Patofisiologi Scabies
Patofisiologi scabies atau skabies melibatkan reaksi inflamasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei hominis, yang dapat ditularkan melalui kontak langsung kulit ke kulit, ataupun kontak tidak langsung dari kulit dengan benda yang mengandung larva atau tungau dewasa. Secara klinis, gejala yang muncul ada tiga tipe: klasik, nodular, dan krusta yang menular atau sering disebut sebagai Norwegian scabies.[1,2,4]
Tipe Scabies
Pada pasien dengan tipe klasik biasanya didapati tungau sebanyak 10-15 organisme. Dibutuhkan sekitar sepuluh menit kontak dari kulit ke kulit untuk terjadinya penularan tungau ke orang lain. Transmisi juga dapat terjadi melalui benda yang dihinggapi tungau seperti baju atau linen lain yang berkontak langsung dengan tubuh pasien. Presentasi klinis scabies seringkali bermanifestasi sebagai plak hiperkeratosis difus dan terlokalisir pada telapak tangan, telapak kaki, dan di sela-sela jari.[1,2,4]
Pada tipe nodular, lesi berupa nodul eritematosa dengan predileksi pada aksila dan selangkangan. Nodul sangat gatal, diperkirakan etiologinya karena reaksi hipersensitivitas pada tungau betina.
Pada tipe krusta atau Norwegian scabies, pasien yang terinfeksi dapat memiliki hingga jutaan tungau dan karenanya tipe ini sangat menular. Scabies tipe krusta terjadi pada pasien imunokompromais karena terapi imunosupresif, diabetes, HIV, atau pada lansia. Dengan kepadatan tungau yang terdapat pada kulit pasien, kontak singkat dengan pasien dan benda yang terkontaminasi dapat menyebabkan penularan.[2,4]
Patofisiologi Gatal pada Scabies
Belum terdapat mekanisme spesifik yang menjelaskan patofisiologi gatal pada scabies serta jalur molekuler yang menghubungkan antara gatal dan scabies. Gatal yang sangat berat pada scabies menjadi ciri khas penyakit ini. Gejala gatal akan bertahan sampai scabies hilang. Seringkali gatal menjadi kronis karena adanya persistensi setelah terapi scabies. Pada kasus yang berat, dapat muncul papul karena garukan (prurigo).[5-7]
Rasa gatal dapat meningkat saat malam (nocturnal crescendo). Walaupun demikian, gatal di malam hari tidak spesifik hanya terjadi pada scabies saja. Gatal di malam hari dapat terjadi juga pada dermatitis atopik dan psoriasis. Rasa hangat, berkeringat, dan air panas, dapat meningkatkan rasa gatal pada pasien scabies. Menggaruk dapat mengurangi rasa gatal dan memunculkan rasa nikmat pada pasien scabies. Menariknya, terdapat studi yang menunjukkan bahwa pasien scabies menggaruk lebih sering dari pasien penyakit kulit lain, seperti psoriasis dan urtikaria. Namun, pasien scabies memiliki likenifikasi paling rendah dibandingkan pasien penyakit kulit lain.
Gatal pada scabies diduga disebabkan oleh stimulasi langsung neuron sensorik gatal pada kulit akibat adanya sitokin yang berasal dari sel epitel, yaitu IL-33 dan thymic stromal lymphopoietin (TSLP), serta stimulasi tidak langsung terhadap rasa gatal oleh kalikrein yang berasal dari keratinosit (KLK) seperti KLK7. Selanjutnya, sitokin IL-4, IL-9, IL-13, IL-31, dan CXCL10 secara langsung mempromosikan gatal.[6]
Respon Imun Terhadap Tungau Scabies
Respon imun utama terhadap infestasi tungau meliputi innate immune system dan aktivasi sistem komplemen. Efektor dari respon imun termasuk sel mast teraktivasi, imunoglobulin E (IgE), eosinofil, dan efektor non-histaminergik seperti PAR2 dan IL-31. Pada scabies nonkrusta klasik, respon imun yang dimediasi Th1 memainkan peran dominan. Respon imun Th2 diduga lebih berperan dalam patogenesis scabies berkrusta.[6]
Respon Imun Terhadap Tungan Secara Langsung
Komponen tungau secara langsung dapat memacu aktivasi dari jalur Toll-like receptor (TLR) denga aktivasi TLR 3, 4, dan 7 yang diekspresikan oleh neuron sensorik primer. Feses dari tungau mengandung protease yang dapat memicu aktivasi dari reseptor yang diaktifkan protease. Interaksi antara tungau dan keratinosit dapat memacu pelepasan aktivasi protease yang mengaktivasi reseptor pruritik. Selanjutnya, komponen dari tungau dapat dikenali sebagai antigen dan menunjukkan struktur yang mirip antigen dari tungau debu rumahan.
Hal ini dapat memicu aktivasi sel mast yang dimediasi oleh IgE, kemudian diperparah juga oleh gatal yang dimediasi oleh degranulasi histamin, tumor necrosis factor (TNF) alfa dan tryptase yang dilanjutkan oleh aktivasi histamin H1 dan H4 prurireseptor serta aktivitas protease oleh prurireseptor oleh tryptase. Rasa gatal juga dapat meningkat karena adanya pelepasan leukotrien dan prostaglandin oleh makrofag.[6]
Penulisan pertama oleh: dr. Afiffa Mardhotillah