Berdasarkan berbagai studi, aplikasi kesehatan dalam smartphone dapat ikut berperan dalam penatalaksanaan nyeri kronis.[1] Nyeri kronis sering kita temui dalam praktik klinis, terutama di layanan kesehatan primer. Di Amerika Serikat, keluhan ini dilaporkan terjadi pada lebih dari 100 juta penduduk. Aplikasi kesehatan dapat memudahkan pasien dengan kondisi medis kronik untuk mendapat pelayanan kesehatan dan meminimalisir biaya yang dikeluarkan. Di era digital saat ini, aplikasi kesehatan menjadi solusi inovatif yang dapat meningkatkan dan memudahkan pemantauan serta pelacakan perkembangan kondisi medis.[2,3]
Sekilas Mengenai Manajemen Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang dirasakan dalam rentang waktu 3 bulan atau lebih.[4,5] Nyeri kronis telah dikaitkan dengan disabilitas, peningkatan kerentanan ekonomi, gangguan mood dan kecemasan, serta penurunan kualitas hidup seseorang.[3]
Nyeri kronis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Nyeri neuropatik, misalnya akibat post-herpetic neuralgia, neuropati diabetik, nyeri neuropati sentral
- Nyeri nosiseptif, misalnya akibat luka bakar
- Nyeri muskuloskeletal, seperti nyeri punggung, nyeri miofasial, atau nyeri setelah trauma
- Nyeri inflamasi, misalnya akibat rheumatoid arthritis atau pasca pembedahan
- Nyeri kanker akibat tumor atau metastasis dan nyeri akibat tata laksana kanker[2]
Penanganan Nyeri Kronis
Manajemen nyeri kronis bertujuan untuk menghilangkan nyeri sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Penanganan pada nyeri kronis dilakukan secara multidisiplin, yaitu dapat mencakup bidang neurologi, bedah saraf, ortopedi, anestesiologi, onkologi, psikiatri, beserta stakeholders yang lain.[6]
Rekomendasi manajemen nyeri kronis saat ini melibatkan modalitas farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi farmakologi meliputi pemberian obat-obatan, termasuk obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen; opioid seperti morfin; antidepresan seperti amitriptyline; antiepileptik seperti gabapentin; dan obat topikal seperti capsaicin. Selain itu, penanganan nyeri dapat dilakukan dengan pemberian terapi nonfarmakologi, misalnya peregangan, masase, cognitive behavioral therapy, terapi fisik, dan akupuntur.[2,5,7]
Kegunaan Aplikasi Kesehatan dalam Tata Laksana Nyeri Kronis
Self-management merupakan salah satu pilihan terapi nonfarmakologi yang telah banyak diterapkan pada pasien nyeri kronis. Manajemen mandiri ini dilaporkan dapat mengurangi kebutuhan rawat inap, kunjungan ke instalasi gawat darurat, serta mengatasi masalah akses pelayanan kesehatan. Namun, banyak hambatan yang terjadi pada penerapan self-management, seperti edukasi pasien yang kurang dan overmedication. Selain itu, cognitive behavioral therapy (CBT) juga menjadi pilihan terapi pada nyeri kronis. Tetapi banyak pasien tidak dapat mengakses praktisi CBT yang terlatih. Aplikasi kesehatan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan aspek manajemen nyeri kronis tersebut.[10-12]
Basis Bukti Ilmiah
Pada tahun 2017, sebuah tinjauan kritis mencoba menganalisis kelebihan dan kekurangan dari aplikasi kesehatan dalam manajemen nyeri kronis. Studi ini memprediksi bahwa penggunaan aplikasi kesehatan akan menjadi hal yang normal di masa mendatang. Hal ini karena populasi lansia telah dilaporkan bertambah dengan cepat, sehingga diperkirakan akan timbul berbagai komorbiditas yang menyebabkan nyeri kronis. Selain itu, tidak semua orang memiliki waktu atau kesempatan untuk mengikuti pengobatan tatap muka. Meski demikian, studi ini juga menyatakan bahwa masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait hubungan antara aplikasi kesehatan dengan peningkatan kualitas hidup pasien, autonomi fungsional, dan penurunan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan.[10]
Pada tahun 2018, terdapat uji klinis oleh Palermo dkk mengenai efikasi mobile health intervention untuk self-management pada anak muda (WebMAP mobile®). Hasil studi ini menunjukkan bahwa penggunaan aplikasi kesehatan pada ponsel efektif dalam menyokong tata laksana nyeri kronis.[12]
Pada tahun 2019, sebuah tinjauan sistematik dan meta analisis mengevaluasi hasil dari 17 uji klinis untuk menilai efikasi aplikasi kesehatan (eHealth dan mHealth) terhadap nyeri kronis. Dalam studi ini, aplikasi kesehatan dilaporkan menghasilkan efek signifikan terkait intensitas nyeri jangka pendek dan menengah. Aplikasi kesehatan juga dilaporkan memiliki sedikit efek jangka pendek dan menengah terhadap depresi, efek signifikan terhadap nyeri katastrofi jangka pendek, dan sedikit efek jangka pendek terhadap self-efficacy. Meski demikian, belum diketahui bagaimana efek terhadap luaran jangka panjang. Studi yang diikutkan dalam analisis juga memiliki berbagai keterbatasan, termasuk penyamaran yang tidak adekuat yang mungkin menyebabkan efek plasebo.[13]
Kesimpulan
Aplikasi kesehatan diduga mampu berperan dalam tata laksana nyeri kronis dengan meningkatkan peran self-management. Studi yang ada saat ini, walaupun memiliki berbagai keterbatasan, menunjukkan potensi aplikasi kesehatan dalam meningkatkan berbagai luaran jangka pendek dan menengah dalam manajemen nyeri kronis. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui efek jangka panjang penggunaannya, disertai dengan penyamaran adekuat dan evaluasi mengenai efeknya terhadap overmedication dan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan.
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha