Pendahuluan Endometritis
Endometritis adalah infeksi atau inflamasi pada jaringan endometrium uterus. Lapisan muskular atau miometrium sering ikut terlibat, sehingga sering pula digunakan istilah “endomiometritis” untuk menggambarkan penyakit ini.
Endometritis dapat dibagi menjadi dua yakni terkait kehamilan atau obstetrik dan tidak terkait kehamilan. Pada kondisi yang tidak terkait dengan kehamilan, endometritis dikenal dengan istilah penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Disease/ PID). PID sendiri terdiri atas spektrum gangguan peradangan pada traktus genitalia wanita atas meliputi endometritis, salpingitis, abses tuboovarium, dan peritonitis pelvis.[1-4]
Berdasarkan pada waktu dan gambaran histopatologinya, endometritis dibagi menjadi dua kategori, yaitu endometritis akut dan kronis. Endometritis akut terjadi selama <30 hari dan memiliki ciri khas pembentukan mikroabses dan invasi neutrofil pada epitel superfisial dari endometrium, kelenjar lumina, dan kavum uteri.
Sementara itu, endometritis kronis terjadi hingga >30 hari dan secara histopatologis mengalami perubahan berupa edema superfisial endometrium, kepadatan sel stromal, pematangan terpisah antara epitel dan stroma, serta infiltrasi plasmasit stroma endometrial (Endometrial Stromal Plasmacytes / ESPCs).[1,5-8]
Penyebab tersering endometritis adalah terbentuknya koloni polimikroba, yang melibatkan gabungan antara berbagai bakteri aerob dan anaerob pada lapisan desidua kavum uteri. Infeksi polimikobra ini dapat disebabkan oleh PMS (Penyakit Menular Seksual), disbiosis dari mikrobium vagina, atau akibat prosedur invasif pada rahim yang kurang memperhatikan teknik asepsis.[7,9,10]
Pendekatan Manajemen Endometritis
Endometritis akut utamanya merupakan suatu diagnosis klinis. Pada anamnesis kasus endometritis akut, dapat dijumpai keluhan seperti demam, nyeri panggul, diikuti dengan perubahan pada duh vagina. Di sisi lain, endometritis kronis merupakan penyakit tersembunyi yang biasanya terdiagnosis pada pemeriksaan untuk keluhan amenore sekunder dan infertilitas. Satu atau lebih kriteria berikut dapat digunakan untuk meningkatkan spesifisitas diagnosis endometritis:
- Suhu oral di atas 38,3ºC
- Duh serviks abnormal yang mukopurulen atau kerapuhan serviks
- Ditemukan sel darah putih pada sediaan salin cairan vagina
- Peningkatan laju sedimentasi eritrosit
- Peningkatan protein reaktif-C
- Dokumentasi laboratorium terhadap infeksi serviks akibat Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis[3,7,11-14]
Sesuai dengan penyebab terjadinya penyakit ini, tata laksana utama pada kasus endometritis yaitu pemberian regimen antibiotik. Regimen antibiotik yang direkomendasikan pada kondisi endometritis post partum yaitu clindamycin 900 mg intravena tiap 8 jam, dikombinasikan dengan gentamicin 5 mg/kg intravena tiap 24 jam.
Meskipun terapi endometritis kronis utamanya adalah pemberian antibiotik oral, namun regimen dan pendekatannya memiliki perbedaan dengan endometritis akut. Tidak ada regimen antibiotik khusus untuk endometritis kronis, pemberian antibiotik didasarkan pada hasil kultur dan pewarnaan Gram dari aspirasi atau biopsi endometrium diikuti dengan aspirasi endometrium ulang setelah pengobatan selesai [7,9,13,14]
Endometritis dan Infertilitas
Komplikasi endometritis meliputi penyebaran infeksi ke jaringan miometrium, peritoneum dan sekitarnya, seperti peritonitis pelvis, abses pelvis serta dapat sepsis. Peradangan yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan infertilitas akibat terjadinya adhesi pelvis, distorsi anatomi pelvis, gangguan tuboovarium, dan adhesi intrauterin. Pasien dengan endometritis lebih berisiko mengalami infertilitas, recurrent implantation failure, dan keguguran berulang.[4,7,9,15]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani