Patofisiologi Prolaps Rektum
Patofisiologi prolaps rektum berhubungan dengan jaringan ikat mukosa rektum yang mengendur disertai sistem saraf dan otot pelvis yang melemah, serta tonus sfingter yang menurun, sehingga menyebabkan prolaps mukosa rektum ke sfingter anal eksterna. Adanya gangguan fungsi otot dan sfingter tersebut menyebabkan gerakan rektum menjadi tidak terkoordinasi dan pada kondisi kronis bisa mengakibatkan rektum jatuh ke bawah keluar dari lubang anus.[3-5]
Teori Peningkatan Tekanan Intraabdomen
Pada keadaan normal, sistem saraf, otot, sfingter, dan jaringan ikat pada pelvis bekerja secara sinergis ketika peningkatan tekanan intraabdomen terjadi, seperti pada saat seseorang berubah posisi, mengejan, atau batuk. Pada keadaan defekasi atau mengejan, terjadi gerakan volunter yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen disertai dengan kontraksi otot-otot pelvis.
Pada saat yang sama, sfingter akan berelaksasi dan jaringan ikat akan mengendur supaya feses dapat turun dari rektum ke anus. Peningkatan tekanan intraabdominen yang terjadi akibat asites, masa intraperitoneal, obstipasi, organomegali, dan batuk kronis juga dapat mempengaruhi pembentukan hernia.[3-5]
Teori Lain yang Berhubungan dengan Patofisiologi Prolaps Rektum
Selain itu, ada pula beberapa teori yang menjelaskan terjadinya prolaps rektum. Teori yang pertama adalah prolaps rektum terjadi akibat sliding hernia melalui defek pada fascia pelvis. Teori yang kedua menyatakan bahwa prolaps rektum dimulai dari intususepsi internal sirkumferensial rektum sebesar 6–8 cm proksimal menuju ke kanalis analis.[3,4]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli