Penggunaan obat hormonal untuk menunda menstruasi sering digunakan pada keadaan tertentu, seperti kepentingan ibadah haji atau umrah. Progestin, pil kontrasepsi kombinasi, dan agonis GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) merupakan preparat yang sering digunakan untuk mengatur siklus menstruasi.
Menstruasi terjadi karena proses fisiologis yang melibatkan siklus perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron. Mekanisme regulasi menstruasi diatur oleh poros hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hipotalamus memproduksi GnRH, hipofisis memproduksi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) di bawah kendali hipotalamus.
FSH dan LH mempengaruhi ovarium untuk memproduksi hormon estrogen dan progesteron yang akan bekerja pada lapisan endometrium. Hormon steroid, estrogen dan progesteron diproduksi oleh ovarium memiliki efek umpan balik positif dan negatif terhadap sekresi gonadotropin (LH dan FSH) pada hifosisis dan GnRH pada hipotalamus.[1-3]
Siklus tersebut akan dihentikan apabila kadar hormon estrogen dan progesteron dalam darah berada pada tingkat yang cukup tinggi. Upaya ini dapat dilakukan dengan pemberian suplementasi GnRH agonis, hormon estrogen, maupun progesteron eksogen. Pemberian hormon tambahan akan menyebabkan hormon pelepas atau pemicu menjadi tidak efektif atau tidak dapat bekerja secara penuh, dan terjadi hambatan pada pematangan folikel. Hal ini menyebabkan endometrium tidak mengalami proliferasi optimal dan terhalangnya lonjakan LH yang diperlukan untuk ovulasi, sehingga endometrium tetap tipis dan tidak sekresi.[8]
Agonis Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)
Agonis GnRH yang dapat digunakan adalah leuprolin asetat 3,75 mg. Agonis GnRH diberikan antara hari pertama perdarahan menstruasi sampai hari kelima siklus menstruasi secara subkutan atau intramuskular. Untuk menunda menstruasi pada keperluan ibadah haji, cukup diberikan 2 kali saja. Beberapa hari setelah suntikan pertama akan terjadi perdarahan (bukan menstruasi) karena efek flare up yang lamanya berkisar 5-10 hari. Setelah suntikan kedua, umumnya tidak terjadi perdarahan. Angka efikasi amenore yang ditimbulkan dari pemberian agonis GnRH yaitu sebesar 73-96%.[2]
Efek samping yang dapat terjadi, meskipun jarang, pada penggunaan agonis GnRH adalah hot flushes, berkeringat, sakit kepala, berdebar-debar, nyeri otot dan sendi, serta depresi. Untuk mengatasi efek samping tersebut, dapat diberikan tablet estrogen (estrogen equin konjugasi 0,625 mg atau 17β-estradiol 2 mg) dan progestin (nomegestrol asetat 5 mg, medroxyprogesterone acetate 5 mg, atau noretisteron asetat 1-2,5 mg) sampai keluhan hilang.[2]
Progestogen
Jenis progestogen yang biasa digunakan adalah depo-medroxyprogesterone acetate (DMPA), noretisteron, linestrenol, nomogestrol asetat, dan levonorgestrel. Dosis progestogen yang dianjurkan adalah 10 mg per hari dan lamanya sangat tergantung dari tujuan pemakaian.
Caranya adalah memberikan tablet progestogen jenis apapun paling lambat 14 hari sebelum menstruasi yang berikutnya datang, dan dihentikan 3 hari sebelum menstruasi yang diinginkan. Menstruasi biasanya akan datang 2-3 hari setelah penghentian progestogen. Progestogen dapat juga dimulai pada hari ke-5 siklus menstruasi. Cara lain yaitu dengan memajukan menstruasi. Bila seorang wanita ingin memajukan menstruasinya 6 hari lebih awal dari menstruasi yang akan datang, maka dapat memulai memakai progestogen tablet di hari ke-5 sampai hari ke-19 dari siklus menstruasi.[4-5]
DMPA diberikan dengan dosis 5 mg diberikan 2 kali/hari, dan digunakan pada jam yang sama. Obat ini sebaiknya diminum segera setelah menstruasi selesai atau pada hari kelima menstruasi.
Noretisteron menunda menstruasi bila diberikan sebelum atau pada saat perdarahan menstruasi. Dosis noretisteron adalah 5 mg (1 tablet) diberikan 2-3 kali sehari , selama tidak lebih dari 10-14 hari, dimulai sekitar 3 hari sebelum tanggal perkiraan menstruasi. Perdarahan menyerupai menstruasi umumnya dimulai 2-4 hari setelah penghentian terapi.
Linesterol merupakan progesteron sintetik dengan kekuatan sedang. Tetapi karena mempunyai efek estrogenik, maka dalam dosis rendah akan cukup efektif untuk mengumpan balik aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium menjadi fase inaktif. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 5 mg yang diminum 2 kali/hari.
Nomegestrol asetat pada dosis 1,25 mg/hari akan menghambat ovulasi sekaligus merangsang pertumbuhan folikel. Sedangkan, pada dosis 2,5 atau 5 mg/hari, hormon ini menekan baik ovulasi maupun perkembangan folikel.[5]
Kontraindikasi untuk pemberian preparat progestogen antara lain kehamilan, riwayat herpes gestasional, riwayat kolestasis atau ikterik, pruritus selama kehamilan, gangguan fungsi hati berat atau sindroma Dubin-Johnson dan Rotor, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner, dan diabetes mellitus dengan komplikasi. Progestogen juga kontraindikasi pada perdarahan abnormal vagina, amenore akibat gangguan gonadotropin pituitari, dan hirsutisme.[8]
Pil Kontrasepsi Kombinasi
Pil kontrasepsi kombinasi (PKK) estrogen dan progestin memiliki beberapa aksi, tetapi pengaruh yang paling penting adalah untuk mencegah ovulasi dengan menekan hypothalamic gonadotropin releasing factors. Pemberian pil kombinasi ini mencegah sekresi hipofisis dari FSH dan LH.[1]
Cara penggunaan PKK yaitu dikonsumsi sejak menstruasi selesai atau hari ke-5 menstruasi, dan tidak menggunakan pil plasebo atau sulfas ferosus yang tersedia pada 7 hari terakhir pil kombinasi dengan kemasan 28 pil. Bila menggunakan pil kombinasi kemasan 21 pil, maka gunakan segera pil dari kemasan baru tanpa henti hingga perjalanan selesai. PKK juga dapat diberikan mulai 14 hari sebelum perkiraan menstruasi yang akan datang dan dilanjutkan sampai perjalanan selesai.
Bila seorang wanita ingin memajukan menstruasinya 6 hari lebih awal dari menstruasi yang akan datang, maka PKK diberikan antara hari ke-5 sampai hari ke-19 siklus menstruasi. Beberapa ahli menganjurkan penggunaan pil kombinasi dengan etinilestradiol 50 μg dibandingkan 30 μg. Sayangnya, peningkatan kadar estradiol ini meningkatkan juga rasa mual, tegang pada payudara, dan berat pada tungkai. Angka kejadian spotting pada pil kombinasi dengan estradiol 50 μg cukup rendah (kurang dari 1%), sedangkan dengan kadar estradiol 30 μg adalah 4-7%.[6-7]
Beberapa kontraindikasi pemberian PKK antara lain riwayat tromboflebitis atau tromboemboli, varises, kanker payudara, perdarahan yang belum diketahui dengan jelas penyebabnya, penyakit hepar, riwayat ikterus dalam kehamilan, riwayat preeklampsia berat, penyakit kardiovaskular, penyakit diabetes melitus yang disertai dengan komplikasi, hipertensi, sedang menggunakan obat antituberkulosis ataupun hipoglikemik oral.[6]
Kesimpulan
Pemilihan preparat untuk pengaturan menstruasi tetap berpegang pada prinsip mudah, rasional, efektif, efisien, dan murah. Progestin, pil kontrasepsi kombinasi, dan agonis GnRH merupakan preparat yang paling sering digunakan untuk mengatur siklus menstruasi. Pemilihan jenis regimen tergantung kepada preferensi masing-masing wanita sesuai dengan ada atau tidaknya kontraindikasi. Penelitian lanjutan diperlukan untuk membandingkan dan memilih jenis dan dosis yang sesuai, efektif, dan minimal efek samping.