pemantauan pH 24 jam dan endoskopi dapat dipertimbangkan.[5]
Apakah Terapi pada Penyakit Refluks Gastroesofagus dapat Meningkatkan Kontrol terhadap Asthma?
Penggunaan proton pump inhibitor (PPI) dalam pengobatan GERD pada asthma masih menjadi perdebatan. Beberapa studi terdahulu melaporkan adanya perbaikan gejala asthma dan fungsi paru, tetapi studi-studi lain tidak menemukan hasil yang sama.[6]
Tinjauan sistematis oleh Li, et al. tahun 2017 menilai kemampuan PPI dalam mengontrol asma refrakter pada pasien dewasa. Luaran utama yang dinilai adalah morning peak expiratory flow (mPEF), Luaran sekunder yang dinilai adalah evening PEF (ePEF) dan skor gejala asma. Studi ini menganalisis 6 randomized controlled trials (RCT).[7]
Studi ini menemukan bahwa penggunaan PPI dibandingkan dengan plasebo berhubungan dengan sedikit peningkatan mPEF, dengan perbedaan rerata sebesar 4,82 L/menit. Namun, tidak ditemukan perbedaan terhadap ePEF. Perbaikan skor asthma hanya didapatkan pada 1 RCT. Berdasarkan hasil, disimpulkan bahwa penggunaan PPI secara rutin tidak disarankan pada pasien dewasa dengan asthma refrakter.[7]
Tinjauan sistematis dan metaanalisis dari Zheng, et al. pada tahun 2021 menilai pengaruh PPI terhadap morning peak expiratory flow (mPEF) pasien asthma dengan GERD. Metaanalisis ini melibatkan 14 randomized clinical trials, dengan 2182 partisipan. Durasi terapi PPI minimal adalah selama 4 minggu.[2]
Hasil dari metaanalisis menemukan bahwa PPI tidak memengaruhi mPEF pasien, saat dibandingkan dengan plasebo. Hasil yang sama juga terlihat pada subkelompok yang menerima terapi PPI lebih dari 12 minggu. Metaanalisis tersebut tidak merekomendasikan pemberian PPI sebagai terapi empiris pada pasien asma dengan GERD.[2]
Pada tahun 2022, studi prospektif oleh Yagoubi, et al. menilai efektivitas terapi GERD pada anak-anak dengan asthma. Peserta studi adalah 102 anak berusia 4–16 tahun dengan asthma yang tidak terkontrol secara baik. Peserta dirandomisasi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang menerima omeprazole selama 6 bulan, dan kelompok yang tidak mendapatkan pengobatan GERD.[8]
Penggunaan omeprazole dengan dosis yang sesuai terbukti dapat mengontrol gejala asthma pada peserta penelitian. Faktor-faktor yang memengaruhi perbaikan gejala, antara lain jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir normal, dan hasil prick-test positif. Namun, ketiga faktor ini tidak terbukti bermakna pada analisis multivariat. Berdasarkan studi ini, terapi GERD mungkin bermanfaat dalam mengontrol gejala asthma pada anak-anak.[8]
Berdasarkan pedoman GINA 2022, manfaat proton pump inhibitor untuk pasien asthma terbatas pada pasien dengan gejala refluks dan gejala pernapasan pada malam hari. Jika pasien memiliki gejala refluks, maka dapat diberikan pengobatan untuk GERD. Namun, pada pasien dengan asthma tidak terkontrol, sebaiknya tidak diberikan terapi antirefluks, kecuali bila pasien memiliki gejala refluks.[5]
Kesimpulan
Pada pasien dengan asthma yang sulit dikontrol, GERD (gastroesophageal reflux disease) diduga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi. Paparan asam lambung pada esofagus atau saluran napas bagian atas diduga memicu terjadinya bronkospasme dan meningkatkan aktivitas saluran napas. Hal ini dipengaruhi oleh adanya refleks vagal atau mikroaspirasi konten lambung ke saluran pernapasan.[3,4]
Skrining GERD pada pasien dengan asthma yang tidak terkontrol tidak memiliki keuntungan yang signifikan. Apabila pasien asthma dicurigai memiliki komorbiditas GERD, dapat dilakukan uji pemberian obat anti refluks secara empiris, sama seperti pada populasi umum. Apabila gejala tidak membaik, maka pemeriksaan spesifik seperti pemantauan pH 24 jam dan endoskopi dapat dipertimbangkan.[5]
Hasil studi mengenai penatalaksanaan GERD pada pasien asthma yang tidak terkontrol masih bervariasi. Pedoman dari GINA 2022 merekomendasikan tata laksana menggunakan obat anti refluks pada asthma yang tidak terkontrol hanya jika ditemukan bukti adanya gejala refluks.[5]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra