Diagnosis Kanker Sinonasal
Diagnosis kanker sinonasal ditegakkan dengan biopsi jaringan dari massa sinonasal yang dapat diambil lewat tindakan tertentu, seperti endoskopi nasal. Gejala yang timbul tidak spesifik, misalnya epistaksis, rhinorrhea, dan hidung tersumbat, sehingga sering terjadi underdiagnosis.
Anamnesis
Anamnesis terkait kanker sinonasal pada tahap awal biasanya tidak bergejala (asimptomatik) atau memberikan gejala ringan yang nonspesifik. Apabila ada, gejala yang timbul terutama daerah sinonasal, bersifat unilateral, seperti hidung tersumbat (obstruksi nasal), rhinorrhea persisten, epistaksis, dan nyeri pada area wajah.
Pada tahap yang lebih lanjut, ketika ukuran massa membesar, dan pasien dapat menyadari adanya deformitas wajah serta keterlibatan gejala pada orbita dan periorbita. Pada area orbita, dapat disadari adanya protrusi bola mata (proptosis), penglihatan ganda (diplopia), gangguan pergerakkan bola mata (oftalmoplegia), dan nyeri periorbita.
Pada keadaan ini, pasien juga dapat mengeluh nyeri kepala dan gangguan lain yang berkaitan dengan neuropati kranial. Gejala yang berkaitan dengan defisit saraf kranialis, seringkali ditemukan pada stadium lebih lanjut, di mana sudah terdapat perluasan massa ke fossa cranialis anterior dan medial. Maka dari itu, gejala yang timbul dapat membantu memprediksi ekstensi penyakit dan penyebaran massa.[4,7,17]
Anamnesis juga meliputi faktor risiko, terutama riwayat paparan dengan debu industri dan merokok. Faktor risiko lainnya yang dapat ditanyakan adalah riwayat infeksi human papilloma virus (HPV) terutama area traktus respirasi, riwayat radioterapi seperti pada kasus retinoblastoma, dan paparan karsinogenik lainnya, seperti formaldehid.[4,15,16]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kanker sinonasal terutama adalah massa pada pemeriksaan rinoskopi anterior maupun posterior pada pemeriksaan fisik hidung. Akan tetapi, massa tumor dapat tidak ditemukan bila ukurannya masih kecil.
Pemeriksaan fisik telinga-hidung-tenggorok lengkap perlu dilakukan untuk menilai ekstensi tumor. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan saraf kranial, kepala, leher, dan kelenjar getah bening lengkap.[7]
Pada stadium lanjut, pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya proptosis, diplopia, dan neuropati cranialis. Ekstensi massa ke fossa cranialis anterior dan medial dapat diperkirakan dengan pemeriksaan fisik.
Pada fossa cranialis anterior, massa dapat mencapai palatum cribiformis atau area orbita. Pada kondisi ini, dapat diidentifikasi adanya anosmia maupun proptosis. Selanjutnya penyebaran pada area lateral, yaitu area zygomatic dan sphenoid sampai sinus cavernosus dapat ditemukan neuropati saraf cranial III, IV, VI, V1, dan V2 karena jarasnya yang melewati sinus cavernosus. Pada kondisi ini, dapat ditemukan diplopia dan parestesia di area wajah.[7,17]
Pada fossa cranialis medial, saraf cranial V3 dan invasi pada otot pterygoideus dapat terlibat. Pada kondisi ini, ditemukan parestesia pada wajah bagian bawah atau trismus.[17]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari kanker sinonasal adalah penyakit inflamasi dan tumor jinak pada area sinonasal.
Penyakit Inflamasi Sinonasal
Kondisi inflamasi sinonasal dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan keganasan. Beberapa kondisi tersebut, seperti infeksi saluran napas atas dan bawah, alergi seperti rhinitis alergi, riwayat trauma, dan adanya benda asing.
Penyakit inflamasi sinonasal seringkali memberikan gejala serupa, seperti rhinorrhea dan obstruksi nasal. Akan tetapi, karakteristik yang mengarah pada keganasan adalah awitan gejala atau tanda yang cepat dan progresif, penurunan berat badan tanpa direncanakan, serta faktor risiko seperti riwayat paparan karsinogenik, infeksi HPV, dan papiloma. Keganasan sinonasal juga lebih sering ditemukan pada kelompok usia dekade ke-6.[15–17]
Tumor Jinak Sinonasal
Tumor jinak sinonasal dapat menimbulkan manifestasi yang mirip dengan keganasan, seperti obstruksi nasal. Tumor jinak yang sering ditemukan adalah polip nasal, kista, inverted papilloma, ensefalokel, fibroma, atau angiofibroma nasofaring.
Tumor jinak dapat dibedakan dari keganasan secara definitif dengan biopsi. Meski demikian, perlu diingat bahwa ensefalokel dan tumor vaskular, seperti angiofibroma nasofaring, adalah kontraindikasi biopsi.[18]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan kanker sinonasal dan menentukan stadium penyakit adalah endoskopi hidung untuk pengambilan sampel biopsi. Pemeriksaan lainnya, yaitu MRI, CT scan kepala, dan PET scan dapat membantu evaluasi massa dan penyebaran massa tumor.[7]
Biopsi
Biopsi jaringan untuk pemeriksaan histopatologi merupakan pemeriksaan baku emas untuk kanker sinonasal. Biopsi harus dilakukan sebelum inisiasi terapi, dengan pengecualian pada ensefalokel dan tumor vaskular karena berisiko bocornya cairan serebrospinal atau pendarahan yang sulit dihentikan.
Biopsi dapat dilakukan secara transnasal atau dengan endoskopi. Apabila tidak memungkinkan, biopsi dapat dilakukan melalui antrostomi maksila atau sfenoidotomi menggunakan endoskopi. Kedua jalur tersebut dapat mencapai drainase sinus alamiah tanpa mengganggu lesi atau merusak area operasi.[1–3,7,8,10]
Endoskopi
Endoskopi untuk pengambilan sampel biopsi disarankan oleh American Cancer Society (ACS). Tindakan ini dilakukan untuk mendapatkan sampel pemeriksaan histopatologi jenis massa sinonasal dan penilaian stadium penyakit. Pada kanker sinonasal, dapat diidentifikasi karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma sinonasal, karsinoma tidak terdiferensiasi, melanoma mukosa primer, dan jenis lainnya.[1–3,7,8,10,17]
Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan MRI lebih baik dalam menilai massa dan jaringan lunak. Pemeriksaan MRI ini sering digunakan untuk identifikasi invasi pada area orbita dan struktur fasial. Selain itu, MRI juga digunakan untuk menilai struktur intrakranial (seperti otak, sinus cavernosus, dan dura), area sekitar jaras saraf, dan fossa infratemporal.[1–3,7,8,10,17]
Computed Tomography Scan
Pemeriksaan CT scan kepala dapat membantu identifikasi batas pada tulang dan adanya erosi/destruksi tulang, sehingga membantu dalam tindakan operatif. Adanya karakteristik tersebut dapat membedakan keganasan dari tumor jinak. CT scan lebih superior dibandingkan MRI dalam memperlihatkan destruksi tersebut, kecuali area sinus, palatum durum, dan basis cranii.[1–3,7,8,10,17]
CT scan juga dapat mendeteksi kalsifikasi, kartilago, atau tulang di dalam tumor sehingga membantu mempersempit diagnosis banding. Sebagai contoh, esthesioneuroblastoma sering memiliki deposit kalsium, sedangkan kondrosarkoma atau osteosarkoma mencakup jaringan asalnya (kartilago atau tulang).
CT scan juga dapat menunjukkan detail penting untuk mengevaluasi keterlibatan intraorbita dan intrakranial. Meskipun tidak sedetail MRI dalam menunjukkan invasi perineural, CT scan dapat menunjukkan fenomena tersebut secara tidak langsung, seperti adanya pelebaran dan erosi fisura dan foramen pada tulang.[1–3,7,8,10,17]
Positron Emission Tomography Scan
Positron emission tomography (PET) scan membantu melakukan penilaian semikuantitatif aktivitas metabolik tumor dari peningkatan metabolisme glukosa selular, yaitu dengan standardized uptake value (SUV).
Pada beberapa studi, hasil PET scan diduga memiliki korelasi dengan hasil gambaran histopatologi, sehingga membantu identifikasi karakteristik massa sinonasal. Akan tetapi, pemeriksaan histopatologi masih diperlukan untuk melihat agresivitas massa.[1–3,7,8,10,17,19]
Stadium Kanker Sinonasal
Berikut adalah pembagian kanker sinonasal berdasarkan tumor primer, nodus limfa, dan metastasis oleh American Joint Committee on Cancer Staging Classification (AJCC).[2,11,20]
Tabel 1. Klasifikasi TNM oleh American Joint Committee on Cancer Staging Classification (AJCC) : Tumor (T)
Stadium T | Kriteria |
Tumor Primer pada Sinus Maksilaris | |
TX | Tumor primer tidak dapat dievaluasi |
Tis | Carcinoma in situ |
T1 | Tumor terbatas pada mukosa sinus maksila tanpa erosi atau destruksi tulang |
T2 | Tumor menyebabkan erosi atau destruksi tulang, mencakup ekstensi palatum durum atau meatus media, dengan pengecualian ekstensi pada dinding posterior sinus maksila dan pterygoid plate |
T3 | Tumor menginvasi paling tidak satu dari lokasi berikut, yaitu tulang dinding posterior sinus maksila, jaringan subkutan, dasar atau dinding orbita media, fossa pterygoid, atau sinus ethmoidalis |
T4 | Tumor yang lebih meluas |
T4a | Tumor menginvasi isi orbita, kulit pipi, pterygoid plates, fossa infratemporal, palatum cribriformis, sinus sphenoidalis atau frontalis |
T4b | Tumor menginvasi apeks orbita, dura, otak, fossa cranii media, nervus kranialis selain cabang maksila dari nervus trigeminal, nasofaring, atau clivus |
Tumor Primer pada Kavum Nasi atau Sinus Ethmoid | |
Tx | Tumor primer tidak dapat dievaluasi |
Tis | Carsinoma in situ |
T1 | Tumor terbatas pada satu area, dengan atau tanpa invasi tulang |
T2 | Tumor menginvasi dua area pada satu regio yang sama atau ekstensi ke regio yang berdempetan di dalam kompleks nasoethmoid, dengan atau tanpa invasi tulang |
T3 | Tumor ekstensi ke dinding media atau dasar dari orbita, sinus maksila, palatum, atau palatum cribriformis |
T4 | Tumor lebih meluas |
T4a | Tumor menginvasi isi orbita anterior, kulit pipi atau hidung, ekstensi minimal ke fossa cranii anterior, pterygoid plates, sinus sphenoidalis atau frontalis |
T4b | Tumor menginvasi apeks orbita, dura, otak, fossa cranii media, nervus kranial selain cabang V2, nasofaring, atau clivus |
Sumber: dr. Monik Alamanda, 2021[2,11,20]
Tabel 2. Klasifikasi TNM oleh American Joint Committee on Cancer Staging Classification (AJCC) : Keterlibatan Limfonodus (N) dan Metastasis (M)
Keterlibatan Limfonodi | |
NX | Limfonodus regional tidak dapat dievaluasi |
N0 | Tidak ditemukan metastasis ke limfonodus regional |
N1 | Metastasis pada satu limfonodus ipsilateral, dengan ukuran 3 cm atau lebih kecil pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N2 | |
N2a | Metastasis pada limfonodus ipsilateral, ukuran 3–6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N2b | Metastasis pada beberapa limfonodus ipsilateral, seluruhnya berukuran <6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N2c | Metastasis limfonodus bilateral atau kontralateral, seluruhnya berukuran <6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N3 | |
N3a | Metastasis pada satu limfonodus dengan ukuran >6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N3b | Metastasis pada limfonodus manapun dengan ekstensi ekstranodal |
Metastasis Jauh | |
M0 | Tidak ada metastasis jauh |
M1 | Metastasis jauh |
Sumber: dr. Monik Alamanda, 2021[2,11,20]
Setelah menentukan TNM, stadium kanker sinonasal dapat ditentukan seperti yang tercantum pada Tabel 3.[2,11]
Tabel 3. Penentuan Stadium Kanker Sinonasal
T | N | M | Stadium |
Tis | N0 | M0 | 0 |
T1 | N0 | M0 | I |
T2 | N0 | M0 | II |
T3 | N0 | M0 | III |
T1, T2, T3 | N1 | M0 | III |
T4a | N0, N1 | M0 | IVA |
T1, T2, T3, T4a | N2 | M0 | IVA |
Semua T | N3 | M0 | IVB |
T4b | Semua N | M0 | IVB |
Semua T | Semua N | M1 | IVC |
Sumber: dr. Monik Alamanda, 2021[2,11,20]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli