Salah satu teknik pengobatan untuk osteoartritis (OA) adalah dengan injeksi Platelet-Rich Plasma (PRP) intra-artikular yang kini banyak diteliti dan dapat menghasilkan hasil fungsional yang lebih baik dan tahan lama.
Pengobatan non-bedah pada osteoartritis antara lain: obat-obatan oral kondroprotektif, injeksi steroid dan viskosuplemen intra-artikular, dan injeksi Platelet-Rich Plasma (PRP) intra-artikular.[1,2]
Penggunaan PRP pada pengobatan OA masih diperdebatkan. Berdasarkan pedoman dari American College of Rheumatology tahun 2019, penggunaan terapi PRP pada pasien OA lutut dan panggul tidak disarankan.
Hal ini dikarenakan adanya heterogenitas dan kurangnya standarisasi dalam pembuatan sediaan PRP dan pada teknik yang digunakan. Terapi PRP belum dievaluasi pada OA tangan sehingga belum ada rekomendasi mengenai penggunaan PRP pada OA tangan.[3,4]
Cara Kerja Platelet-Rich Plasma pada Osteoartritis
Platelet-rich plasma merupakan volume plasma dengan konsentrasi trombosit yang lebih tinggi dari rata-rata dalam darah perifer. Banyak studi dan eksperimen praklinis hingga klinis yang telah melaporkan efektivitas PRP untuk memperbaiki penyakit musculoskeletal, salah satunya osteoarthritis dan luka kronis seperti ulkus diabetikum. Namun, banyak juga studi yang menyimpulkan bahwa pemberian PRP tidak memiliki pengaruh.[4]
Pada sendi yang terserang OA, terjadi gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme dan penurunan anabolisme. Bila kartilago rusak, maka akan sulit sembuh secara alami karena sifatnya yang avaskular. PRP bekerja dengan berbagai cara untuk mencapai kondisi homeostasis pada sendi.
Pada kartilago sendi, PRP menurunkan katabolisme, menaikkan anabolisme, merangsang proses remodelling, meningkatkan kapasitas sintetik kondrosit dan produksi matriks serta menghambat proses apoptosis dari kondrosit. Kapasitas sintetik dari kondrosit dinaikkan melalui kenaikan regulasi ekspresi gen, sintesis prostaglandin dan deposisi kolagen tipe 2. Selain itu, sitokin-sitokin yang menyebabkan inflamasi dan nyeri juga dihambat oleh Platelet-rich Plasma sehingga pengobatan dengan PRP juga dapat mengurangi gejala dan keluhan nyeri.[2]
Kontroversi Kandungan Sel Platelet-Rich Plasma
Terjadi perdebatan antara kandungan sel pada Platelet-Rich Plasma, yaitu antara PRP yang kaya-leukosit dan kurang-leukosit. Hal yang mendasari keuntungan PRP kurang-leukosit adalah karena leukosit dapat menjadi substansi proinflamasi di dalam sendi dikarenakan adanya efek protease dan oksidatif yang dilepaskan oleh leukosit. Sementara itu, keuntungan PRP kaya-leukosit adalah meningkatkan proliferasi kondrosit dan sekresi hyaluronat.[2]
Studi meta-analisis oleh Riboh et al (2016), menunjukkan bahwa Platelet-Rich Plasma kurang-leukosit memiliki hasil fungsional yang lebih baik dibandingkan dengan Platelet-Rich Plasma kaya-leukosit. Terapi PRP kurang-leukosit memiliki perbaikan skor WOMAC (Western Ontario and McMaster Universities Arthritis Index) yang bermakna dibandingkan dengan injeksi asam hialuronat atau plasebo. Sedangkan PRP kaya-leukosit tidak ditemukan keuntungan ini. Namun, secara umum studi-studi yang diikutsertakan memiliki kualitas bukti yang rendah.[5]
Efek samping lokal yang ditimbulkan dari injeksi PRP, yaitu reaksi inflamasi, tidak bergantung secara langsung pada kandungan leukosit. Perbedaan keluhan nyeri ditemukan, namun indikator ini kurang baik untuk dijadikan tolak ukur karena sifatnya yang subjektif dan rentan terhadap bias.[5]
Efektivitas Platelet-Rich Plasma untuk Osteoartritis dibandingkan dengan Modalitas Pengobatan Injeksi yang Lain
Penelitian Jubert et al (2017) membandingkan kelompok Osteoartritis yang mendapatkan pengobatan dengan Platelet-Rich Plasma kurang-leukosit dosis tunggal dan kelompok yang mendapatkan injeksi kortikosteroid intra-artikular.[6]
Kortikosteroid intra-artikular bekerja dengan cara menekan proses inflamasi. Kortikosteroid memberikan manfaat kecil hingga sedang dibandingkan dengan plasebo 4-6 minggu setelah injeksi, efek kecil dapat diamati pada 13 minggu setelah injeksi, dan tidak ada perbedaan pada 26 minggu pasca injeksi.[7,8]
Ditemukan bahwa visual analogue score (VAS) menurun pada kedua kelompok saat dilakukan peninjauan kembali (follow up) pada bulan ke-1, 3 dan 6. Meskipun tidak berbeda bermakna, penurunan skor VAS cenderung lebih besar pada kelompok PRP. Kualitas hidup diukur dengan menggunakan Knee Injury and Osteoarthritis Score (KOOS) pada peninjauan kembali bulan ke-1, 3 dan 6. Ditemukan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kelompok PRP pada bulan ke-3 (17.77 vs 4.91, p = 0.05) dan bulan ke-6 (16.88 vs 3.56, p = 0.03).[6]
Penggunaan PRP pada OA lutut juga dapat secara signifikan memperbaiki nyeri dengan parameter WOMAC, VAS, dan Lysholm. Selain itu, setelah 2 tahun follow-up dapat meningkatkan pertumbuhan kartilago. Namun, penggunaan PRP tidak menunjukkan superioritas jika dibandingkan dengan placebo, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut.[9]
Pada sebuah review oleh Gato-Calvo et al (2019), berdasarkan 5 RCT yang mengevaluasi injeksi intraartikular PRP dibandingkan dengan intervensi intraartikular lainnya (hyaluronic acid, kortikosteroid, saline), didapatkan PRP lebih direkomendasikan dibandingkan terapi intraartikular lainnya, terutama asam hyaluronat. PRP didapatkan memperbaiki rasa nyeri hingga 12 bulan.[4]
Forogh, et al (2016) pada studinya mendapatkan bahwa injeksi intraartikular kortikosteroid dan PRP aman dan memiliki efek positif pada pasien OA lutut grade II/III. Dibandingkan dengan kortikosteroid, PRP secara signifikan lebih baik dalam meringankan nyeri, menghilangkan gejala, meningkatkan fungsi hidup sehari-hari dan meningkatkan kualitas hidup. Pada pemeriksaan berjalan 20 meter, PRP juga lebih baik dibandingkan dengan kortikosteroid (p=0.04). Namun, baik kortikosteroid maupun PRP tidak memiliki dampak pada ROM fleksi aktif maupun pasif.[10]
Suatu RCT terhadap pasien osteoarthritis pergelangan kaki juga menunjukkan bahwa injeksi PRP tidak menghasilkan efek yang berbeda bermakna dengan injeksi plasebo.
Secara prosedur, penggunaan PRP juga masih bervariasi dari injeksi 2 kali sebulan, 3 injeksi dengan jarak 15 hari atau 21 hari. Namun, strategi pemberian terapi PRP yang paling sering diberikan yaitu setiap 3 minggu. Pemberian PRP lebih disarankan pada pasien usia muda dengan OA stadium awal dibandingkan pada pasien usia tua dengan perjalanan penyakit yang sudah lebih lanjut. Lokasi dan teknik injeksi maupun perawatan pasca injeksi juga sangat berbeda antara studi dan belum terstandarisasi.[3,4]
Kesimpulan
Platelet-Rich Plasma (PRP) adalah terapi yang menggunakan platelet yang secara fisiologis dapat mengobati luka untuk penatalaksanaan pada sendi yang terserang osteoartritis (OA).PRP bekerja dengan cara mempengaruhi sitokin-sitokin di dalam sendi sehingga dapat mencapai kondisi homeostasis pada sendi, merangsang proses remodelling, meningkatkan kapasitas sintetik kondrosit dan produksi matriks, menghambat apoptosis kondrosit dan menurunkan inflamasi.
PRP kurang-leukosit lebih menguntungkan dibandingkan dengan PRP kaya-leukosit dalam hal hasil fungsional, namun, secara umum studi-studi yang diikutsertakan memiliki kualitas bukti yang rendah
Berdasarkan bukti ilmiah saat ini, hasil dari studi RCT menunjukkan bahwa PRP lebih baik dibandingkan dengan terapi intraartikular lainnya baik asam hialuronat maupun kortikosteroid. Namun, dikarenakan kualitas metodologi yang lemah pada trial yang ada serta banyaknya variabilitas pada preparasi PRP, maka PRP masih menjadi perdebatan dan belum dapat direkomendasikan untuk digunakan pada pasien dengan OA. Saat ini dibutuhkan penelitian dengan metodologi yang lebih baik dan jumlah yang besar untuk menentukan peran PRP pada manajemen osteoarthritis.
Penulisan pertama oleh: dr. Nathania S.Sutisna