Upadacitinib Induction and Maintenance Therapy for Crohn’s Disease
Loftus EV Jr, Panés J, Lacerda AP, Peyrin-Biroulet L, D'Haens G, Panaccione R, Reinisch W, Louis E, Chen M, Nakase H, Begun J, Boland BS, Phillips C, Mohamed MF, Liu J, Geng Z, Feng T, Dubcenco E, Colombel JF. New England Journal of Medicine. 2023 May 25;388(21):1966-1980. doi: 10.1056/NEJMoa2212728. PMID: 37224198.
Abstrak
Latar Belakang: Upadacitinib, inhibitor selektif Janus Kinase (JAK) oral, sedang diteliti manfaatnya untuk penanganan penyakit Crohn.
Metode: Pada dua percobaan fase 3 induksi (U-EXCEL dan U-EXCEED), pasien dengan penyakit Crohn derajat sedang-berat dialokasikan untuk mendapat 45 mg upadacitinib atau plasebo (rasio 2:1) sekali sehari selama 12 minggu (terapi induksi).
Pasien yang menunjukkan respons klinis terhadap terapi induksi upadacitinib kemudian dialokasikan secara acak pada percobaan terapi rumatan U-ENDURE yang akan diberikan 15 mg upadacitinib atau 30 mg upadacitinib atau plasebo (rasio 1:1:1) sekali sehari selama 52 minggu.
Luaran primer untuk terapi induksi (minggu ke-12) dan rumatan (minggu ke-52) ialah remisi klinis yang didefinisikan sebagai Crohn’s Disease Activity Index score <150. Selain itu, ada juga harapan untuk melihat perbaikan endoskopik yang diukur dengan Simple Endoscopic Score for Crohn’s Disease (SES-CD), dimana skornya berkisar dari 0 hingga 56, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat aktivitas penyakit yang lebih parah. Pasien diharapkan mengalami penurunan ≥50% dari skor baseline setelah terapi awal, atau jika pasien awalnya memiliki SES-CD 4, diharapkan ada penurunan ≥2 poin dari skor baseline.
Hasil: Sejumlah 526 pasien menjalani randomisasi pada U-EXCEL, 495 diU-EXCEED, dan 502 pada U-ENDURE. Hasil penelitian menemukan remisi klinis yang lebih besar secara bermakna pada pasien yang mendapatkan 45 mg upadacitinib daripada, demikian pula pada respon endoskopik.
Pada minggu ke-52 percobaan U-ENDURE, jumlah pasien yang mencapai remisi klinis lebih banyak secara signifikan pada pasien yang mendapat 15 mg upadacitinib (37,3%) atau 30 mg upadacitinib (47,6%) daripada plasebo (15,1%), demikian pula pada respon endoskopik, yakni 15 mg upadacitinib 27,6%; 30 mg upadacitinib 40,1%; dibandingkan plasebo 7,3% (p<0,001 untuk semua perbandingan).
Infeksi herpes zoster terjadi lebih banyak pada grup pasien yang mendapat upadacitinib baik untuk dosis 45 mg maupun 30 mg daripada grup plasebo. Kelainan pada liver dan neutropenia ditemukan lebih banyak pada grup 30 mg upadacitinib daripada grup lainnya di percobaan terapi rumatan. Perforasi gastrointestinal terjadi pada 4 pasien yang mendapat 45 mg upadacitinib (percobaan induksi) dan masing-masing 1 pasien yang mendapat upacitinib dosis 30 mg dan 15 mg (percobaan terapi rumatan).
Kesimpulan: Terapi induksi maupun rumatan upadacitinib lebih superior daripada plasebo pada penanganan pasien penyakit Crohn derajat sedang-berat.
Ulasan Alomedika
Penyakit Crohn merupakan penyakit inflamasi usus kronis dan sering relaps yang ditandai oleh inflamasi transmural pada saluran gastrointestinal. Amat dibutuhkan opsi terapi baru yang dapat memberikan kontrol, baik untuk perbaikan gejala klinis maupun endoskopik, pada pasien dengan penyakit derajat sedang-berat.
Aktivasi signal transducer maupun aktivasi transkripsi (STAT) yang dimediasi oleh Janus Kinase (JAK) di sel T memainkan peran penting pada patogenesis penyakit Crohn. Upadacitinib, merupakan inhibitor JAK oral yang sebelumnya telah mendapat izin untuk terapi kolitis ulseratif, rheumatoid arthritis, psoriasis arthritis, dermatitis atopik, dan spondilitis ankilosis.
Pada percobaan fase 2 buta-ganda pasien Crohn, ditemukan remisi klinis yang lebih banyak pada pasien yang mendapat upadacitinib dengan dosis 6 mg dua kali sehari pada terapi induksi selama 16 minggu dan respon endoskopik yang lebih baik pada dosis 24 mg dua kali sehari, namun belum dieksplorasi manfaat tambahan pada dosis yang berbeda.
Ulasan Metode Penelitian
Uji klinis ini terdiri dari dua penelitian fase 3 terapi induksi (U-EXCEL dan U-EXCEED) selama 12 minggu dan satu penelitian terapi rumatan (U-ENDURE) selama 52 minggu. Uji klinis dilakukan secara buta-ganda, multisenter, pada 277 pusat yang tersebar di 43 negara, dan terkontrol plasebo. Pasien dewasa, usia 18-75 tahun, yang sudah terdiagnosis dengan penyakit Crohn derajat sedang-berat sedikitnya selama 3 bulan masuk dalam kriteria inklusi.
Luaran utama respon remisi klinis didefinisikan sebagai penurunan Crohn’s Disease Activity Index score <150, sedangkan respon endoskopik didefinisikan sebagai penurunan pada Simple Endoscopic Score for Crohn’s Disease >50% sejak baseline.
Penggunaan terapi biologik dan imunosupresan selain dari methotrexate atau glukokortikoid, tidak diperbolehkan. Adapun preparat upadacitinib yang digunakan selama masa studi ialah sediaan oral tablet extended-release. Penilaian aspek keselamatan dinilai sejak masa terapi induksi hingga akhir terapi rumatan (minggu ke-52). Kejadian merugikan dinilai dengan menerapkan Common Terminology Criteria versi 4.03 untuk kejadian kardiovaskuler, tromboemboli, dan gastrointestinal.
Ulasan Hasil Penelitian
Uji klinis fase 3 ini menyimpulkan bahwa penggunaan upadacitinib pada terapi induksi maupun rumatan lebih superior terhadap plasebo dalam hal pencapaian respon klinis maupun endoskopik. Penelitian ini turut menemukan bahwa penggunaan upadacitinib mampu meningkatkan jumlah pasien dengan glucocorticoid-free remission.
Rapid onset upadacitinib terlihat pada perbaikan respon klinis sejak minggu ke-2 dan pencapaian remisi klinis pada minggu ke-4. Ditemukan pula dose-response relationship pada upadacitinib seperti yang diperlihatkan pada hasil analisis, demikian pula dengan kejadian merugikan yang dialami pada grup upadacitinib.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan penelitian ini terletak pada penggunaan metode acak, multisenter, buta-ganda, kontrol-plasebo dengan prinsip intention-to-treat. Penilaian penelitian ini sejalan dengan rekomendasi praktik klinis Selecting therapeutic targets in Inflammatory Bowel Disease (STRIDE-II) yang mana bertujuan untuk pencapaian target terapi jangka pendek (dalam respons klinis simptomatik, dan normalisasi kadar CRP, dan fecal calprotectin), serta jangka panjang (perbaikan respon endoskopik dan perbaikan kualitas hidup).
Limitasi Penelitian
Limitasi utama penelitian ini terletak pada ketidakmampuannya dalam mengidentifikasi aspek kejadian merugikan langka, low-incidence, atau long-latency mengingat lama durasi studi hanya sampai minggu ke-52. Penelitian ini belum mampu menjelaskan keterkaitan langsung pada kejadian perforasi usus, apakah berkaitan dengan upadacitinib atau dari aspek risiko tinggi derajat keparahan penyakit Crohn itu sendiri.
Selain itu, analisis yang dilakukan belum membandingkan efikasi upadacitinib dengan komparator agen aktif lainnya. Meski penilaian telah melibatkan penyesuaian analisis terhadap stratifikasi dosis glukokortikoid yang digunakan, analisis penelitian ini belum melakukan penyesuaian pada dosis aminosalisilat atau methotrexate yang digunakan oleh partisipan sebelum penambahan upadacitinib sehingga belum menjawab pertanyaan apakah upadacitinib dapat digunakan secara mandiri terlepas dari penggunaan bersamaan dengan glukokortikoid, aminosalisilat, atau imunosupresan lainnya.
Perlu dicatat pula bahwa pada studi ini pihak sponsor terlibat aktif dalam penentuan desain penelitian, pengumpulan, maupun analisis data yang bisa menjadi sumber bias.
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Obat upadacitinib memang belum tersedia di Indonesia, tetapi diharapkan di masa depan obat ini akan tersedia seiring dengan bertambahnya bukti klinis efikasi dan keamanan obat dalam terapi penyakit Crohn.