Teknik Operasi Katarak
Teknik operasi katarak secara garis besar dibagi menjadi ekstraksi katarak intrakapsular dan ekstrakapsular. Teknik ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) mengeluarkan lensa secara utuh dengan keseluruhan kapsul lensa (anterior dan posterior).
Teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK) dilakukan dengan membuang kapsul anterior, mengeluarkan nukleus lensa dan menyisakan bagian kapsul posterior untuk implantasi lensa intraokular (LIO).
Teknik EKEK dikembangkan dengan mengeluarkan lensa secara utuh melalui insisi yang lebih kecil (manual small incision cataract surgery/MSICS). Kemudian teknik tersebut dikembangkan lagi menjadi teknik fakoemulsifikasi untuk memecahkan lensa secara mekanik menjadi beberapa fragmen untuk kemudian dilakukan aspirasi menggunakan alat khusus.[13]
Persiapan Pasien
Evaluasi dan persiapan pasien preoperatif katarak meliputi:
Anamnesis
Beberapa poin penting yang perlu ditanyakan pada anamnesis preoperatif katarak adalah riwayat penggunaan obat antikoagulan dan imunosupresan yang mungkin menimbulkan gangguan saat operasi atau memengaruhi penyembuhan luka operasi.
Pada operasi dengan clear cornea incision yang risiko perdarahannya minimal, penggunaan obat antikoagulan tidak perlu dihentikan. Penggunaan obat antagonis α-1 adrenergik sistemik, seperti tamsulosin, berhubungan dengan intraoperative floppy iris syndrome (IFIS) dan memengaruhi ukuran pupil yang dapat mengganggu proses operasi.[3,12]
Riwayat alergi pasien juga perlu ditanyakan, termasuk regimen anestesi dan larutan antiseptik. Operasi katarak umumnya menggunakan anestesi topikal dan membutuhkan kerja sama pasien untuk mengikuti instruksi dokter selama operasi.
Beberapa faktor yang dapat mengganggu jalannya operasi, misalnya pasien dengan gangguan pendengaran (tuli), keterbatasan kemampuan bahasa, dementia, tremor di daerah kepala, sindrom restless leg. Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan untuk memilih suatu teknik operasi dan anestesi.[3,12]
Riwayat operasi katarak sebelumnya juga perlu diketahui. Komplikasi intraoperatif, pascaoperatif, dan hasil operasi katarak pada mata satunya perlu diketahui dokter untuk menentukan tindakan yang sesuai untuk operasi pada mata kedua.[3,12]
Informed consent mengenai tujuan operasi katarak meliputi mengeluarkan lensa yang keruh dan akan digantikan dengan implantasi lensa intraokular (LIO) untuk membantu fungsi penglihatan pasien.
Setelah operasi katarak, kebanyakan pasien masih memerlukan kacamata untuk membaca dekat. Jelaskan pada pasien bahwa operasi katarak juga memiliki risiko dan komplikasi yang dapat terjadi intraoperatif maupun pascaoperatif.[17]
Pemeriksaan Preoperatif
Pemeriksaan preoperatif operasi katarak meliputi pemeriksaan visus untuk menilai tajam penglihatan jauh dan dekat, corrected distance visual acuity (CDVA), corrected near visual acuity (bila menggunakan LIO multifokal), tekanan intraokular, pemeriksaan segmen anterior dan posterior mata, dan biometri.[3,11,12]
Pemeriksaan eksternal mata meliputi posisi bola mata, gerakan bola mata, pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan mata menggunakan slit-lamp meliputi:
- Konjungtiva, meliputi vaskularisasi, sikatriks, simblefaron, dan tanda infeksi
- Kornea, meliputi distrofi kornea, keratitis, sikatriks, dan bekas operasi refraktif kornea
Kamera okuli anterior (KOA), meliputi kedalaman KOA, iridodonesis, eksfoliasi, koloboma iris
- Lensa kristalin, meliputi densitas kekeruhan lensa, tipe katarak, sindrom pseudoeksfoliasi, posisi lensa, gangguan zonula[3]
Pemeriksaan funduscopy diperlukan untuk mengevaluasi kelainan preoperatif yang dapat memengaruhi hasil operasi. Evaluasi meliputi vitreus, makula, nervus optikus, retina perifer, dan pembuluh darah retina. Pemeriksaan mata tersebut dilakukan untuk mendeteksi penyakit komorbid, seperti glaukoma, kelainan retina, dan kelainan nervus optik yang dapat memengaruhi hasil akhir tajam penglihatan setelah operasi.
Apabila katarak sudah terlalu matur, pemeriksaan ultrasonografi B-scan dapat dilakukan untuk mengevaluasi bagian fundus dan mendeteksi kelainan seperti kekeruhan vitreus, ablatio retina, atau tumor pole posterior.[3,12,18]
Pengukuran biometri juga diperlukan untuk menentukan panjang aksial bola mata yang akan memengaruhi perhitungan kekuatan LIO. Parameter lain yang diukur pada biometri adalah kelengkungan kornea, kedalaman KOA, dan diameter kornea.
Pemeriksaan topografi kornea diperlukan apabila ada astigmatisme yang besar, keratokonus, pasien dengan riwayat operasi refraktif kornea, rencana penggunaan LIO torik atau presbiopi, atau apabila ada rencana melakukan insisi kornea sekaligus untuk mengoreksi astigmatisme.[3]
Lensa Intraokular
Lensa intraokular (LIO) yang digunakan bervariasi secara bentuk, bahan, dan ukurannya. LIO dapat terbuat dari bahan akrilik hidrofobik, akrilik hidrofilik, atau silikon. Sebagian besar LIO bersifat foldable atau injectable. LIO yang digunakan dapat bersifat monofokal, multifokal, akomodatif, atau lensa torik yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.[11,19,20]
Kekuatan refraksi (power) LIO ditentukan berdasarkan kekuatan refraksi kornea, perkiraan kedalaman KOA pascaoperasi, dan panjang aksial bola mata. Kekuatan refraksi kornea diukur menggunakan keratometri atau dengan optical coherence biometry.
Berbagai rumus dapat digunakan untuk menghitung kekuatan LIO seperti rumus Holladay, Hoffer Q, SRK-T, Haigis, atau Olsen. Pasien dengan riwayat bedah refraktif kornea memerlukan perhitungan LIO secara khusus untuk mendapat tajam penglihatan yang baik setelah operasi katarak.[5,18,20]
Pemilihan Teknik Anestesi
Pemilihan teknik anestesi topikal paling sering ditemukan untuk pasien dewasa yang kooperatif. Pemberian tetes mata yang mengandung tetracaine atau lidocaine menjadi pilihan dalam operasi katarak.
Selain anestesi topikal, dapat diberikan tambahan anestesi intrakamera berupa lidocaine 1% (tanpa bahan preservatif). Anestesi subkonjungtiva diperlukan untuk insisi yang dilakukan di daerah konjungtiva, misalnya pada teknik EKIK, EKEK, dan MSICS untuk kontrol nyeri yang baik.[21]
Alternatif anestesi topikal pada pasien yang kooperatif adalah anestesi berupa blok peribulbar, anestesi sub-tenon atau blok retrobulbar. Anestesi tersebut dilakukan apabila diperlukan relaksasi total otot ekstraokular.[5]
Anestesi umum direkomendasikan untuk operasi katarak pasien anak-anak, pasien yang tidak kooperatif, pasien yang mengalami batuk kronis, operasi katarak dengan trauma mata, nistagmus yang signifikan, tremor, serta riwayat alergi terhadap agen anestesi topikal dan injeksi.[5,11]
Midriatikum
Midriatikum diberikan untuk menginduksi midriasis pupil yang maksimal. Hal ini dibutuhkan selama operasi katarak untuk memudahkan mobilisasi dan pengeluaran lensa ke KOA.
Midriatikum dapat meliputi tetes mata tropicamide 0,8% dan phenylephrine 5% (biasanya tidak diberikan bila tekanan darah tinggi atau aritmia). Midriatikum dapat diberikan sekitar 1 jam sebelum operasi. Pemberian dapat diulang dengan jarak 15 menit bila pupil belum midriasis.[3,12,15]
Antiseptik Daerah Kulit Periokular dan Konjungtiva
Antiseptik daerah kulit periokular menggunakan larutan povidone iodine 5% yang disemprotkan dari arah nasal ke temporal. Pertahankan povidone iodine selama 30–60 detik kemudian bilas dengan balanced salt solution (BSS) atau salin normal semaksimal mungkin, sehingga tidak ada sisa larutan antiseptik.
Setelah itu, pasang eye drape disposable, lalu pasang spekulum mata. Drape dan spekulum harus membuka bulu mata ke arah luar sehingga tidak menyentuh permukaan mata.
Spekulum mata harus membuka mata hingga tampak sklera minimal 1–2 mm superior dari limbus. Tindakan menggunting bulu mata preoperatif sudah tidak lagi dilakukan karena tidak memberikan manfaat dalam mencegah endoftalmitis.[12,13,22,23]
Antibiotik Profilaksis
Antibiotik profilaksis diberikan sebagai usaha untuk mencegah endoftalmitis. Antibiotik profilaksis dapat diberikan preoperatif dan intraoperatif. Antibiotik yang diberikan umumnya berupa antibiotik topikal.
Tidak ada ketentuan jenis antibiotik yang harus diberikan, tetapi yang paling banyak digunakan adalah golongan fluoroquinolone generasi keempat, seperti moxifloxacin atau gatifloxacin. Jenis antibiotik topikal lain yang dapat diberikan adalah fluoroquinolone generasi awal, seperti trimethoprim-polymyxin B, tobramycin, dan gentamycin. Antibiotik sistemik profilaksis umumnya tidak diperlukan.
Setelah operasi katarak, antibiotik topikal diberikan pada mata sebelum menutup mata dengan kasa dan dop. Pemberian injeksi antibiotik intrakameral secara intraoperatif terbukti efektif mencegah endoftalmitis, sehingga mulai banyak dilakukan sekarang ini. Antibiotik yang biasa dipakai untuk injeksi intrakameral adalah cefuroxime, moxifloxacin, atau vancomycin.[3,12,23,24]
Peralatan
Peralatan yang disediakan di dalam set instrumen operasi katarak dapat disesuaikan dengan teknik operasi yang dilakukan dan preferensi operator. Umumnya memerlukan mikroskop operasi, forceps, serta bantuan ekstraktor lensa kristalina dan pembantu untuk memasukkan lensa artifisial (LIO).
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)
Peralatan ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK) umumnya terdiri dari:
- Mikroskop operasi
- Gunting Westcotts (konjungtiva) dan needle holder
- Forceps Landolts (superior rektus), forceps fiksasi, forceps Moorfields bergigi dan tidak bergigi, forceps capsulorrhexis, forceps mosquito lurus dan bengkok, forceps suture tying, dan forcep nukleus
- Pisau razor fragmen atau blade slit knife, pisau crescent (bevel up), pisau 15 derajat
- Keratom dan hook Sinskey lurus atau bengkok
-
Razor fragments atau blade slit knife
Cystostome irigasi
- Kanul irigasi vectis, kanul viskoelastis, dan kanula Simcoe irigasi/aspirasi (I/A)
Lens expressor dan lens loop atau wire vectis[25]
Manual Small Incision Cataract Surgery (MSICS)
Peralatan yang dibutuhkan untuk manual small incision cataract surgery (MSCIS) tidak selalu sama, bisa dilakukan modifikasi. Peralatan standar yang digunakan dalam MSCIS, antara lain:
- Spekulum, gunting Westcott
- Kauter diatermi bipolar, kaliper Castroviejo
- Keratom 2,7–3,5 mm (bevel up), keratom 3,2 mm (bevel up) dengan sudut 45 derajat
- Pisau MVR 19G, pisau stab 15 derajat, pisau crescent angled 2,5 mm (bevel up)
- Forceps colibri atau Pierce Hoskin, forceps capsulorhexis
- Bent cystostome needle
- Jarum 27 gauge, syringe 3 ml untuk cairan irigasi
- Gunting long shafted, hook Sinskey, lens expressor, iris spatula, vectis, lens loop atau wire
- Kanula-kanula seperti pada EKEK[25,26]
Fakoemulsifikasi
Peralatan tambahan (selain peralatan standar MSICS) yang diperlukan untuk fakoemulsifikasi terdiri atas:
- Pisau MVR 19G, keratome (bevel up) 2,7–3,5 mm
- Mesin fakoemulsifikasi yang secara garis besar terdiri dari bagian handpiece, pedal kaki, sistem irigasi, dan pompa penyedotan (vacuum pump)
- Phaco handpiece, tip dan aksesoris lain
- Irigasi/aspirasi tip dan irigasi bimanual tip
Phaco chopper, spatula
- Forceps untuk melipat dan memasukkan LIO ke injector LIO[3,12,25]
Posisi Pasien
Posisi pasien saat operasi katarak adalah supine. Pada teknik fakoemulsifikasi, operator biasanya berada di sisi temporal pasien. Posisi ini membuat operator tidak terhalang dengan batas atas orbita. Posisi superotemporal juga digunakan oleh operator untuk menghindari halangan hidung.
Posisi di superior kepala pasien banyak digunakan oleh operator senior dan dokter spesialis mata bagian retina karena teknik lama EKEK dan operasi retina menggunakan pendekatan dari superior.[13]
Prosedural
Prosedural operasi katarak yang banyak dilakukan masa kini adalah teknik manual small incision cataract surgery (MSICS) dan fakoemulsifikasi. Teknik EKIK dan EKEK perlahan-lahan sudah mulai ditinggalkan. Teknik femtosecond laser cataract surgery mulai berkembang untuk mendapatkan insisi yang lebih presisi.[27]
Perbedaan EKIK dan EKEK
Prinsip prosedural EKIK adalah mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa dengan cara memutus zonula lalu mengeluarkannya melalui insisi sklera yang lebar. Lensa tidak dikeluarkan dari kapsul.[27]
Prosedural EKEK terdiri dari 3 langkah utama, yaitu kapsulotomi anterior, ekspresi nukleus untuk mengeluarkan nukleus secara utuh (nucleus delivery), dan pembersihan sisa korteks.
Perbedaan mendasar EKEK dan EKIK adalah pada EKEK lensa kristalin dipisahkan dari bagian kapsul anterior lalu dikeluarkan dengan meninggalkan kapsul posterior tetap di posisinya.[27]
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)
Prosedur EKEK adalah sebagai berikut:
- Fiksasi rektus superior dengan jahitan bridle. Umumnya tidak dilakukan bila operasi hanya menggunakan anestesi topikal atau bisa ditambahkan injeksi lidokain infiltrasi di sekitar otot yang akan dibuatkan jahitan
- Membuat flap konjungtiva
- Membuat insisi limbal superior dari arah jam 10–12 menggunakan blade nomor 15. Lalu kauterisasi bed sklera, kemudian menggunakan razor blade ke KOA
- Injeksi pewarna trypan blue ke dalam KOA, tunggu 30 detik agar pewarnaan adekuat. Kemudian irigasi menggunakan BSS (balanced salt solution)
- Injeksi viskoelastis ke dalam KOA[28,29]
Prosedur kapsulotomi dan mengeluarkan lensa:
- Setelah injeksi viskoelastis ke dalam KOA, lakukan kapsulotomi anterior. Kapsulotomi anterior dilakukan dengan cara continuous curvilinear capsulorhexis (CCC), envelope opening, atau can opener capsulotomy. Instrumen untuk kapsulotomi dapat menggunakan jarum gauge 26/27 yang dibengkokkan 90 derajat bagian ujungnya ke bawah
- Melakukan hidrodiseksi dengan tekanan cairan infus menggunakan kanula untuk memisahkan nukleus dari epinukleus
- Melebarkan insisi dari arah jam 10–jam 2 (10–12 mm). Insisi lebih lebar diperlukan untuk katarak matur dan operator pemula
- Menggunakan alat ekspresor lensa beri tekanan di arah jam 6 sedikit di luar limbus dan tekanan berlawan (counter pressure) menggunakan wire vectis dari arah jam 12, 2 mm dari insisi sklera. Kedua tekanan tersebut mengarah ke sentral hingga lensa kristalin terpisah dari kapsul posteriornya. Nukleus lensa kemudian dikeluarkan menggunakan wire vectis
- Mengeluarkan sisa korteks lensa dengan irigasi menggunakan larutan infus dengan ketinggian botol 60 cm dari ketinggian mata pasien yang disambungkan dengan kanula irigasi/aspirasi
- Injeksi kembali viskoelastis ke dalam KOA[28,29]
Prosedur implantasi lensa intraokular:
- Setelah injeksi viskoelastis ke dalam KOA, implantasi lensa intraokular. Sebelumnya, pastikan jenis LIO tepat dan kekuatan lensa sesuai dengan pengukuran preoperatif. Setelah masuk ke dalam sulkus, rotasi LIO dapat menggunakan hook
- Irigasi sisa viskoelastis dari KOA menggunakan kanula irigasi
- Penutupan luka insisi menggunakan benang nylon monofilamen 10-0
- Injeksi antibiotik subkonjungtiva, pemberian tetes mata antibiotik dan kortikosteroid
- Pemasangan kasa steril dan dop mata[28,29]
Manual Small Incision Cataract Surgery
Manual small incision cataract surgery (MSICS) merupakan prosedur yang paling banyak dilakukan di negara-negara berkembang. Selain biaya prosedur yang relatif murah dan durasi operasi yang lebih singkat, MSICS memiliki angka keberhasilan operasi hingga 90–95%.[26]
Langkah MSICS secara umum adalah sebagai berikut:
- Membuat jahitan bridle pada otot rectus superior bola mata untuk imobilisasi bola mata, tetapi umumnya tidak dilakukan bila operasi hanya menggunakan anestesi topikal atau bisa ditambahkan injeksi lidokain infiltrasi di sekitar otot yang akan dibuatkan jahitan
- Membuat flap konjungtiva (peritomi konjungtiva) di bagian superior mata. Perdarahan dikontrol menggunakan kauter diatermi bipolar
- Insisi sklera partial-thickness curvilinear selebar 3 mm di posterior limbus. Lebar insisi dapat lebih besar hingga 6–7 mm untuk katarak kortikal dan 7–8 mm untuk katarak hipermatur. Bentuk insisi sklera bisa bervariasi, yakni insisi membentuk smile, garis lurus, frown, chevron, dan inverted batwing. Kedalaman insisi adalah setengah hingga tiga perempat tebal sklera
- Membuat sclerocorneal tunnel dengan pisau crescent lewat insisi sklera yang sudah dibuat. Sclerocorneal tunnel dibuat sebagai saluran dan katup yang membantu pengeluaran nukleus lensa nantinya. Panjang sclerocorneal tunnel ideal adalah 3–3,5 mm dengan lebar di sisi anterior (kornea) 7–8 mm dan lebar di sisi posterior (sklera) 6-7 mm. Tunnel dibuat lebih lebar daripada insisi sklera agar nukleus lensa dapat dikeluarkan secara utuh. Jika sclerocorneal tunnel dibuat dengan baik, penjahitan karena luka tidak diperlukan lagi karena luka akan menutup dengan sendirinya saat tekanan intraokular meningkat
- Membuat parasentesis port di arah jam 9 menggunakan blade 15 derajat lancet tip. Side port nantinya menjadi celah masuk untuk injeksi viskoelastis maupun zat pewarna trypan blue
- Injeksi viskoelastis untuk memperdalam KOA[26,29–31]
Prosedur keratotomi, kapsulotomi, sampai dengan pengeluaran nukleus lensa dan aspirasi sisa korteks:
- Melakukan keratotomi melalui sclerocorneal tunnel menembus kornea hingga ke KOA menggunakan mikrokeratom
- Injeksi pewarna trypan blue untuk mewarnai kapsul anterior lensa melalui side port
- Injeksi viskoelastis untuk memperdalam KOA
- Melakukan kapsulotomi dengan teknik continuous curvilinear capsulorhexis menggunakan cystotome atau forcep rhexis
- Hidrodiseksi multiple dilakukan untuk melepaskan nukleus lensa dari korteks lensa. Hidrodiseksi dilakukan hingga ada salah satu ekuator lensa keluar dari kapsul lensa (bag). Bila mengalami kesulitan, gunakan hook Sinskey untuk melepaskan nukleus lensa
- Nukleus lensa kemudian dikeluarkan melalui sclerocorneal tunnel. Instrumen yang dapat digunakan adalah lens loop, irrigating vectis, hook Sinskey, atau fish hook (jarum suntik yang dibengkokkan) tergantung preferensi operator. BSS tetap diinjeksikan ke dalam KOA untuk mempertahankan tekanan dan membantu pengeluaran nukleus (delivery of nucleus)
- Aspirasi sisa korteks lensa menggunakan kanula Simcoe. Irigasi KOA dengan BSS dan injeksi kembali viskoelastis[26,29–31]
Prosedur implantasi LIO:
- Implantasi LIO ke dalam sisa kapsul (bag). Sisa viskoelastis diaspirasi dan diirigasi menggunakan kanula Simcoe
- Injeksi BSS ke tepi luka insisi parasentesis port untuk menutup luka (hidrasi intrastroma). Memeriksa ada tidaknya kebocoran pada luka insisi sclerocorneal tunnel
- Mengembalikan posisi flap konjungtiva dan menutup luka konjungtiva dengan kauter diatermi bipolar
- Memberikan tetes mata antibiotik dan kortikosteroid
- Pemasangan dop mata[26,29–31]
Fakoemulsifikasi
Prosedur fakoemulsifikasi adalah sebagai berikut:
- Insisi side port selebar 1,2 mm pada perifer kornea (clear corneal incision) arah jam 3–4 dari insisi main port
- Injeksi viskoelastis ke dalam KOA melalui side port
Main port corneal clear incision dilakukan dengan lebar 2,7–3,2 mm tergantung lebar instrumen yang akan digunakan. Insisi dibuat dengan teknik multiplanar agar penyembuhan baik walaupun tanpa jahitan. Insisi sklera tunnel lebih banyak digunakan pada operator yang baru mengerjakan fakoemulsifikasi agar dapat dikonversi ke MSICS apabila ditemukan kesulitan intraoperatif[13,26,32–34]
Prosedur capsulorhexis, emulsifikasi, fragmentasi, serta aspirasi dan irigasi:
- Injeksi pewarna trypan blue dan viskoelastis ke dalam KOA
- Melakukan capsulorhexis untuk membuang kapsul anterior menggunakan jarum 25–26 gauge yang ujungnya dibengkokkan dan forsep kapsul. Teknik yang paling sering digunakan sekarang adalah continuous curvilinear capsulorhexis (CCC)
- Melakukan hidrodiseksi dan hidrodelineasi nukleus lensa
- Melakukan emulsifikasi, fragmentasi, dan aspirasi massa lensa menggunakan handpiece fakoemulsifikasi menyisakan kapsul posterior yang akan berfungsi sebagai tempat insersi LIO (capsular bag)
- Melakukan irigasi dan aspirasi sisa korteks lensa menggunakan irigasi/aspirasi tip[13,26,32–34]
Prosedur insersi LIO:
- Insersi LIO foldable
- Aspirasi sisa korteks
- Irigasi sisa viskoelastis di KOA
- Memastikan tidak ada kebocoran di luka insisi
- Pemberian tetes mata antibiotik dan kortikosteroid
- Pemasangan dop mata[13,26,32–34]
Operasi Katarak dengan Laser Femtosecond
Operasi katarak dengan laser femtosecond (Femtosecond Laser Assisted Cataract Surgery/FLACS) bertujuan untuk mendapatkan insisi kornea, kapsulotomi anterior, dan fragmentasi lensa yang lebih akurat dan presisi.[35]
Pada prosedur operasi katarak dengan laser femtosecond, terdapat prosedur docking untuk aplanasi kornea oleh alat laser sehingga alat dapat mengambil gambar segmen anterior mata dapat mengidentifikasi penanda anatomi mata seperti kapsul anterior, iris, kasul posterior. Prosedur docking ini sulit dilakukan pada pasien dengan tremor, pasien yang tidak kooperatif, kornea keruh, pannus, dan kelainan gangguan permukaan bola mata.
Docking juga dapat meningkatkan tekanan intraokular mata yang mungkin berbahaya untuk pasien glaukoma, neuropati optik, atau kelainan endotel kornea. Teknik femtosecond laser dalam operasi katarak masih membutuhkan penelitian medis dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan follow up lebih lama untuk dapat menentukan apakah teknik ini aman dan efektif untuk pasien katarak.[35]
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Operasi Katarak
Teknik Operasi | Kelebihan/Kekurangan |
EKEK | Kelebihan Dapat dilakukan untuk semua jenis katarak Tidak memerlukan pelatihan tambahan-proses belajar teknik ini lebih singkat Biaya operasi relatif murah |
Kekurangan Prolapsus iris intraoperatif lebih tinggi karena insisi lebih besar Komplikasi terkait jahitan luka operasi Komplikasi astigmatisme pascaoperatif yang tinggi Trauma konjungtiva Follow up pascaoperasi lebih banyak Rehabilitasi fungsi penglihatan lebih lama dan aktivitas fisik pascaoperasi lebih terbatas Karena pada teknik EKEK nukleus dikeluarkan secara utuh, teknik ini membutuhkan capsulorrhexis yang lebih besar dan sulit dilakukan apabila ukuran pupil kecil | |
MSICS | Kelebihan Dapat dilakukan untuk jenis katarak apapun Tidak ada komplikasi terkait jahitan (kebanyakan tidak dilakukan penjahitan pada luka), luka self-sealing Follow-up pascaoperasi lebih sedikit Durasi penyembuhan relatif cepat Biaya operasi murah Tidak diperlukan pelatihan tambahan High quality high volume, sesuai untuk dilakukan di area perifer Astigmatisme pascaoperatif lebih jarang dibandingkan EKEK |
Kekurangan Hasil operasi tergantung kemahiran operator Kongesti konjungtiva hingga 5–7 hari setelah operasi Komplikasi hifema lebih tinggi Rasa nyeri ringan pada mata pascaoperatif Astigmatisme pascaoperatif lebih tinggi dibandingkan fakoemulsifikasi | |
Fakoemulsifikasi | Kelebihan Insisi paling kecil Proses penyembuhan cepat Luka tidak membutuhkan jahitan, self-sealing Hasil UCVA (uncorrected visual acuity) lebih baik Kongesti pascaoperasi minimal Astigmatisme pascaoperatif yang minimal |
Kekurangan Membutuhkan mesin fakoemulsifikasi yang relatif mahal Durasi operasi tergantung dari tingkat kekerasan nukleus lensa Butuh pelatihan tambahan yang lebih lama hingga operator mahir melakukan teknik ini Komplikasi ruptur kapsul posterior lebih sering ditemukan Bila dilakukan untuk katarak hipermatur, risiko komplikasi meningkat Hasilnya bergantung juga pada kualitas dan pemeliharaan mesin fakoemulsifikasi |
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[12,18,22,26–28,36,37]
Follow-up
Tidak ada ketentuan yang seragam mengenai berapa kali follow up yang harus dilakukan setelah operasi katarak. Rekomendasi AAO menganjurkan follow up dalam 24 jam setelah operasi pada pasien dengan komplikasi intraoperatif, pasien yang mengalami komplikasi pascaoperasi misalnya peningkatan tekanan intraokular, serta pasien yang memiliki satu mata yang berfungsi normal.
