Pendahuluan Hirschsprung Disease
Hirschsprung disease atau megakolon kongenital adalah kelainan kongenital pada saluran gastrointestinal, yang ditandai dengan hilangnya sel ganglion atau aganglionik di usus bagian distal. Pada sekitar 80% kasus, aganglionik terbatas pada kolon rektosigmoid. Hirschsprung disease terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran hidup, dan bayi laki-laki lebih berisiko 4 kali lipat untuk terkena penyakit ini, dibanding perempuan.[1–3]
Kondisi aganglionik usus disebabkan oleh adanya gangguan migrasi dan diferensiasi sel krista neuron pada enteric nervous system (ENS). Faktor genetik, seperti mutasi gen RET, GDNF, dan GFRα1, turun berperan dalam terjadinya Hirschsprung disease. Penyakit ini kadang terjadi bersamaan dengan kelainan genetik lain, misalnya Sindrom Down.[4,5]
Hirschsprung disease dapat dicurigai pada bayi dengan keluhan gangguan motilitas usus, yang ditandai kegagalan pasase mekonium dalam 48 jam pertama kehidupan, konstipasi, muntah bilier, distensi abdomen, atau diare. Pada anak yang lebih besar, gangguan ini dapat menyebabkan enkopresis dan gangguan pertumbuhan.[3,4]
Biopsi rektal merupakan baku emas diagnosis Hirschsprung disease, karena dapat menunjukkan area hipoganglionik atau aganglionik pada usus. Pemeriksaan lain, seperti foto polos abdomen, manometri anorektal dan barium enema juga dapat membantu untuk membedakan dengan diagnosis banding, misalnya atresia kolon.[1-3]
Tata laksana definitif Hirschsprung disease adalah dengan operasi untuk melakukan reseksi segmen aganglionik. Sebelum operasi, sebaiknya dilakukan irigasi usus 1–3 kali/hari dengan cairan salin normal, agar terjadi dekompresi usus. Pemberian antibiotik, seperti metronidazole, juga disarankan untuk mencegah infeksi luka postoperatif. Biasanya, pasien dapat mulai diberikan nutrisi enteral 24–48 jam postoperatif.[4,6]
Secara umum, prognosis Hirschsprung disease cukup baik, terutama jika diagnosis dilakukan secara dini, dan diberikan tata laksana yang tepat. Namun, prognosis dapat menjadi kurang baik apabila timbul komplikasi, misalnya enterokolitis atau perforasi usus. Prognosis yang lebih buruk juga ditemukan pada pasien Hirschsprung disease dengan segmen aganglionik yang lebih panjang.[3]
Edukasi pada pasien Hirschsprung disease terutama berkaitan dengan pola defekasi (bowel habit) postoperatif. Pola defekasi yang normal mungkin baru dapat dicapai dalam hitungan tahun, sehingga pasien perlu melakukan toilet training, terutama jika memasuki usia sekolah. Untuk memelihara fungsi usus, pasien sebaiknya mengonsumsi diet yang kaya akan serat pangan.[3,4]
Upaya pencegahan dilakukan dengan memastikan ibu yang akan hamil tidak defisiensi mikronutrien, misalnya vitamin A atau asam folat, serta menghindari penggunaan obat-obatan yang dapat mengganggu migrasi ENS selama kehamilan, misalnya mycophenolate dan ibuprofen. Selain itu, pasien yang merencanakan kehamilan sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.[7]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra