Penting untuk memiliki pemahaman yang baik tentang red flags atau tanda bahaya sindrom nyeri patellofemoral agar rujukan yang cermat dan tepat waktu dapat dilakukan. Pada kebanyakan kasus, kondisi sindrom nyeri patellofemoral dipicu oleh adanya overuse atau penggunaan berlebihan dari ekstremitas bawah, misalnya pada atlet lari. Mayoritas kasus akan membaik dengan pemberian terapi konservatif, tetapi sebagian kecil sindrom nyeri patellofemoral merupakan gejala dari etiologi yang membutuhkan pemeriksaan lanjutan.[1]
Sekilas tentang Etiologi Sindrom Nyeri Patellofemoral
Sindrom nyeri patellofemoral, atau yang juga dikenal sebagai runner’s knee, merupakan penyebab umum nyeri lutut pada remaja dan orang dewasa di bawah 60 tahun. Sesuai dengan namanya, sindrom nyeri patellofemoral umumnya disebabkan oleh overuse dari struktur-struktur di area patella dan femur. Pasien akan mengalami rasa sakit di sekitar atau di belakang patella yang diperburuk oleh aktivitas yang membebani patella, misalnya berlari atau naik-turun tangga.
Beberapa kasus sindrom nyeri patellofemoral dapat membaik dengan terapi konservatif, tetapi ada pula kasus yang memerlukan pemeriksaan lanjutan. Hal ini karena sindrom nyeri patellofemoral mungkin berkaitan dengan kondisi klinis signifikan, utamanya yang menyebabkan instabilitas patella, termasuk trauma, fraktur, osteoarthritis, dan osteoporosis.[1,2]
Red Flags Sindrom Nyeri Patellofemoral
Pasien dengan red flags atau tanda bahaya sindrom nyeri patellofemoral memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengonfirmasi etiologi dan mendapatkan penanganan definitif. Red flags yang perlu diperhatikan antara lain:
- Usia tua
- Menopause
- Riwayat osteoporosis
- Riwayat jatuh atau trauma
- Nyeri hebat mendadak
- Nyeri tetap bertahan setelah mengikuti terapi konservatif selama 4-6 minggu
- Penurunan berat badan yang signifikan
- Eritema, edema, krepitasi, atau bengkak pada area lutut
- Massa pada area lutut[3-5]
Sekilas tentang Manajemen Pasien dengan Red Flag Sindrom Nyeri Patellofemoral
Manajemen pasien dengan red flags sindrom nyeri patellofemoral dimulai dari anamnesis serta pemeriksaan yang terarah untuk menentukan etiologi dan tata laksana yang sesuai.
Anamnesis
Pada pemeriksaan awal, dokter perlu mengidentifikasi risiko berdasarkan status demografi pasien. Usia lanjut, terutama pada pasien wanita, dapat mengarahkan pada kemungkinan adanya osteoporosis maupun fraktur patologis.
Setelah itu, dokter perlu menanyakan kualitas nyeri. Adanya nyeri mendadak, terlokalisir di area infrapatellar, semakin lama semakin memberat seiring dengan pertambahan aktivitas, tanpa riwayat trauma sebelumnya, dapat mengarah pada diagnosis tendinitis patella.
Sementara itu, adanya nyeri kronis yang tidak membaik setelah terapi adekuat dapat mengindikasikan kondisi lain yang mendasari, baik berupa inflamasi seperti osteoarthritis patellofemoral, maupun fraktur. Diagnosis fraktur dapat dicurigai apabila pada anamnesis didapatkan riwayat trauma.[3,6,7]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik awal, dokter perlu menilai derajat nyeri dan fungsi fisik menggunakan parameter Anterior Knee Pain Scale (AKPS), The Patellofemoral Pain and Osteoarthritis Sub-scale of the Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Score (KOOS-PF), Visual Analog Scale (VAS), atau Eng and Pierrynowski Questionnaire (EPQ). Kemudian, pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai status nyeri, fungsi, dan disabilitas saat itu melalui mobilisasi ekstremitas bawah, seperti squat, step-down, dan single-leg squat.[1,8]
Apabila pasien mengeluhkan nyeri mendadak disertai penurunan fungsi dan riwayat trauma, perlu dinilai tanda-tanda fraktur, seperti hematoma, edema, dan nyeri hebat pada area terkait. Pemeriksaan juga perlu dilanjutkan dengan skoring menggunakan Ottawa knee rules untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan rontgen patella.[3]
Selain itu, apabila nyeri disertai eritema pada inspeksi, pemeriksaan perlu dilanjutkan dengan palpasi untuk memastikan ada tidaknya edema dan krepitasi pada lutut. Apabila didapatkan temuan-temuan tersebut disertai dengan menurunnya range of motion saat fleksi lutut, maka bursitis prepatela dapat dipikirkan sebagai salah satu diagnosis banding.[9]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk memastikan penyebab terjadinya red flags pada penderita sindrom nyeri patellofemoral adalah rontgen patella. Rontgen diperlukan pada pasien dengan red flags dan yang memenuhi kriteria Ottawa. Pada rontgen dapat ditemukan adanya fraktur, dislokasi, maupun tanda umum bursitis seperti edema.[2]
Salah satu sistem skoring yang dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya rontgen adalah Ottawa knee rules. Apabila pasien mengalami salah satu dari lima poin ini, maka pemeriksaan rontgen dinilai perlu dilakukan. Kelima poin tersebut meliputi usia 55 tahun ke atas, nyeri lokal pada patela, nyeri pada kaput fibula, tidak dapat fleksi 90 derajat, atau tidak dapat menahan berat badan saat mobilisasi sebanyak empat langkah.[3]
Meskipun jarang dilaksanakan, pemeriksaan ultrasonografi dan MRI juga merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab lain, seperti patellar tendinopathy.[6]
Tata Laksana
Tata laksana sindrom nyeri patellofemoral utamanya berupa terapi konservatif, diawali dengan penanganan fase akut berupa PRICE (protection, rest, ice, compression, and elevation) dan diikuti oleh pemberian analgesik. Apabila didapatkan fraktur, maka pembidaian dapat menjadi penanganan awal sebelum dilakukan rujukan. Penanganan lanjutan disesuaikan dengan diagnosis definitif pada fasilitas kesehatan rujukan.[9]