Pendahuluan Paraplegia
Paraplegia adalah paralisis atau kondisi lumpuh pada kedua ekstremitas bawah. Paraplegia berbeda dengan paraparesis yang merupakan kelemahan kedua ekstremitas bawah. Paraplegia terjadi akibat kerusakan pada medula spinalis di bawah level C8, misalnya akibat cedera korda spinalis ataupun proses infeksi.[1,2]
Secara garis besar, apapun penyebabnya patofisiologi paraplegia melibatkan lesi pada medula spinalis. Lesi dapat terjadi karena proses traumatik maupun non-traumatik. Proses traumatik yang dapat menyebabkan paraplegia adalah spinal cord injury. Sementara itu, proses non-traumatik yang dapat menyebabkan paraplegia adalah kelainan genetik paraplegia spastik familial (hereditary spastic paraplegia/HSP), tumor medula spinalis, infark medula spinalis, sarkoidosis, dan infeksi seperti spondilitis tuberkulosis.[1-3]
Paraplegia sendiri bukanlah suatu diagnosis akhir. Paraplegia merupakan manifestasi dari suatu kondisi medis spesifik. Oleh karenanya, proses diagnosis ditekankan pada mencari penyebab yang mendasari. Tata laksana pasien dengan paraplegia juga akan tergantung dengan penyebabnya. Selain itu, pasien diberikan dukungan fisik dan mental untuk mempermudah menjalani aktivitas harian dan meminimalisir disabilitas. Pasien juga umumnya memerlukan rehabilitasi medis.[1-5]
Aspek tata laksana pasien paraplegia yang tidak kalah penting adalah pencegahan komplikasi berupa ulkus dekubitus atau pressure injury. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya ulkus dekubitus adalah penggunaan matras atau alas tidur khusus, melakukann reposisi berkala agar tidak terjadi tekanan berkepanjangan pada satu area saja, serta menjaga kelembapan kulit dengan hidrasi adekuat dan pemberian moisturizer.[6]