Red flags atau tanda bahaya tinja berdarah pada dewasa perlu dikenali dokter karena beberapa etiologi tinja berdarah memiliki mortalitas yang tinggi, misalnya kanker kolorektal. Etiologi tinja atau buang air besar (BAB) berdarah pada dewasa lainnya yang perlu diwaspadai adalah keganasan saluran cerna lain, varises esofagus, divertikulosis, maupun ulkus peptikum.
Tinja berdarah pada dewasa biasanya disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas ataupun bagian bawah. Terdapat data yang menunjukkan bahwa perdarahan saluran cerna bagian atas lebih sering terjadi dibandingkan dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna yang terus menerus, baik itu hematoschezia ataupun melena, dapat menyebabkan komplikasi signifikan, termasuk anemia dan syok hemoragik.[1-3]
Sekilas Tentang Etiologi Tinja Berdarah
Tinja atau buang air besar (BAB) berdarah dikenal dengan istilah hematochezia dan melena. Hematochezia merupakan BAB berdarah yang berwarna merah terang. Kondisi ini paling sering disebabkan oleh adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah. Selain itu, hematochezia juga dapat disebabkan oleh perdarahan hebat saluran cerna bagian atas yang terjadi secara cepat.
Di sisi lain, melena merupakan BAB berdarah yang berwarna hitam gelap dan paling sering disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas. Kondisi melena juga dapat terjadi pada perdarahan di area kolon dan usus kecil. Kondisi melena perlu diwaspadai karena dianggap lebih berbahaya bila terjadi dalam jumlah banyak.[1,3]
Penyebab BAB berdarah yang perlu diwaspadai antara lain kanker kolorektal, kanker saluran cerna lain, ulkus peptikum, varises esofagus, hemoroid, divertikulosis, dan perdarahan akibat penggunaan obat antiplatelet. Tinja berdarah juga bisa disebabkan penyakit infeksi seperti disentri, dan kondisi inflamasi seperti kolitis ulseratif dan penyakit Crohn.[4]
Kanker Saluran Cerna
Kanker saluran cerna biasanya ditandai dengan BAB berdarah yang terjadi secara kronis. Kondisi ini bisa disertai dengan gangguan pola defekasi, nyeri perut hebat, penurunan berat badan, dengan atau tanpa adanya perabaan massa pada dinding abdomen.[1,4]
Ulkus Peptikum
Pada ulkus peptikum, penyebab paling sering BAB berdarah adalah adanya infeksi dari Helicobacter pylori maupun riwayat konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) jangka panjang. Gejala yang muncul dapat disertai dengan nyeri perut dan membaik dengan obat-obatan golongan pompa proton inhibitor (PPI) ataupun antasida.[1,4]
Varises Esofagus
Pada varises esofagus, BAB berdarah berwarna kehitaman yang dapat disertai dengan muntah darah (hematemesis). Kondisi varises esofagus seringkali berkaitan dengan gangguan hati kronis seperti sirosis hepatis, sehingga gejala gangguan hati kronis juga dapat ditemui, misalnya ascites, spider naevi, dan gangguan perdarahan.[4,5]
Divertikulosis dan Angiodisplasia
Penyebab paling umum dari perdarahan masif gastrointestinal bagian bawah adalah divertikulosis dan angiodisplasia mukosa. Kondisi ini paling banyak dialami lansia. Perdarahan gastrointestinal bagian bawah yang masif dapat menyebabkan syok dan memiliki angka mortalitas mencapai 21%.[4,5,7]
Hemoroid
Pada kondisi hemoroid, BAB berdarah biasanya disertai dengan nyeri saat BAB, anus terasa panas, dan benjolan yang keluar dari anus.[4,5]
Red Flags Tinja Berdarah
Pasien dengan red flags atau tanda bahaya tinja berdarah memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengonfirmasi etiologi dan mendapatkan penanganan segera. Red flags pada BAB berdarah yang perlu diperhatikan di antaranya:
- Instabilitas hemodinamik: hipotensi, takikardia atau bradikardia, dispnea, penurunan kesadaran
- Diaforesis
- Tampak anemis
- Nyeri perut hebat
- Bising usus menurun atau menghilang
- Teraba massa pada abdomen atau ada mass pada rektum atau anus
Capillary refill time (CRT) lebih dari 3 detik.
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
- Perubahan bowel habit, terutama diare atau peningkatan frekuensi.[1,6]
Pendekatan Penanganan Pasien dengan Tinja Berdarah
Penanganan pasien dengan red flags tinja berdarah perlu menentukan apakah pasien mengalami kegawatdaruratan medis, seperti syok hemoragik. Apabila terdapat tanda syok, maka penanganan perlu difokuskan pada stabilisasi pasien.
Anamnesis
Pada anamnesis, tentukan secara cepat status hemodinamik pasien, misalnya dengan memeriksa kesadaran dan orientasi. Jika pasien stabil, lanjutkan anamnesis untuk menggali gejala selain BAB berdarah, seperti nyeri perut hebat, hematemesis, penurunan berat badan, lemah, letih, lesu, dan gangguan defekasi. Selain itu, perlu juga ditanyakan jumlah BAB berdarah yang keluar, warna tinja, dan frekuensi BAB dalam satu hari.[1,3]
Riwayat BAB berdarah yang sama sebelumnya juga perlu ditanyakan. Selain itu, riwayat penyakit yang dimiliki sebelumnya, riwayat obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat alergi, dan riwayat keganasan dalam keluarga juga perlu dievaluasi. Pasien dengan riwayat keluarga mengalami keganasan gastrointestinal atau memiliki riwayat kolitis ulseratif akan lebih berisiko mengalami kanker saluran cerna.[3,6]
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital wajib diperhatikan pada kondisi BAB berdarah. Saat memeriksa tanda vital, perhatikan apakah ada tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik seperti hipotensi, takikardia maupun bradikardia, dispnea, dan penurunan kesadaran.[1,3]
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan terutama pada bagian abdomen. Pemeriksaan bising usus dapat ditemukan menurun atau menghilang. Pasien juga bisa memiliki defans muskular, massa, dan nyeri tekan abdomen saat palpasi.
Pemeriksaan rektal diperlukan untuk mengevaluasi perdarahan jika hasil anamnesis meragukan. Pemeriksaan rektal juga bermanfaat untuk mengidentifikasi penyebab eksternal seperti hemoroid, fisura, atau massa terkait keganasan.
Perlu dicatat bahwa pada kasus perdarahan saluran cerna akibat divertikulosis, angiodisplasia, atau kanker saluran cerna, pemeriksaan fisik bisa saja tidak menunjukkan kelainan bermakna.[4-6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dipilih sesuai kecurigaan etiologi. Pemeriksaan awal yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap untuk mendeteksi anemia akibat kehilangan darah yang sudah terjadi.
Pada pasien yang stabil, pencitraan juga perlu dilakukan untuk mencari etiologi BAB berdarah. Bila dicurigai adanya massa atau keganasan pada saluran cerna, pemeriksaan CT scan abdomen, endoskopi, dan kolonoskopi dapat dilakukan. Bila ditemukan massa, mungkin diperlukan biopsi.[6]
Penatalaksanaan
Tata laksana harus disesuaikan dengan etiologi yang mendasari terjadinya BAB berdarah. Pada saat awal pasien datang, perlu diperhatikan airway, breathing, dan circulation pasien. Apabila ditemukan adanya tanda syok hipovolemik, maka resusitasi cairan harus segera dilakukan. Pertimbangkan keperluan transfusi darah bila diperlukan, pemberian oksigen, dan pemasangan selang nasogastric tube (NGT).[1,3]
Pemberian obat-obatan juga diperlukan dan disesuaikan dengan gejala pasien. Pemberian obat-obatan meliputi obat-obatan golongan PPI, agen prokinetik, obat-obatan vasoaktif, antibiotik, dan obat simptomatik lainnya.
Tindakan pembedahan juga dapat dilakukan sesuai dengan indikasi. Sebagai contoh, pasien dengan hemoroid mungkin memerlukan tindakan ablasi atau hemoroidektomi. Kasus divertikulosis mungkin memerlukan ligasi. BAB berdarah yang disebabkan oleh kanker kolorektal mungkin memerlukan eksisi radikal.[3,6]