Pemeriksaan kanker terbaru meliputi deteksi ctDNA (circulating tumor DNA ~ deoxyribonucleic acid) dengan menggunakan metode NGS (next-generation sequencing). ctDNA adalah cfDNA (cell free DNA) dari sel tumor, yang mempunyai informasi mengenai materi gen spesifik pada tumor dan kelainan epigenetiknya. Metode NGS sendiri adalah metode sekuensing DNA yang dikembangkan setelah metode Sanger, dengan tujuan untuk dapat menganalisis lebih rinci, lebih lengkap, dan dapat mengerjakan proses sekuensing secara paralel.[1,3]
Penyakit kanker merupakan masalah kesehatan yang berdampak pada masalah ekonomi dan penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Menurut GLOBOCAN (Global Cancer Observatory) 2022, di Indonesia terdapat lebih dari 400.000 kasus baru kanker, dengan angka kematian >240.000. Jenis kanker terbanyak di Indonesia pada laki-laki adalah kanker paru (9,5% atau >38.000 kasus), sedangkan untuk perempuan adalah kanker payudara (16,2% atau >66.000 kasus). Terdapat >50% kasus yang dicurigai sebagai kanker yang belum terdiagnosis dengan pasti.[1,2]
Tujuan artikel ini untuk memperkenalkan secara luas panel pemeriksaan ctDNA menggunakan metode NGS, untuk bisa diaplikasikan pada dunia kesehatan di Indonesia. Hal ini terutama dalam deteksi dini di bidang onkologi medis, sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat penyakit kanker.
Sekilas tentang ctDNA (Circulating Tumor DNA)
Partikel ctDNA mulai dikenal pada tahun 2010 karena kemampuannya dalam deteksi dini metastasis kanker melalui penelitian di laboratorium. Ukuran ctDNA sangat bervariasi, mulai dari 70‒200 bp (base pair) hingga 21 kb (kilo bp). Sebanyak 10 mL darah, dapat menghasilkan 4‒5 mL plasma dengan jumlah ctDNA 5‒10 ng/mL.[3,4]
Partikel ctDNA Merupakan Semua DNA yang Berasal dari Sel Tumor
Partikel ctDNA merupakan cfDNA di dalam sel darah pasien kanker yang lepas ke sirkulasi darah dari sel tumor melalui proses apoptosis, nekrosis, atau pelepasan aktif. Partikel ctDNA mempunyai waktu paruh yang relatif singkat, yaitu 16–150 menit.[3,4]
Materi ctDNA mempunyai informasi yang lebih komprehensif dibandingkan biopsi jaringan konvensional. Pada biopsi, terdapat keterbatasan karena bentuk jaringan yang heterogen. Diperkirakan, >3,3% DNA tumor melewati sirkulasi darah dari 100 g (gram) jaringan tumor, atau setara 3x1010 sel tumor.
Partikel ctDNA Menunjukkan Kelainan Epigenetik
Karakteristik tambahan yang dimiliki ctDNA adalah kelainan epigenetik, contohnya seperti perbedaan pola metilasi atau panjang fragmen DNA yang berbeda. Dua prinsip pemeriksaan ctDNA, yaitu:
- Pengujian sejumlah kecil target mutasi yang diketahui (targeted approaches), contoh RT-PCR (real time-polymerase chain reaction), dPCR (digital PCR), dan teknologi BEAMing (beads, emulsion, amplification and magnetics)
- Pengujian secara luas target mutasi yang belum diketahui (untargeted approaches), contoh NGS, WES (whole exome sequencing), WGS (whole genome sequencing), dan deteksi berbasis mass spectrometry dari amplifikasi PCR[3,4]
Perkembangan NGS (Next-Generation Sequencing)
Metode NGS dikenal sebagai teknologi sekuensing paralel yang masif. Metode ini dapat mendeteksi karakteristik sel kanker hingga bentuk genomik, transkriptomik, dan epigenetik. Tahapan-tahapan NGS terdiri dari ekstraksi sampel, library pre[4]paration (amplifikasi pooling sampel sesuai target sekuensing dan penambahan adaptor sekuensing), sekuensing DNA, kemudian analisis dan penyesuaian data DNA.
Teknologi NGS dimulai dengan pengembangan metode pyrosequencing, dan secara komersial muncul sejak tahun 2005. Kelebihan metode ini adalah dapat mendeteksi mutasi dalam satuan MAF (mutation annotation format) hingga <1% jika menggunakan metode NGS terbaru; mendeteksi beberapa juta sekuensing DNA pendek dalam bentuk paralel; serta melakukan penyelarasan atau pengaturan sekuensing secara de novo sesuai dengan urutan genomiknya. Selain itu, metode NGS dapat digunakan untuk menganalisis varian yang diketahui atau melakukan skrining varian yang belum diketahui.[4]
Kebutuhan Deteksi Dini Kanker
Pemeriksaan onkologi yang akurat diperlukan untuk mengubah paradigma tentang deteksi dini kanker, termasuk deteksi di luar populasi risiko tinggi. Dipercaya bahwa skrining kanker sejak dini dapat menurunkan risiko kematian. Saat ini, metode skrining kanker yang tersedia terbatas untuk jenis kanker tertentu saja, seperti kanker payudara, kanker kolorektal, kanker paru, kanker serviks, dan kanker prostat. Belum ada metode skrining yang dapat mendeteksi beberapa jenis kanker sekaligus.[5]
Deteksi penyakit kanker dimulai pada tahun 1928 oleh George Papanicolau, dengan dilakukannya tes pap smear. Kemudian, Mandel dan Metais pada tahun 1948 menemukan adanya asam nukleat dalam tubuh, dan tahun 1974 mulai era liquid biopsy (LB) sebagai pendekatan potensial untuk deteksi dini kanker secara simultan.
Mutasi gen fragmen RAS (rat sarcoma) ditemukan pada tahun 1994, yang mendeteksi perubahan mikrosatelit DNA pada serum pasien terdiagnosis kanker. Pemeriksaan berbasis LB kebanyakan mendeteksi ctDNA, di mana beberapa metode pemeriksaan berbasis LB adalah CancerSEEK (noninvasive cancer-screening test), DELFI (DNA Evaluation of Fragments for Early Interception), GALLERI (blood based MCED ~ multi cancer early detection test), dan SPOT-MAS (screening for the presence of tumor by methylation and size).[1,3,4,5]
Peran ctDNA dan NGS Atasi Keterbatasan Deteksi Dini Kanker
Analisis fragmentasi DNA telah dilakukan untuk membedakan antara ctDNA dan cfDNA. Panjang fragmen ctDNA secara konsisten lebih pendek daripada cfDNA normal. Selain itu, ctDNA dengan variasi alel frekuensi massa yang rendah (<0,6%) memiliki fragmen ctDNA yang lebih panjang saat mengikuti proses stripping menjadi cfDNA normal.[4]
Berbagai jenis kanker memiliki profil fragmentasi yang berbeda dalam panjang fragmennya. Fragmentasi DNA yang khas ini dapat memberikan pendekatan yang berlaku untuk skrining, deteksi dini, dan pemantauan kanker.[4]
Teknologi NGS telah digunakan untuk mendeteksi kemampuan microsatellite instability (MSI), yang terjadi karena kekurangan dalam mekanisme perbaikan ketidakcocokan DNA mismatch repair (MMR). Fenotipe MSI mengacu pada pemendekan atau pemanjangan DNA berulang di daerah pengodean dan non-pengodean melalui genom.[4]
Tumor dengan setidaknya 30‒ 40% lokus mikrosatelit yang tidak stabil, yang disebut ketidakstabilan MSI-high (MSI-H), dilaporkan memiliki prognosis yang lebih baik daripada tumor dengan mikrosatelit stabil (microsatellite stability atau MSS) dan dengan MSI rendah.[4]
Kemampuan MSI telah didokumentasikan pada berbagai jenis kanker, termasuk endometrium, usus besar, dan saluran pencernaan lainnya. Metode berbasis NGS memanfaatkan berbagai deteksi algoritma MSI, seperti MSIsensor (MSI dengan software), mSINGS (MSI dengan fenotipe NGS), MANTIS (microsatellite analysis for normal-tumor instability), dan bMSISEA (blood MSI signature enrichment analysis).
Metode NGS ini telah menunjukkan tingkat kesesuaian mulai dari 92,3% hingga 100%, dengan pemeriksaan berbasis metode PCR. Penerapan NGS dapat secara akurat mendeteksi MSI dengan fraksi ctDNA hingga 0,4%.[4]
Perbandingan Berbagai Jenis Metode Deteksi Dini Kanker
Metode deteksi dini kanker terbagi menjadi 2, yaitu deteksi dini kanker tunggal dan multipel. Beberapa deteksi dini kanker tunggal di antaranya deteksi kanker payudara menggunakan TriNetra (sensitivitas 94,6%, spesifisitas 93,1%) dan deteksi kanker paru menggunakan LungLB (sensitivitas 76%, spesifisitas 71%).
Deteksi dini kanker multipel di antaranya metode GRAIL Galleri dengan deteksi >50 jenis kanker (sensitivitas 76,3%, spesifisitas 99,5%), merupakan deteksi dini kanker multipel pertama yang pernah dilakukan publikasi. Selain itu, terdapat metode SPOT-MAS dengan deteksi 5 jenis kanker, yaitu hati, payudara, kolorektal, lambung, dan paru (sensitivitas 73,9%, spesifisitas 95,9%). Metode deteksi dini kanker tunggal kurang sensitif untuk skrining, sedangkan metode multipel kurang spesifik dan akurat untuk diagnosis.[1,4,5]
Keuntungan Deteksi ctDNA dengan Metode NGS untuk Skrining Kanker Multipel
Beberapa keuntungan menggunakan deteksi ctDNA dengan metode NGS untuk skrining kanker multipel adalah minimal invasif, risiko prosedur skrining yang rendah, dan minat pasien untuk deteksi dini kanker meningkat. Metode ini mempunyai akurasi rata-rata 88,7%, yang mampu mendeteksi 12 jenis kanker hingga stadium dari penyakit tersebut.[5]
Kekurangan Metode NGS untuk Skrining Kanker Multipel
Metode NGS mempunyai beberapa kekurangan dan keterbatasan. Risiko hasil negatif palsu dapat menunda terapi. Sementara, risiko positif palsu akan membuat pasien melakukan terapi atau pemeriksaan yang tidak tepat, dan juga dapat mengganggu psikologis pasien. Kekurangan lainnya adalah pelatihan dan peralatan khusus yang dibutuhkan.
Walaupun metode ini dinyatakan dapat menghemat biaya pemeriksaan hingga puluhan juta, tetapi perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pasti apakah pemeriksaan ini dapat secara nyata menurunkan biaya yang dikeluarkan oleh pasien. Penelitian juga perlu menilai apakah pemeriksaan ini akan meningkatkan angka tes konfirmasi yang lebih invasif sehingga biaya menjadi tidak hemat.[5]
Perkembangan Deteksi Dini Kanker Terbaru
Saat ini sedang dibuat data pusat dunia untuk dapat menampung informasi mengenai ctDNA dan NGS, agar hasil dari metode ini dapat diinterpretasikan dengan lebih akurat. Selain itu, sedang dibuat alur standar untuk dapat mengatasi permasalahan sebelumnya, seperti siapa saja yang harus diperiksa, apa yang harus dilakukan pasca pemeriksaan, serta bagaimana penanganan psikologis pasien dan keluarga.
Salah satu penelitian berbasis NGS untuk mendeteksi kanker multipel terbaru adalah pengujian metode SPOT-MAS pada K-DETEK. Penelitian kohort prospektif dan multisenter ini melibatkan 2.795 pasien dari 13 rumah sakit dan 1 pusat penelitian di Vietnam, pada bulan April‒Juli 2022. Hasil penelitian mendapatkan akurasi 83,3% untuk mendeteksi tissue of origin (TOO).[1]
Penelitian lain adalah DETECT-A (detecting cancers earlier through elective mutation-based blood collection and testing), yang melakukan kombinasi skrining kanker dengan ctDNA, PET scan (positron emission tomography), dan tes darah. Penelitian ini menunjukkan peningkatan spesifisitas dan nilai prediktif positif dibandingkan hanya pemeriksaan tes darah dan PET scan saja.
Integrasi pemeriksaan konvensional dengan metode ctDNA dan NGS terbukti dapat meningkatkan performa. Akan tetapi, sensitivitas pada kanker stadium awal tidak tinggi (40,4%), dibandingkan dengan sensitivitas kanker stadium akhir (90,1% untuk stadium 4).[5]
Aplikasi Praktis dan Perkembangan ctDNA dan NGS di Masa Depan
Metode ctDNA berbasis NGS untuk mendeteksi kanker multipel mulai banyak digunakan, misalnya metode GRAIL Galleri, CancerSEEK, PanSeer, SPOT-MAS, OneTest, dan Trucheck.
Pada OneTest, dapat diukur beberapa antigen tumor, yaitu alpha fetoprotein (AFP), carcinoembryonic antigen (CEA), cytokeratin 19 fragment (CYFRA 21-1), cancer antigen (CA15-3, CA19-9, dan CA125). Metode ini dapat mendeteksi beberapa keganasan, yaitu saluran pencernaan, ovarium, paru, dengan spesifisitas ~80% dan sensitivitas 62‒82%.[5]
Kesimpulan
Metode deteksi ctDNA dengan NGS mempunyai berbagai keunggulan, yaitu sedikit invasif, monitoring kondisi secara real-time, deteksi multipel kanker, sensitivitas deteksi kanker cukup tinggi, dan dapat meningkatkan spesifisitas deteksi kanker apabila dikombinasikan dengan pemeriksaan konvensional. Kelemahan dari metode ini adalah biaya yang terlalu tinggi, diperlukan pelatihan khusus untuk interpretasi hasil, risiko hasil positif atau negatif palsu yang tinggi, sensitivitas pada kanker stadium dini masih rendah, serta risiko gangguan psikologis pasien pada hasil positif.
Potensi metode ini diharapkan dapat mendeteksi kanker secara akurat, baik secara tunggal maupun multipel. Metode deteksi ctDNA dapat melengkapi pemeriksaan kanker konvensional. Fungsi utama metode ini untuk deteksi dini kanker, agar dapat dilakukan terapi maupun pencegahan kanker secara lebih baik.
Perkembangan metode sangat pesat di Eropa, Amerika, dan Cina. Sementara, bagian Asia Tenggara mulai banyak dikembangkan di Singapura dan Vietnam. Di Indonesia sendiri, mulai banyak terdapat laboratorium swasta yang menawarkan pemeriksaan berbasis NGS, disertai peran pemerintah untuk pengembangan metode NGS banyak dilakukan di pusat-pusat pendidikan kesehatan.
Diperlukan kerja sama multi sektor agar metode ctDNA berbasis NGS ini dapat berkembang dan diaplikasikan secara tepat guna di Indonesia. Usaha yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengurangi potensi kematian akibat kanker di antaranya mengundang ahli dari luar, melengkapi fasilitas kesehatan, serta melakukan kampanye tentang gaya hidup sehat dan deteksi dini kanker.
Artikel ini disponsori oleh: Gene Solutions