Pendahuluan Pruritus
Pruritus adalah sensasi gatal yang dapat disebabkan oleh kondisi dermatologis seperti tinea korporis, dan kondisi sistemik seperti enterobiasis. Etiologi pruritus dapat mencakup pelepasan histamin, serotonin, dan neuropeptida, disertai transmisi sinyal gatal neuronal. Faktor risiko meliputi usia tua, memiliki penyakit dermatologis, kulit yang kering, dan komorbiditas sistemik seperti disfungsi ginjal dan hati.[1-3]
Diagnosis banding pruritus sangat luas dan mencakup presentasi akut dan kronis. Pruritus dapat disebut kronis jika gejala terjadi selama setidaknya 6 minggu. Adanya lesi kulit primer dan sekunder, serta riwayat paparan atau keluhan sistemik bisa menunjukkan etiologi pruritus.[1]
Pruritus akut biasanya berkaitan dengan kondisi dermatologi, misalnya dermatitis atopik, dermatitis kontak, maupun tinea. Pruritus generalisata bisa berkaitan dengan kondisi sistemik, misalnya alergi makanan, kolestasis, atau alergi obat. Pruritus juga telah dilaporkan diamati pada wanita hamil, pasien HIV, hepatitis C, dan penyakit uremik.[1,2]
Pemeriksaan fisik perlu mencakup pemeriksaan lesi kulit, dengan atau tanpa visualisasi jaring jari, daerah anogenital, kuku, dan kulit kepala sesuai arah diagnosis yang dicurigai. Jika penyebab sistemik dicurigai, pemeriksaan penunjang awal mungkin mencakup hitung darah lengkap, kreatinin, kadar nitrogen urea, uji fungsi hati, kadar zat besi, kadar glukosa puasa atau HbA1C, dan uji hormon tiroid. Pada lansia dengan pruritus generalisata kronis dan tidak ada lesi kulit primer, dokter harus mempertimbangkan evaluasi keganasan.
Penatalaksanaan pruritus meliputi menghindari paparan pencetus, penggunaan emolien, dan pemberian antihistamin oral. Jika hasil pemeriksaan etiologi pruritus tidak konklusif, dokter dapat mempertimbangkan etiologi psikogenik.[1]