Tata laksana stenosis arteri karotis asimtomatik perlu dipahami oleh dokter karena kondisi ini berisiko menyebabkan transient ischemic attack dan stroke. Stenosis arteri karotis asimtomatik didefinisikan sebagai stenosis pada pasien yang tidak mempunyai riwayat klinis stroke iskemik, transient ischemic attack, atau gejala neurologis lainnya yang berkaitan dengan stenosis pada arteri karotis tersebut.[1,2]
Perkembangan terapi medikamentosa dalam beberapa dekade terakhir sebenarnya telah mengurangi insiden stroke pada pasien stenosis arteri karotis asimtomatik. Hal ini menyebabkan para ahli mulai mempertanyakan perlu tidaknya tindakan revaskularisasi karotis karena risikonya mungkin lebih besar daripada manfaatnya jika dilakukan secara non-selektif.[1,2]
Artikel ini akan mengulas lebih detail tentang efektivitas berbagai tata laksana stenosis arteri karotis asimtomatik, termasuk efektivitas tindakan revaskularisasi seperti carotid endarterectomy dan carotid stenting. Artikel ini juga akan membahas derajat stenosis dan karakteristik plak yang memerlukan tindakan revaskularisasi.
Modifikasi Gaya Hidup untuk Pasien Stenosis Arteri Karotis Asimtomatik
Saat ini, manajemen stenosis arteri karotis asimtomatik masih bersifat kontroversial bila dibandingkan dengan manajemen stenosis arteri karotis simtomatik yang sudah lebih jelas diketahui dan diterima secara luas. Namun, modifikasi gaya hidup merupakan tata laksana sederhana yang direkomendasikan untuk keduanya.[1,2]
Modifikasi diet dan aktivitas fisik dikaitkan dengan penurunan signifikan pada faktor risiko kardiovaskular, seperti tekanan darah, low-density lipoprotein (LDL), glukosa, dan adipositas. Diet yang direkomendasikan adalah diet Mediterania. Diet ini terdiri dari sayuran berdaun hijau dengan kacang-kacangan, buah-buahan, biji-bijian, dan ikan. Daging merah, makanan manis, telur, dan mentega tidak termasuk dalam diet ini.[3]
Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah olahraga intensitas sedang (jalan cepat, jogging, berenang, atau bersepeda) selama minimal 150 menit per minggu, yang dapat dibagi dalam 4–7 hari dengan durasi minimal 10 menit tiap sesi.[5]
Kebiasaan merokok juga harus dihentikan karena merupakan faktor risiko mayor dalam progresivitas stenosis arteri karotis. Perokok cenderung memiliki plak yang rentan dengan perdarahan intra-plak dan ulkus plak. Pasien dapat diberikan konseling berhenti merokok dan diberikan varenicline atau bupropion dengan terapi pengganti nikotin jika perlu.[5]
Terapi Medikamentosa untuk Pasien Stenosis Arteri Karotis Asimtomatik
Terapi farmakologis seperti antiplatelet, lipid-lowering agent untuk kontrol faktor risiko, antihipertensi untuk pasien hipertensi, dan obat kontrol glikemik untuk pasien diabetes mellitus tipe 2 memegang peran penting dalam manajemen stenosis arteri karotis asimtomatik. Terapi farmakologis ini juga turut dianjurkan pada pasien yang menjalani revaskularisasi seperti carotid endarterectomy dan carotid stenting.[6]
Antiplatelet Oral
Antiplatelet oral merupakan terapi utama. Aspirin 75–325 mg/hari biasanya digunakan pada pasien asimtomatik dengan stenosis >50% untuk mencegah infark miokard dan kejadian kardiovaskular lain. Studi juga menunjukkan bahwa terapi ganda yang terdiri dari aspirin 100 mg/hari dan rivaroxaban 2,5 mg dengan frekuensi 2 kali sehari memiliki efektivitas yang baik.[5]
Untuk pasien asimtomatik dengan derajat stenosis >50% dan riwayat intoleransi atau alergi terhadap aspirin, clopidogrel 75 mg/hari atau ticagrelor dapat diberikan. Apabila pasien alergi terhadap keduanya, dipyridamole 200 mg sebanyak 2 kali sehari dapat diberikan.[4]
Untuk pasien yang menjalani carotid endarterectomy, aspirin berdosis rendah (75–325 mg/hari) lebih dianjurkan daripada aspirin berdosis tinggi (>325 mg/hari).[4]
Untuk pasien yang menjalani carotid stenting, kombinasi aspirin 75–325 mg/hari dan clopidogrel 75 mg/hari direkomendasikan. Clopidogrel harus dimulai paling lambat 3 hari sebelum stenting atau diberikan sebagai loading dose 300 mg pada kasus darurat. Kombinasi aspirin dan clopidogrel diberikan selama minimal 4 minggu setelah stenting. Setelah itu, cukup berikan terapi antiplatelet tunggal (monoterapi).[4]
Lipid-lowering Agent
American Heart Association (AHA) merekomendasikan kadar LDL-C <70 mg/dL pada pasien aterosklerosis, termasuk stenosis arteri karotis asimtomatik. LDL-C <54 mg/dL direkomendasikan pada pasien yang berisiko sangat tinggi.[4]
Studi menyarankan terapi statin berdosis tinggi untuk pencegahan jangka panjang terhadap stroke, infark miokard, dan penyakit kardiovaskular lain. Terapi statin berdosis tinggi ini bisa diberikan dengan/tanpa ezetimibe. Jika pasien intoleran terhadap statin dengan/tanpa ezetimibe, inhibitor PCSK9 (proprotein convertase subtilisin/kexin type 9) bisa diberikan.[4]
Statin berdosis tinggi terbukti lebih efektif untuk menghasilkan regresi aterosklerosis karotis dan mencegah stroke bila dibandingkan statin dosis rendah. Inhibitor PCSK9 dan ezetimibe juga dapat memberikan efek tambahan pada statin.[4,5]
Antihipertensi
Sekitar 84% pasien dengan stenosis arteri karotis asimtomatik terdiagnosis hipertensi stage 2 atau lebih. Antihipertensi yang menginterupsi sistem renin-angiotensin seperti angiotensin-converting enzyme inhibitor (contoh: captopril, enalapril) dan angiotensin receptor blocker (contoh: candesartan, valsartan) dapat mencegah progresivitas aterosklerosis karotis dan kejadian vaskular. Tekanan darah <130/80 mmHg menjadi target pada pasien dengan hipertensi dan penyakit kardiovaskular.[5]
Obat Kontrol Glikemik
Nilai HbA1c <7,0% direkomendasikan pada pasien diabetes melitus tipe 2 tanpa hipoglikemia yang signifikan. Obat antidiabetik yang direkomendasikan untuk pasien stenosis arteri karotis asimtomatik adalah metformin, inhibitor SGLT-2 (sodium-glucose linked transporter) seperti dapagliflozin dan agonis reseptor GLP-1 (glucagon-like peptide) seperti liraglutide.[5]
Tindakan Revaskularisasi untuk Pasien Stenosis Arteri Karotis Asimtomatik
Ada 2 jenis tindakan revaskularisasi, yaitu carotid endarterectomy dan carotid stenting. Keduanya dipertimbangkan pada stenosis arteri karotis asimtomatik dengan derajat stenosis 60–99%, yang memiliki minimal 1 karakteristik pencitraan berkaitan dengan peningkatan risiko stroke ipsilateral, dengan rates stroke atau kematian dalam 30 hari <3% dan harapan hidup >5 tahun.[5]
Karakteristik pencitraan yang dimaksud adalah infark pada CT, progresivitas stenosis hingga 50–99%, area plak besar, perdarahan intra-plak pada MRI, gangguan CVR (cerebrovascular reserve), echolucency plak pada USG Duplex, emboli spontan pada TCD (transcranial Doppler), dan emboli spontan yang disertai plak echolucent yang seragam atau dominan.[5,6]
Studi yang membandingkan 2 metode revaskularisasi ini pada individu dengan stenosis arteri karotis asimtomatik menyatakan bahwa stenting memiliki risiko stroke perioperatif yang agak lebih tinggi bila dibandingkan dengan endarterectomy (P=0,05).[7]
Studi lain juga menyatakan bahwa stenting memiliki luaran komposit yang sebanding dengan endarterectomy karotis pada periode perioperatif maupun jangka panjang, tetapi memiliki luaran stroke perioperatif yang lebih tinggi (OR=1,62, P=0,004).[8]
Temuan-temuan tersebut membuat endarterectomy lebih menjadi pilihan pertama dan stenting menjadi pilihan kedua pada pasien yang memenuhi kriteria revaskularisasi yang telah disebutkan di atas. Namun, stenting lebih dianjurkan jika pasien mempunyai risiko tinggi untuk endarterectomy karena sifatnya kurang invasif.[4-6]
Pasien yang dianggap berisiko tinggi jika menjalani endarterectomy adalah pasien dengan stenosis 70–99%, yang memenuhi minimal 1 dari kriteria berikut:
- Ada penyakit jantung signifikan
- Hasil stress test abnormal
- Ada rencana bedah jantung
- Ada penyakit paru berat
- Ada oklusi kontralateral
- Ada palsy nervus laryngeus rekuren kontralateral
- Ada riwayat bedah leher radikal atau radiasi leher
- Ada stenosis ulang setelah endarterectomy
- Usia >80 tahun[4]
Kesimpulan
Manajemen stenosis arteri karotis asimtomatik untuk mencegah stroke dan kejadian kardiovaskular lainnya perlu mencakup modifikasi diet, olahraga intensitas sedang, dan penghentian rokok. Terapi medikamentosa utama adalah antiplatelet oral, yang perlu disertai dengan lipid-lowering agent untuk kontrol faktor risiko, antihipertensi untuk menangani hipertensi bila ada, dan antidiabetik untuk menangani diabetes mellitus tipe 2 bila ada.
Tindakan revaskularisasi berupa carotid endarterectomy atau carotid stenting dapat dilakukan jika pasien mengalami stenosis arteri karotis asimtomatik dengan derajat stenosis 60–99%, dan memiliki minimal 1 karakteristik pencitraan berkaitan dengan peningkatan risiko stroke ipsilateral, dengan rates stroke atau kematian dalam 30 hari <3% dan harapan hidup >5 tahun.
Endarterectomy merupakan pilihan pertama apabila revaskularisasi dilakukan karena tindakan ini memiliki risiko stroke perioperatif lebih rendah. Akan tetapi, stenting lebih dianjurkan pada kasus yang berisiko tinggi apabila menjalani endarterectomy. Stenting bersifat kurang invasif jika dibandingkan dengan endarterectomy.