Waktu penggantian kateter intravena yang terbaik masih menjadi kontroversi. Sebagian klinisi melakukan penggantian kateter intravena secara berkala, sedangkan sebagian lainnya hanya melakukan sesuai indikasi medis.
Pemasangan kateter intravena merupakan salah satu tindakan medis yang paling sering dilakukan pada praktik. Data di Amerika Serikat mencatat setidaknya ada 200.000.000 kali pemasangan kateter intravena setiap tahun. Risiko dari pemasangan kateter intravena mencakup phlebitis, bengkak atau hematoma di area pemasangan, hingga sepsis.[1]
Sepsis merupakan komplikasi terberat pemasangan kateter intravena, tetapi angka kejadiannya sangat jarang, yakni hanya 0,5 per 1.000 pemasangan/hari. Penggantian berkala dianggap mampu menurunkan risiko sepsis tersebut.[1]
Pertimbangan dalam Penggantian Kateter Intravena
Dalam praktik klinis, penggantian kateter intravena secara berkala diduga dapat menurunkan risiko phlebitis dan sepsis, sehingga lebih disenangi. Pedoman CDC menyarankan penggantian kateter intravena tidak lebih sering dari setiap 72‒96 jam, karena dilaporkan tidak ada perbedaan bermakna jika penggantian dilakukan lebih sering.[1-4]
Hal yang perlu diingat saat mempertimbangkan penggantian kateter intravena adalah bahwa tindakan ini bukanlah pengalaman yang menyenangkan bagi pasien. Memasukkan kateter intravena bisa menyebabkan nyeri, hematoma, dan infeksi.
Oleh karenanya, penggantian mungkin saja tidak diperlukan jika kateter masih fungsional dan tidak ada tanda inflamasi ataupun infeksi. Penggantian kateter intravena yang tidak perlu juga akan meningkatkan beban biaya medis.[3]
Penelitian yang Membandingkan Penggantian Kateter Intravena Berkala Vs Sesuai Indikasi Klinis
Uji klinis oleh Xu et al (2017) melakukan perbandingan pada 1.198 pasien yang secara acak mendapat penggantian kateter intravena sesuai indikasi klinis atau penggantian setiap 72‒96 jam. Hasil uji melaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna terkait risiko infeksi darah ataupun infeksi lokal di antara kedua kelompok percobaan.[5]
Insidensi phlebitis, oklusi kateter, infiltrasi, ataupun lepasnya kateter intravena secara tidak sengaja juga dilaporkan tidak berbeda bermakna.[5]
Tinjauan sistematik oleh Webster et al (2019) berusaha membandingkan efek dari penggantian kateter intravena secara berkala dengan penggantian yang dilakukan saat ada indikasi klinis saja. Studi ini menganalisis 9 penelitian dengan total subjek 7.412 orang.[3]
Hasil studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna kejadian infeksi darah terkait catheter‐related bloodstream infection, phlebitis, infeksi darah dari segala penyebab, infeksi lokal, mortalitas, ataupun nyeri antara subjek yang menjalani penggantian kateter intravena berkala maupun yang sesuai indikasi medis.[3]
Infiltrasi dan blokade kateter didapatkan berkurang dengan penggantian berkala. Sedangkan, biaya medis didapatkan berkurang jika penggantian dilakukan sesuai indikasi klinis. Kualitas bukti yang dianalisis adalah menengah.[3]
Meta analisis oleh Chen et al (2022) melibatkan lebih banyak subjek, yaitu 10.973 pasien. Studi ini juga menunjukkan bahwa penggantian kateter intravena atas indikasi klinis memang dapat meningkatkan risiko phlebitis, infiltrasi, dan oklusi daripada penggantian secara rutin. Namun, tidak meningkatkan risiko infeksi terkait tindakan kateter intravena.[6]
Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi klinis hasil penelitian adalah penggantian kateter intravena sebaiknya hanya dilakukan jika ada indikasi klinis saja. Walaupun penggantian secara rutin dapat menurunkan risiko infiltrasi dan blokade kateter, cara ini tidak berhubungan dengan penurunan catheter‐related bloodstream infection termasuk sepsis.[3,5,6]
Penggantian kateter intravena atas indikasi klinis dapat menghindarkan pasien dari tindakan berulang yang tidak perlu dan tidak nyaman, serta dapat menurunkan biaya medis yang dikeluarkan.[3,5,6]
Kesimpulan
Penggantian kateter intravena secara berkala diduga mampu menurunkan risiko infeksi, baik phlebitis maupun sepsis terkait pemasangan kateter intravena. Namun, penggantian kateter intravena yang tanpa indikasi klinis bisa menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien dan meningkatkan beban biaya medis.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal luaran infeksi, mortalitas, ataupun nyeri pada pasien yang menjalani penggantian berkala dengan mereka yang menjalani penggantian sesuai indikasi. Perubahan kebijakan pada fasilitas kesehatan patut dipertimbangkan.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini