Posisi pungsi lumbal terbaik pada bayi penting diketahui karena dapat mempengaruhi keberhasilan tindakan. Pungsi lumbal adalah prosedur invasif, yang biasa digunakan untuk evaluasi meningitis pada bayi, dan jika gagal dalam pengerjaannya dapat menimbulkan dampak negatif. Ada dua posisi yang biasa digunakan saat pungsi lumbal, yaitu duduk dan berbaring, yang memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.[1-3]
Pungsi lumbal masih menjadi prosedur pilihan untuk menentukan penyebab infeksi saraf pusat pada bayi. Namun, meski sudah sering dilakukan, pada faktanya pungsi lumbal merupakan prosedur yang sulit untuk dikerjakan, terlebih jika dilakukan pada neonatus. Terdapat laporan bahwa sekitar 50% upaya tindakan berakhir dengan kegagalan. Salah satu faktor penentu keberhasilan pungsi lumbal adalah posisi tubuh bayi saat prosedur dilaksanakan.[1,2]
Kebutuhan Pungsi Lumbal pada Bayi
Pungsi lumbal, atau dikenal pula dengan spinal tap, merupakan prosedur memasukan jarum ke ruang subarachnoid tulang belakang guna mengambil cairan serebrospinal. Prosedur ini sering dilakukan pada bayi untuk menentukan penyebab dari infeksi saraf pusat. Indikasi paling umum pungsi lumbal adalah dugaan meningitis. Indikasi lain adalah untuk mengetahui etiologi kejang yang tidak diketahui penyebabnya hingga dugaan penyakit metabolik.
Selain untuk mengambil sampel cairan serebrospinal dalam penentuan etiologi penyakit, prosedur ini juga dilakukan untuk memasukan obat seperti analgesik, anestesi, dan kemoterapi intratekal, ataupun untuk mengeluarkan cairan serebrospinal pada kasus peningkatan tekanan intrakranial. Karena menggunakan jarum pada proses tindakan, tentunya pungsi lumbal dapat menimbulkan rasa nyeri bagi pasien.[1,3,4]
Beberapa faktor yang dianggap berpengaruh dalam keberhasilan pungsi lumbal pada bayi antara lain pengalaman dan keterampilan operator, posisi pasien, dan pemilihan alat yang tepat. Posisi yang banyak disukai adalah posisi berbaring menyamping (lateral decubitus) dengan fleksi tulang belakang untuk memudahkan akses ke ruang subarachnoid. Selain itu, pemilihan ukuran dan tipe jarum juga penting untuk meminimalkan trauma jaringan dan meningkatkan probabilitas keberhasilan.[1,2,5]
Basis Bukti Posisi Terbaik Pungsi Lumbal pada Bayi
Tinjauan Cochrane (2023) mengevaluasi 5 uji coba acak terkontrol (Randomized Control Trial /RCT) dan kuasi-RCT yang melibatkan total 1476 partisipan. Hasil tinjauan mengenai perbandingan antara posisi berbaring dan duduk tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna dalam keberhasilan pungsi lumbal pada percobaan pertama.
Selain itu, juga tidak ada perbedaan dalam hal waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan. Meski begitu, posisi berbaring ditemukan sedikit meningkatkan episode bradikardia dan meningkatkan kejadian desaturasi oksigen. Ketika dibandingkan dengan posisi pronasi, posisi berbaring mungkin dapat menurunkan tingkat keberhasilan pungsi lumbal pada percobaan pertama.[1]
Penelitian lain adalah uji klinis Neonatal Champagne Lumbar Punctures Every Time (NeoCLEAR). Penelitian ini melibatkan 1082 neonatus dan memberikan hasil yang berbeda dengan tinjauan Cochrane di atas. Dalam uji klinis ini, ditemukan bahwa posisi duduk menghasilkan tingkat keberhasilan lebih tinggi dibandingkan posisi berbaring. Meski begitu, perlu dicatat bahwa kebanyakan neonatus pada studi ini cukup bulan dan memiliki berat badan di atas 2,5 kg.[2,4]
Kesimpulan
Terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa pengerjaan pungsi lumbal pada bayi dalam posisi duduk menghasilkan lebih sedikit episode bradikardia dan desaturasi oksigen dibandingkan posisi berbaring (lateral decubitus). Sebuah uji klinis juga menunjukkan bahwa posisi duduk memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi dibandingkan posisi berbaring.
Bukti ilmiah tersebut mengindikasikan bahwa posisi duduk lebih baik dibandingkan posisi berbaring untuk pengerjaan pungsi lumbal pada bayi. Meski begitu, studi lebih lanjut masih diperlukan untuk menarik kesimpulan yang lebih meyakinkan.