Risiko transmisi HIV atau human immunodeficiency virus dilaporkan meningkat pada wanita selama hamil dan setelah bersalin karena adanya perubahan kondisi hormonal, perubahan mikrobiota vagina, dan perubahan perilaku seksual di masa perinatal.[1-3]
Menurut The Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) pada tahun 2021, ada sekitar 540.000 orang di Indonesia dari berbagai rentang usia yang terinfeksi HIV. Populasi wanita di Indonesia yang terinfeksi HIV mencapai 200.000 orang. Jumlah ini bertambah dari tahun 2015, di mana populasi wanita di Indonesia dengan HIV adalah sekitar 180.000.[2,4,5]
Persentase wanita hamil yang terinfeksi HIV dan mendapatkan terapi antiretroviral di Indonesia juga meningkat, yakni dari 8% pada tahun 2015 menjadi 15% pada tahun 2021. Peningkatan transmisi HIV pada wanita selama hamil dan setelah bersalin ini dikhawatirkan dapat turut meningkatkan transmisi vertikal dari ibu ke anak.[2,4,5]
Bukti Peningkatan Risiko Transmisi HIV dari Pasangan Seksual ke Wanita dalam Masa Perinatal
Suatu meta analisis dan tinjauan sistematik melakukan penelusuran pada berbagai basis data penelitian untuk mengetahui besar risiko transmisi HIV pada wanita yang seronegatif selama masa kehamilan dan pascapersalinan. Studi ini mengidentifikasi 47 publikasi (35 di antaranya dilakukan di Afrika), yang menilai transmisi HIV selama kehamilan dan selama 12 bulan setelah persalinan.[6]
Meta analisis dan tinjauan sistematik tersebut melaporkan bahwa insiden HIV selama kehamilan dan setelah persalinan adalah 3,8/100 orang-tahun, yang dijabarkan menjadi 4,7/100 orang-tahun selama kehamilan dan 2,9/100 orang-tahun setelah persalinan. Namun, risiko transmisi HIV dikatakan tidak berbeda bermakna antara wanita di masa perinatal dan wanita yang tidak hamil.[6]
Ada beberapa keterbatasan dalam meta analisis tersebut. Pertama, berbagai studi yang dianalisis menghitung insiden HIV dengan uji HIV yang beragam (sensitivitas bervariasi) serta durasi tindak lanjut yang juga beragam. Kedua, deteksi serokonversi mungkin tergantung pada waktu pemeriksaan HIV yang bervariasi antar subjek. Ketiga, seluruh studi yang dianalisis sebenarnya bukan bertujuan untuk memperkirakan insiden HIV dalam kehamilan. Mayoritas studi melakukan exclusion wanita hamil di awal studi.[6]
Suatu studi prospektif yang dipublikasikan di tahun 2018 mempelajari risiko relatif dan absolut bagi seorang wanita untuk terinfeksi HIV selama hamil dan setelah bersalin. Studi ini mengevaluasi perbedaan risiko infeksi HIV pada berbagai tahap reproduktif dengan menghitung peluang transmisi HIV untuk tiap hubungan seksual pada periode awal kehamilan, akhir kehamilan, dan setelah persalinan. Hasil dibandingkan dengan saat sedang tidak hamil.[4]
Dari 2.751 pasangan yang serodiscordant (pasangan seropositif dan seronegatif HIV), 615 wanita mengalami kehamilan. Studi ini menyimpulkan bahwa risiko penularan HIV untuk tiap hubungan seksual tanpa kondom meningkat secara signifikan pada masa kehamilan dan setelah persalinan. Risiko yang tertinggi didapatkan pada masa akhir kehamilan dan setelah persalinan. Risiko terkena HIV meningkat 3 kali lipat pada masa akhir kehamilan dan meningkat 4 kali lipat setelah persalinan.[4]
Namun, interpretasi risiko terkena HIV tersebut perlu dilakukan hati-hati sebab estimasi didapatkan dari penelitian di negara dengan prevalensi HIV yang tinggi. Risiko terkena HIV tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah hubungan seksual tanpa kondom dan mungkin berbeda pada populasi dengan angka penggunaan kondom yang tinggi.[4]
Selain itu, dengan melakukan exclusion kelompok wanita yang tidak pernah hamil sama sekali dari analisis, penelitian tersebut berpotensi kehilangan sejumlah partisipan untuk dipantau yang juga dapat memengaruhi estimasi risiko infeksi HIV.[4]
Faktor Penyebab Infeksi HIV pada Wanita Selama Hamil dan Setelah Bersalin
Perubahan hormonal selama hamil meningkatkan risiko infeksi HIV melalui perubahan mikrobiota vagina dan ekspresi sejumlah protein permukaan sel T seperti CCR5 dan CXCR4. Kehamilan juga meningkatkan risiko inflamasi dan menurunkan integritas epitel vagina. Kehamilan mengaktivasi imunitas bawaan tubuh tetapi menurunkan imunitas adaptif dan sel natural killer. Semua hal ini meningkatkan risiko infeksi HIV hingga beberapa bulan setelah persalinan.[1,4]
Menurut studi oleh Thomson, et al., risiko infeksi HIV adalah sekitar 3–4 kali lebih tinggi untuk setiap hubungan seksual tanpa kondom yang dilakukan pada akhir kehamilan hingga masa pascapersalinan.[4]
Namun, peningkatan risiko transmisi HIV pada wanita selama hamil dan setelah bersalin mungkin juga berkaitan dengan perubahan perilaku seksual di masa perinatal. Penelitian Dvora, et al. mengungkapkan bahwa wanita hamil memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk melakukan aktivitas seksual tanpa kondom bila dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.[7]
Dampak pada Bayi
Dampak jangka panjang yang perlu dipertimbangkan dari peningkatan risiko transmisi HIV pada wanita selama hamil dan setelah persalinan adalah peningkatan risiko transmisi HIV dari ibu ke anak. Suatu meta analisis dan tinjauan sistematik menyatakan bahwa tingkat transmisi vertikal dari ibu yang terkena HIV adalah 17,8% pada masa kehamilan dan 26,9% pada masa pascapersalinan.[6]
Kesimpulan
Selama kehamilan dan setelah persalinan, ada peningkatan risiko transmisi HIV pada wanita yang seronegatif bila dibandingkan dengan saat sedang tidak hamil. Risiko ini dilaporkan meningkat paling banyak di periode akhir kehamilan dan setelah persalinan.
Peningkatan risiko ini berkaitan dengan perubahan biologis saat kehamilan, seperti peningkatan estrogen dan progesteron, inflamasi, kerentanan sel epitel vagina terhadap infeksi, dan perubahan mikrobiota vagina. Selain itu, perilaku seksual berisiko seperti berhubungan tanpa kondom juga meningkatkan risiko transmisi HIV selama periode kehamilan dan setelah persalinan.
Peningkatan risiko serokonversi HIV pada wanita selama masa kehamilan dan setelah persalinan ini juga meningkatkan risiko transmisi HIV secara vertikal dari ibu ke anak. Tingkat transmisi vertikal dari ibu yang terkena HIV adalah 17,8% pada masa kehamilan dan 26,9% pada masa pascapersalinan.
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita