Peran dokter di sekolah saat ini masih belum optimal. Sekolah di Indonesia, berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, telah memiliki program unit kesehatan sekolah (UKS). Namun, dalam buku pedoman pembinaan UKS tidak menyebutkan peran dokter di sekolah.[1,2]
Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang saling mendukung satu sama lain. Kedua sektor ini memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas suatu bangsa. Implementasi dokter atau unit kesehatan yang baik di sekolah akan membantu mengurangi angka kesakitan, dan meningkatkan upaya promosi kesehatan dan preventif penyakit.[1,3]
Kesehatan Anak di Sekolah
Seorang anak menghabiskan waktu 6‒7 jam/hari di sekolah, atau sekitar 180 hari dalam 1 tahun. Hal ini membuat lingkungan sekolah akan sangat mempengaruhi perkembangan biopsikososial anak.[1,3]
Kesehatan anak di sekolah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada pasal 79 tertulis kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat, sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.[4]
Sejarah dan Perkembangan Dokter Sekolah
Penempatan dokter di sekolah mulai dilakukan sejak tahun 1890-an di Amerika Serikat, sebagai upaya untuk mengontrol outbreak penyakit menular dan inspeksi medis. Dokter sekolah pada waktu itu merupakan salah satu ujung tombak dalam keberhasilan program imunisasi.[4]
Dalam perkembangannya, dokter sekolah diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan masyarakat atau komunitas, mulai dari sanitasi, imunisasi, dan kontrol penularan penyakit. Dokter sekolah berkembang pesat pada awal tahun 1900-an hingga mencapai +1.000 orang dokter.[4]
Peranan dokter sekolah kemudian semakin berkembang, di antaranya membantu anak yang memiliki kebutuhan khusus atau penyakit kronis seperti diabetes melitus dan asma. American Academy of Pediatrics (AAP) pada tahun 2013 mengeluarkan kebijakan bahwa setiap sekolah harus menyediakan paling tidak 1 orang dokter sekolah dalam distrik yang sama, dan 1 orang perawat di setiap gedung sekolah. Namun, implementasi dokter sekolah sampai saat ini belum merata dan efektif, termasuk di negara maju seperti Amerika Serikat.[1,3,5-7]
Fungsi Dokter di Sekolah
Secara umum, dokter di sekolah berperan untuk menangani kasus anak yang sakit tiba-tiba di sekolah, misalnya pertolongan pertama pada cedera, dehidrasi, atau diare. Dokter juga berperan penting dalam mengurangi angka kesakitan anak dengan melakukan upaya preventif dan promotif kesehatan, terutama untuk penyakit infeksi.[3,5-7]
Dokter sekolah harus berperan aktif dalam mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta mengontrol kelayakan lingkungan sekolah, seperti udara, air, dan makanan. Program imunisasi juga dapat dilakukan lebih baik apabila ada dokter di sekolah. Selain menjangkau para siswa, dokter juga dapat melakukan edukasi ke orang tua murid maupun guru dan staf di sekolah, sehingga proses belajar mengajar dapat menjadi lebih efektif.[3,5]
Peran dokter di sekolah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan peran dokter keluarga di rumah. Menurut AAP, dokter di sekolah diharapkan memiliki kompetensi dan pengetahuan lebih dalam terhadap aspek berikut:
- Penyakit infeksi, termasuk pencegahan dan kontrol outbreak
- Penyakit kronis, terutama yang berpotensi mengganggu kualitas hidup anak, seperti asma dan diabetes mellitus
- Kesehatan masyarakat, misalnya melakukan promosi kesehatan dan penyuluhan PHBS
- Program imunisasi
- Kebijakan hukum kesehatan, misalnya memastikan sekolah memenuhi standar dan regulasi secara medis, baik dari ventilasi, luas ruangan, kualitas udara dan air bersih, serta penyediaan makanan di kantin yang sehat
- Kesehatan olahraga
- Kegawatdaruratan medis, termasuk penanganan trauma dan anafilaksis
- Konseling dan konsultasi kejiwaan anak, misalnya membantu anak yang mengalami depresi, korban bullying, dan masalah keluarga yang mengganggu kegiatan belajar mengajar [1,3,5]
Meskipun dokter sekolah banyak manfaatnya, tetapi terdapat beberapa hambatan dalam implementasinya. Sekolah harus menyediakan dana lebih, baik untuk tenaga kesehatan maupun ruangan dan alat kesehatan tersendiri. Selain itu, peran dokter sekolah dapat tumpang tindih atau bertolak belakang dengan peran guru olahraga atau guru bimbingan dan penyuluhan (BP).[3,5-7]
Dokter Sekolah di Indonesia
Di Indonesia, telah diterbitkan peraturan bersama (SKB) empat menteri tentang Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M). Berdasarkan SKB 4 menteri tersebut, tujuan UKS/M adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik, dengan meningkatkan PHBS serta menciptakan lingkungan pendidik yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis peserta didik.[8]
Kegiatan pokok UKS/M dilaksanakan melalui trias UKS/M, yaitu pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat. Salah satu pelaksanaan trias ini adalah rujukan kesehatan ke puskesmas atau rumah sakit.[2,8]
Dalam buku saku pedoman pembinaan dan pengembangan UKS/M tertulis struktur organisasi tim pembina UKS/M termasuk di dalamnya unsur petugas sekolah dan Puskesmas. Pelayanan kesehatan di sekolah dilakukan sebagai berikut:
- Sebagian kegiatan pelayanan kesehatan di sekolah perlu didelegasikan kepada guru, setelah guru ditatar dan kader UKS/M dibimbing oleh petugas Puskesmas. Kegiatan tersebut adalah promotif, preventif, dan pertolongan pertama, pengobatan sederhana pada waktu terjadi kecelakaan atau penyakit sehingga selain menjadi kegiatan pelayanan, juga menjadi kegiatan pendidikan
- Sebagian lagi kegiatan pelayanan kesehatan hanya boleh dilakukan oleh petugas Puskesmas dan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan secara terpadu, antara Kepala Sekolah dan Petugas Puskesmas [2]
Melihat peran UKS/M tersebut, rekomendasi AAP untuk pengadaan dokter dan perawat di sekolah belum diterapkan di Indonesia. Padahal angka kesakitan anak usia sekolah di Indonesia cukup tinggi, termasuk penyakit tidak menular seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Anak-anak usia sekolah di Indonesia juga banyak terlibat dalam tindak kekerasan, konsumsi alkohol, merokok, dan narkoba.[9]
Upaya yang saat ini dilakukan adalah transformasi UKS dengan menyediakan tim Pembina UKS/M dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) agar trias UKS/M dapat terlaksana dengan baik. Program ini direncanakan untuk diimplementasikan pada 10 model sekolah sehat di kabupaten-kotamadya oleh Dinkes, belum ada data yang jelas mengenai keberhasilan program ini.[3,9]
Kesimpulan
Kesehatan dan pendidikan merupakan dua hal yang saling mendukung satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Pengadaan dokter di sekolah merupakan salah satu kebijakan yang dapat membantu suatu negara dalam mencapai cakupan kesehatan pasien anak.
Peran utama dokter sekolah adalah upaya promosi, preventif, kontrol penyakit, dan pertolongan pertama. Dokter sekolah merupakan salah satu ujung tombak dalam bidang kesehatan masyarakat yang seharusnya tidak dikesampingkan. Namun, pengadaan dokter atau perawat di sekolah di Indonesia masih belum memadai.
Di Indonesia, telah ada kebijakan Unit Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar murid sekolah. Peranan dan cakupan UKS/M yang ada di Indonesia dinilai belum bisa menggantikan peranan dokter sekolah yang seharusnya. Namun, program UKS/M ini merupakan awal mula yang cukup baik, di mana petugas atau guru di sekolah telah dilatih dan bekerjasama dengan petugas/dokter puskesmas.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini