Obesitas merupakan salah satu kondisi yang sering dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi Coronavirus disease 2019 atau COVID-19 derajat berat atau bahkan kematian.
Seiring berlangsungnya pandemi COVID-19, sejumlah studi telah dilakukan untuk menentukan berbagai faktor risiko yang berkaitan dengan mortalitas pasien COVID-19. Di antaranya adalah diabetes, penyakit kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, penyakit paru kronis, usia, dan jenis kelamin pria.[1-5]
Sejumlah studi kohort telah mengaitkan obesitas dengan COVID-19 derajat berat dan mortalitas. Pada studi di Perancis, ditemukan bahwa risiko kebutuhan akan invasive mechanical ventilation (IMV) di unit rawat intensif (ICU) lebih tinggi sekitar 7 kali lipat pada pasien dengan indeks massa tubuh (IMT) >35 kg/m2 daripada pasien dengan IMT <25 kg/m2.[6-8]
Studi di New York, Amerika Serikat, juga turut mengevaluasi hubungan IMT dan derajat keparahan COVID-19 pada pasien yang berusia <60 tahun. Jika dibandingkan dengan pasien yang memiliki IMT <30 kg/m2, risiko kebutuhan untuk dirawat di ICU meningkat sebesar 1,8 kali pada pasien dengan IMT 30–34 kg/m2 dan meningkat sebesar 3,6 kali pada pasien dengan IMT >35 kg/m2.[8] Hal ini memunculkan pertanyaan apakah obesitas merupakan faktor risiko independen COVID-19.[9]
Hipotesis Obesitas sebagai Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular
Dari sudut pandang kardiovaskular, bukti klinis maupun genetik telah menunjukkan bahwa obesitas (termasuk kelebihan massa lemak) mempunyai hubungan kausatif terhadap hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung koroner, stroke, fibrilasi atrium, penyakit ginjal kronis, maupun gagal jantung.
Obesitas juga dapat memperparah faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya, termasuk pengembangan awal penyakit atau luaran buruk kardiorenal. Selain itu, obesitas turut memperburuk risiko trombosis. Oleh karena itu, obesitas diduga dapat memengaruhi koagulopati yang terjadi pada COVID-19. [9]
Hipotesis Obesitas sebagai Faktor Risiko Penyakit Metabolik
Dari sudut pandang metabolik, obesitas dapat menyebabkan resistensi insulin dan penurunan fungsi sel beta pankreas. Kedua hal tersebut akan membatasi respons metabolik saat tubuh mengalami “tantangan” imunitas. COVID-19 secara langsung dapat mengganggu fungsi sel beta pankreas melalui interaksinya dengan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2).[9] Selain itu, jaringan adiposa berlebihan menyediakan “reservoir” (ekspresi tinggi) reseptor ACE2 yang menjadi entry dari virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2).[10]
Hipotesis Pengaruh Obesitas Terhadap Fungsi Paru
Terlepas dari konsekuensi kardiovaskular, metabolik dan trombotik, obesitas memberikan efek buruk pada fungsi paru-paru. Obesitas memberi efek negatif terhadap forced expiratory volume maupun forced vital capacity paru-paru. Pada kondisi obesitas ekstrem (IMT >40 kg/m2), sulit dilakukan tindakan imaging, ventilasi, maupun rehabilitasi pada pasien-pasien ICU.[9]
Sebuah studi menemukan bahwa pasien dengan IMT ≥30 kg/m2 berhubungan dengan risiko hipoksemia pada pasien COVID-19 yang masuk rawat inap.[11]
Hipotesis Pengaruh Obesitas Terhadap Respons Imun
Dari sudut pandang respons imun, sudah ada hubungan jelas antara obesitas dengan status inflamasi basal yang ditandai oleh kadar sirkulasi interleukin-6 dan C-reactive protein yang lebih tinggi. Jaringan adiposa pada pasien obesitas bersifat proinflamasi.[9] Selain itu, ditemukan pula adanya disregulasi ekspresi leukosit jaringan maupun makrofag inflamasi (termasuk innate lymphoid) yang menggantikan tissue regulatory (M2) phenotypic cells.
Obesitas sendiri sudah dilaporkan menjadi faktor kausal independen terhadap penyakit terkait imun, yaitu psoriasis.[12] Hal ini menandakan bahwa obesitas menyebabkan disregulasi imun sistemik. Begitu juga halnya pada cytokine storm yang berperan dalam pemburukan kondisi COVID-19.[9] Dalam peran pertahanan tubuh host, obesitas terbukti mengganggu respons imun adaptif terhadap virus influenza.[13]
Kondisi obesitas pada pasien yang mengalami influenza A dapat meningkatkan durasi viral shedding, sehingga berpotensi menyebabkan transmisi antarindividu yang lebih tinggi.[14] Hal ini bisa saja terjadi pada COVID-19.[9]
Meskipun mekanisme di atas masih merupakan hipotesis potensial yang mengaitkan pengaruh obesitas terhadap COVID-19, secara keseluruhan obesitas menurunkan reserve kardiorespirasi, mengakibatkan disregulasi metabolik-inflamasi sistemik, serta mempotensiasi risiko trombosis. Semua hal itu berpotensi memperburuk luaran COVID-19. [9,15,16]
Bukti Ilmiah Obesitas sebagai Faktor Risiko COVID-19
Yi huang et al melakukan tinjauan sistematik dan metaanalisis yang memeriksa hubungan antara obesitas dan risiko COVID-19 derajat berat. Obesitas ditentukan berdasarkan IMT dan derajat jaringan lemak viseral atau visceral adipose tissue (VAT).
Luaran studi ini meliputi rawat inap, rawat ICU, penggunaan invasive mechanical ventilation (IMV), dan mortalitas. Hasil analisis univariat dan multivariat menunjukkan bahwa IMT yang lebih tinggi berkaitan dengan risiko COVID-19 derajat berat yang signifikan, baik terhadap rawat inap, rawat ICU, kebutuhan IMV, ataupun kematian.
Hal yang konsisten ditemukan pula pada hubungan antara akumulasi VAT yang lebih banyak dan risiko COVID-19 derajat berat, baik untuk rawat inap, rawat ICU, dan kebutuhan IMV.[15]
Metaanalisis lain yang dilakukan oleh Hussain A et al terhadap 14 studi menemukan sejumlah faktor risiko untuk mortalitas COVID-19, yakni usia> 70 tahun, IMT >25 kg/m2, komorbid berat, bantuan pernapasan tingkat lanjut, dan penyakit kritis. Namun, tidak untuk faktor jenis kelamin.[16]
Kedua hasil metaanalisis di atas sepakat bahwa pasien dengan obesitas berisiko tinggi untuk terinfeksi COVID-19 derajat berat yang membutuhkan rawat inap, rawat ICU, bahkan bantuan IMV. Selain itu, pasien COVID-19 dengan obesitas berisiko tinggi pula untuk mengalami kematian.[15,16]
Kesimpulan
Laporan studi kohort dan bukti metaanalisis telah menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan derajat keparahan dan mortalitas COVID-19. Hasil temuan ini perlu ditindaklanjuti oleh stakeholder terkait mengingat peningkatan insidensi obesitas di seluruh dunia dan pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. Dibutuhkan penelitian lanjutan guna meneliti mekanisme utama dan membuktikan hubungan kausatif antara obesitas dan luaran COVID-19, termasuk pengaruh obesitas terhadap efikasi vaksin COVID-19 yang sementara dikembangkan.