Penting untuk mengenali red flags atau tanda bahaya batuk pada bayi dan anak karena dapat mengindikasikan patologi serius yang memerlukan evaluasi medis mendalam, seperti tuberkulosis, bronkopneumonia, atau gangguan saluran pernapasan obstruktif. Perhatikan durasi batuk, bunyi napas tambahan, serta gejala penyerta yang dialami pasien.[1,2]
Definisi dan Etiologi Batuk pada Bayi dan Anak
Batuk akut pada bayi dan anak didefinisikan sebagai kondisi batuk yang berlangsung kurang dari tiga minggu, biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan atas seperti virus rhinovirus atau adenovirus. Sementara itu, batuk kronis pada anak adalah batuk yang berlangsung lebih dari empat minggu dan dapat disebabkan oleh sejumlah faktor seperti tuberkulosis atau gastroesophageal reflux disease (GERD).
Etiologi tersering dari batuk pada bayi dan anak termasuk infeksi saluran pernapasan atas, bronkiolitis akut, dan pneumonia. Pada bayi di bawah tiga bulan, penyebab batuk yang serius seperti respiratory syncytial virus (RSV), dapat berpotensi berbahaya dan memerlukan perhatian medis segera. Pada bayi baru lahir atau bayi prematur, dokter juga perlu memikirkan adanya kelainan bawaan sebagai salah satu penyebab dari batuk.[1-4]
Tuberkulosis
Batuk pada tuberkulosis bersifat kronis dan persisten, sering kali diikuti dengan dahak berdarah atau berwarna merah kecoklatan. Gejala lain termasuk penurunan berat badan yang signifikan, demam, keringat malam, lemah, dan kehilangan nafsu makan.
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis meliputi Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) seperti Genxpert dan pada anak risiko rendah dapat dilakukan uji tuberkulin untuk melakukan rule out diagnosis tuberkulosis. Selain itu, pemeriksaan mikroskopik atau kultur dahak dapat digunakan untuk mengidentifikasi Mtb.[5]
Bronkiolitis
Karakteristik batuk pada bronkiolitis adalah batuk kering dan seringkali disertai dengan suara mengi yang terdengar saat bernapas. Kondisi ini sering disebabkan infeksi RSV dan paling banyak dialami anak usia di bawah 2 tahun. Gejala lain termasuk hidung tersumbat, napas cepat atau dangkal, nafsu makan menurun, demam ringan, dan kesulitan makan atau minum.[6]
Bronkopneumonia
Bronkopneumonia pada bayi dan anak ditandai dengan batuk yang dapat kering maupun berdahak, sering kali disertai dengan produksi dahak purulen atau berwarna kehijauan. Gejala penyerta biasanya mencakup demam tinggi, napas cepat atau dangkal, suara napas mengi, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Pada bayi, gejala mungkin termasuk lesu, kesulitan makan, dan iritabilitas.
Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan adanya bunyi napas tambahan selama auskultasi dengan stetoskop. Pemeriksaan diagnostik seperti rontgen toraks dan kultur dahak dapat membantu menegakkan diagnosis bronkopneumonia dan mengidentifikasi agen penyebabnya.[7]
Croup
Batuk pada croup ditandai dengan suara seperti anjing laut atau "barking cough". Batuk juga sering disertai dengan suara stridor yang terdengar saat anak bernapas, terutama saat inspirasi. Selain itu, gejala lain mungkin termasuk demam ringan, hidung tersumbat, dan suara serak. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara batuk yang khas dan stridor inspirasi akibat edema subglotis.[8]
Pertusis
Batuk pada pertusis ditandai dengan serangkaian batuk hebat yang berturut-turut dan terkadang disertai dengan suara "whooping" saat anak bernapas. Ini terjadi karena adanya bakteri Bordetella pertussis yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan. Selain batuk yang khas, gejala lain mungkin termasuk demam ringan, hidung tersumbat, dan nafsu makan menurun. Pada kasus yang lebih serius, anak dapat mengalami muntah setelah serangan batuk.[11]
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah terminologi yang membawahi infeksi pada hidung, sinus paranasal, nasofaring, epiglottis, maupun laring. Selain batuk, pasien juga bisa mengalami pilek, demam, dan nyeri tenggorokan. ISPA dapat disebabkan oleh virus parainfluenza, rhinovirus, dan influenza. Bakteri yang bisa menyebabkan ISPA adalah Streptococcus pyogenes yang merupakan suatu Streptococcus Grup A.[9]
Kelainan Anatomis
Pada bayi baru lahir atau bayi prematur yang mengalami batuk, pikirkan juga kemungkinan adanya kelainan bawaan yang menyebabkan batuk. Ini mungkin mencakup stenosis subglotis, trakeomalasia, ataupun adanya kelainan jantung yang menyebabkan edema paru.[1-4,10]
Red Flags Batuk pada Bayi dan Balita
Walaupun sebagian besar kasus batuk pada bayi dan anak imunokompeten bersifat ringan dan swasirna, red flags batuk perlu dikenali untuk mewaspadai kemungkinan etiologi lebih berat yang memerlukan investigasi dan manajemen lebih lanjut. Berikut tanda bahaya atau red flags batuk pada bayi dan anak:
- Batuk pada bayi disertai dengan gejala seperti tersedak atau muncul saat sedang menyusui atau makan
- Batuk yang muncul tiba tiba dan dicurigai karena aspirasi benda asing
- Batuk yang bersifat kronik, diikuti adanya perubahan suara napas, dengan atau tanpa disertai produksi sputum
- Batuk yang disertai dengan adanya sesak napas, ditandai oleh adanya peningkatan frekuensi napas, penurunan saturasi oksigen, ataupun penggunaan otot bantu pernapasan dan sianosis
- Batuk yang disertai dengan adanya tanda penyakit paru kronik (lebih dari 3 minggu) seperti keringat malam, batuk darah, penurunan berat badan, gangguan tumbuh kembang, dan perubahan bentuk dada
- Penurunan kondisi umum seperti penurunan kesadaran, lemas, anak tidak mau menyusui atau makan dan penurunan produksi urin[1-4,10]
Manajemen Bayi dan Anak dengan Red Flags Batuk
Manajemen bayi dan anak dengan red flags batuk dimulai dari anamnesis serta pemeriksaan fisik dan penunjang yang terarah untuk menentukan etiologi dan tata laksana yang sesuai.
Anamnesis
Informasi mengenai durasi dan awitan batuk akan memberikan petunjuk apakah batuk bersifat akut atau kronis. Riwayat perjalanan penyakit, termasuk apakah ada kontak dengan individu yang sakit atau paparan faktor risiko tertentu, seperti asap rokok atau zat berbahaya, juga penting untuk diperiksa.
Selain itu, evaluasi gejala penyerta seperti demam, mengi, suara "whooping", dan adanya batuk dengan dahak atau darah. Riwayat alergi atau penyakit pernapasan sebelumnya juga relevan. Selain itu, faktor-faktor risiko seperti riwayat prematuritas, riwayat imunisasi, dan status vaksinasi juga harus dievaluasi.[1,2,4]
Pemeriksaan Fisik
Auskultasi paru dapat mengungkapkan suara napas tambahan seperti mengi yang menunjukkan penyempitan saluran napas. Dokter juga dapat mendengar suara stridor atau ronkhi yang bisa mengindikasikan adanya sumbatan pada jalan napas.
Selain itu, pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan tanda-tanda seperti pernapasan cepat atau dangkal, retraksi dinding dada, sianosis, atau tanda-tanda lain dari kesulitan bernapas. Pemeriksaan fisik juga perlu mencakup pemeriksaan hidung, tenggorokan, dan telinga untuk menilai kemungkinan infeksi atau kelainan lain yang dapat menyebabkan batuk.[2,4,10]
Pemeriksaan Penunjang
Pada anak yang dicurigai mengalami tuberkulosis, pemeriksaan seperti NAAT sputum atau pemeriksaan bakteri tahan asam perlu dilakukan.
Jika ada kecurigaan terhadap alergi sebagai penyebab batuk, uji alergi dapat membantu mengidentifikasi alergen penyebab. Uji fungsi paru atau spirometri bisa bermanfaat, terutama jika ada dugaan kondisi seperti asma.
Rontgen toraks bermanfaat untuk mengevaluasi struktur paru-paru dan mendeteksi tanda-tanda infeksi, cairan, atau kelainan lain. Jika terdapat tanda-tanda infeksi bakteri, seperti dalam kasus bronkopneumonia atau pertusis, kultur bakteri dari dahak atau cairan pernapasan dapat membantu mengidentifikasi jenis bakteri yang menyebabkan infeksi.
Tes PCR atau serologi untuk virus bisa bermanfaat untuk mengidentifikasi infeksi respiratory syncytial virus (RSV) yang mungkin menjadi penyebab batuk, seperti dalam kasus bronkiolitis. Jika ada dugaan refluks asam sebagai penyebab batuk, edukasi posisi menyusu dan tidur merupakan manajemen lini pertama, pertimbangkan alergi protein susu sapi dan ganti menjadi hydrolyzed formula.[2-4]
Penatalaksanaan
Tata laksana batuk pada bayi dan anak harus dilakukan sesuai dengan etiologi penyebab. Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen sangat perlu dilakukan pada kondisi batuk disertai dengan sesak yang mempengaruhi asupan atau menyusu. Jika batuk disebabkan infeksi bakteri, antibiotik mungkin diperlukan. Jika disebabkan oleh virus, perlu dilakukan penanganan simptomatik, seperti memberikan madu pada anak berusia di atas satu tahun.
Terapi khusus mungkin diperlukan, seperti nebulisasi epinefrin dan kortikosteroid untuk croup derajat berat, serta kortikosteroid oral untuk croup derajat sedang. Orang tua atau pengasuh juga perlu diberi informasi tentang tanda-tanda perburukan atau komplikasi, serta tindakan yang perlu diambil untuk memantau dan merawat anak.[1-4,10]