Variation in Processes of Care and Outcomes for Hospitalized General Medicine Patients Treated by Female vs Male Physicians
Sergeant A, Saha S, Shin S, et al. Variation in Processes of Care and Outcomes for Hospitalized General Medicine Patients Treated by Female vs Male Physicians. JAMA Health Forum. 2021;2(7):e211615. doi:10.1001/jamahealthforum.2021.1615
Abstrak
Kepentingan: Pasien dalam perawatan inap medis yang dirawat oleh dokter perempuan mungkin mengalami penurunan tingkat mortalitas dibandingkan dengan pasien yang dirawat oleh dokter laki-laki. Namun, hubungan ini belum diteliti di luar Amerika Serikat dan faktor yang dapat menjelaskan perbedaan ini masih sedikit dipahami.
Tujuan: Untuk menentukan apakah mortalitas, luaran rumah sakit lainnya, dan proses perawatan berbeda di antara pasien yang dirawat oleh dokter perempuan dan dokter laki-laki.
Desain, Tempat, dan Partisipan: Studi cross-sectional retrospektif ini melibatkan pasien yang dirawat di bangsal medis umum pada 7 rumah sakit di Ontario, Kanada, antara 1 April 2010 sampai 31 Oktober 2017. Hubungan antara jenis kelamin dokter dan luaran pasien dievaluasi sambil menyesuaikan dengan efek rumah sakit, karakteristik pasien, karakteristik dokter, dan proses perawatan.
Semua pasien masuk ke pelayanan penyakit dalam umum melalui unit gawat darurat dan dirawat oleh dokter penyakit dalam atau dokter keluarga. Pasien tereksklusi jika rawat inap lebih dari 30 hari atau jika dokter yang berkaitan merawat kurang dari 100 pasien umum selama masa studi. Analisis statistik dilakukan sejak 15 Oktober 2020 hingga 8 Mei 2021.
Luaran Utama dan Pengukuran: Mortalitas di rumah sakit, lama rawat inap, admisi ke intensive care unit (ICU), readmisi dalam 30 hari, dan pengukuran proses perawatan (pemeriksaan darah, obat-obatan, pencitraan, endoskopi, dan pelayanan radiologi intervensional).
Hasil: Total 171.625 pasien dirawat inap dengan rerata usia 73 tahun (range 56-84 tahun) dan terdiri dari 84.221 laki-laki (49,1%), 87.402 perempuan (50,9%), dan 2 pasien dengan jenis kelamin tidak dapat ditentukan. Pasien dirawat oleh 172 dokter (54 dokter perempuan [31,4%] dan 118 dokter laki-laki [68,6%]).
Dokter perempuan lebih banyak melakukan pemeriksaan pencitraan, termasuk computed tomography (−1.70%; 95% CI, −2.78% to −0.61%; P = .002), magnetic resonance imaging (−0.88%; 95% CI, −1.37% to −0.38%; P = .001), dan ultrasonografi (−1.90%; 95% CI, −3.21% to −0.59%; P = .005). Pasien yang dirawat oleh dokter perempuan memiliki mortalitas di rumah sakit yang lebih rendah (2.256 dari 46.772 pasien [4,8%] vs 6.452 dari 124.853 pasien [5,2%]).
Perbedaan ini tetap sama setelah dilakukan penyesuaian terhadap karakteristik pasien, tetapi tidak lagi berbeda secara signifikan setelah dilakukan penyesuaian untuk karakteristik dokter lain (adjusted difference, 0.29%; 95% CI, −0.08% to 0.65%; P = .12). Perbedaannya serupa setelah penyesuaian lebih lanjut untuk proses perawatan.
Kesimpulan dan Relevansi: Pada studi cross-sectional terhadap pasien yang datang ke unit pelayanan umum di Kanada, pasien dirawat oleh dokter perempuan memiliki angka mortalitas yang rendah dibandingkan pasien yang dirawat oleh dokter laki-laki, dengan penyesuaian terhadap karakteristik pasien. Temuan ini tidak signifikan setelah dilakukan penyesuaian terhadap karakteristik dokter lainnya.[1]
Ulasan Alomedika
Pada studi kasus terdahulu di Amerika Serikat, ditemukan bahwa pasien yang dirawat oleh dokter perempuan memiliki tingkat mortalitas yang lebih rendah. Temuan ini mungkin saja terjadi karena dokter perempuan dinilai lebih tanggap dalam perawatan preventif, lebih patuh terhadap panduan klinis, lebih cermat dalam melakukan pemeriksaan klinis, dan rela meluangkan waktu lebih lama dalam memeriksa pasien.[2]
Namun, penelitian sejenis belum dilakukan di luar Amerika Serikat dan belum banyak diketahui faktor apa saja yang memengaruhi luaran tersebut. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menentukan apakah terdapat perbedaan antara mortalitas, luaran klinis lainnya, dan proses perawatan antara pasien yang dirawat oleh dokter perempuan dan dokter laki-laki.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional retrospektif multisenter yang dilakukan di Ontario, Kanada sejak 1 April 2010 sampai 31 Oktober 2017. Kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini jelas. Kriteria inklusinya adalah pasien yang masuk ke bangsal rawat inap penyakit dalam melalui unit gawat darurat.
Peneliti juga merekrut dokter dengan kategori most responsible physician (MRP), yaitu dokter yang lama merawat pasien selama masa rawat inapnya. Kriteria eksklusinya adalah pasien yang masuk dari unit lain atau rujukan dari rumah sakit lain. Penelitian ini juga mengeklusi rumah sakit yang tidak menyertakan jenis kelamin dokter (MRP) yang merawat, pasien yang menjalani rawat inap lebih dari 30 hari, dan dokter yang merawat kurang dari 100 pasien selama studi penelitian.[1]
Hasil luaran klinis primer yang ingin diteliti adalah mortalitas pasien rawat inap. Luaran klinis sekunder yang ingin diteliti adalah kejadian transfer pasien ke ruang ICU, lama rawat inap di rumah sakit, perawatan inap kembali dalam kurun waktu 30 hari setelah dipulangkan. Proses perawatan yang diteliti adalah berbagai aktivitas yang dilakukan dokter, seperti pemeriksaan laboratorium, pencitraan, dan pengobatan.[1]
Hasil Penelitian
Terdapat 171.624 pasien rawat inap yang dirawat oleh MRP yang masuk ke dalam kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bawah angka mortalitas di dalam rumah sakit lebih rendah terjadi pada pasien yang dirawat oleh dokter perempuan (4,8%) dibandingkan dengan pasien yang dirawat oleh dokter laki-laki (5,2%). Perbedaan mortalitas ini tetap bermakna setelah dilakukan penyesuaian terhadap efek tetap rumah sakit (OR yang sudah disesuaikan 1,11) dan karakteristik pasien (OR yang sudah disesuaikan 1,12).
Namun, perbedaan mortalitas tidak lagi bermakna jika dilakukan penyesuaian terhadap karakteristik dokter. Perbedaan lama rawat inap, kejadian transfer pasien ke ICU, dan perawatan inap kembali dalam waktu 30 hari setelah dipulangkan tidak berbeda secara signifikan. Pada proses perawatan, dokter perempuan lebih sering melakukan pemeriksaan pencitraan dibandingkan dokter laki-laki, yang meliputi CT scan (54,8% vs 52%), MRI (11,1% vs 10,2%), ultrasonografi (31,7% vs29%).
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif multisenter yang berasal dari 7 rumah sakit. Penelitian ini menilai proses perawatan dari banyak aspek, yaitu pemeriksaan darah, pemeriksaan pencitraan invasif dan noninvasif, serta pengobatan. Hal ini dapat meningkatkan validitas penelitian. Penelitian ini juga telah memastikan bahwa asal sekolah, spesialisasi, atau rumah sakit tempat praktik tidak bermakna mengurangi kemungkinan faktor perancu.
Kekurangan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pada penelitian ini, pelaporan kematian hanya dibatasi pada kasus kematian yang terjadi di rumah sakit, yang seharusnya mengikutkan semua kasus kematian dalam 30 hari. Selain itu, angka perawatan inap kembali setelah dipulangkan yang dinilai dalam studi ini hanya mencakup 7 lokasi rumah sakit (tidak semua rumah sakit diteliti).
Selain itu, penunjukan MRP setiap pasien hanya berdasarkan perkiraan atau asumsi, karena biasanya pasien rawat inap dengan kondisi yang kompleks dapat dirawat bersama oleh beberapa dokter. Asumsi bahwa sebagian besar perawatan berasal dari satu dokter dapat mengecilkan temuan atau justru membesar-besarkannya.
Penelitian ini juga tidak dapat mengikutsertakan karakteristik dokter, seperti ras, agama, asal negara, karena tidak ada dalam database. Studi ini hanya terbatas pada 1 negara, yaitu Kanada, sehingga mungkin dapat berbeda hasilnya pada wilayah lain, walaupun ditemukan hasil yang serupa di Amerika Serikat. Rumah sakit yang diikutkan pada studi ini berlokasi di perkotaan dan pinggiran kota.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa pada populasi di Kanada, pasien rawat inap yang dirawat oleh dokter spesialis penyakit dalam perempuan biasanya memiliki mortalitas dalam rumah sakit lebih rendah jika dibandingkan dengan dokter laki-laki, bila dilakukan penyesuaian terhadap karakteristik rumah sakit dan pasien. Temuan ini bisa saja berbeda dengan populasi Asia, khususnya di Indonesia, karena sistem kesehatan serta karakteristik dokter dan pasien yang berbeda dengan Kanada.
Studi ini mengonfirmasi temuan dari penelitian serupa di Amerika Serikat, di mana kedua negara ini memiliki sistem kesehatan yang sangat berbeda. Penelitian sejenis perlu dilakukan pada rumah sakit di Indonesia agar untuk dapat mengonfirmasi hasil studi ini.