Follow up dapat dilakukan dalam 48 jam pertama untuk pasien tanpa risiko tinggi komplikasi setelah operasi katarak insisi kecil.[15,20]
Follow up setelah operasi katarak dilakukan dalam beberapa kali kunjungan, yakni setelah 24 jam, 1–2 minggu setelah operasi, 3–4 minggu, 6–8 minggu setelah operasi.[15,38]
Follow Up Hari Pertama
Follow up hari pertama setelah operasi katarak meliputi anamnesis keluhan pasien, pemeriksaan tajam penglihatan, tekanan intraokular, dan pemeriksaan segmen anterior mata. Pemeriksaan tajam penglihatan umumnya dilakukan tanpa koreksi, namun boleh ditambahkan dengan uji pinhole.
Pemeriksaan segmen anterior mata dengan slit lamp untuk mengamati lokasi LIO, jahitan intak atau tidak, kondisi konjungtiva (perdarahan), kornea (edema kornea), KOA (air bubble, hifema), kapsul lensa.[38]
Pemeriksaan funduscopy dapat dipertimbangkan apabila pasien memiliki penyakit retina atau terjadi tajam penglihatan sangat buruk setelah operasi. Akan tetapi, tidak disertai kelainan yang bermakna di segmen anterior mata.[38]
Follow Up Setelah 1–2 Minggu
Follow up setelah 1–2 minggu meliputi pemeriksaan tajam penglihatan tanpa koreksi dan uji pinhole. Pemeriksaan tekanan intraokular dan pemeriksaan dengan slit lamp dilakukan dan membandingkan dengan hasil pemeriksaan di hari pertama follow up.
Pemeriksaan funduscopy dilakukan bila dicurigai adanya kelainan pada retina. Frekuensi pemberian tetes mata antibiotik dan kortikosteroid dikurangi di tiap minggunya. Aktivitas pasien tetap harus dibatasi.[38]
Follow Up Setelah 3–4 Minggu
Follow up setelah 3–4 minggu sama seperti pada follow up 1–2 minggu.
Follow Up Setelah 6–8 Minggu
Pemeriksaan yang dilakukan sama seperti minggu-minggu sebelumnya. Pemeriksaan tajam penglihatan ditambah dengan pemeriksaan refraksi untuk pemberian kacamata koreksi dengan ukuran yang tepat bagi pasien.[38]
Koreksi refraksi dibutuhkan apabila:
- Terdapat sisa gangguan refraksi akibat undercorrection atau overcorrection kekuatan LIO
- Astigmatisme dan kacamata untuk presbiopia[38]
Koreksi refraksi sebaiknya dilakukan di atas 4 minggu setelah operasi katarak. Hal ini disarankan agar refraksi pasien sudah stabil, walaupun ada beberapa pasien yang mengalami fluktuasi refraksi setelah berminggu-minggu kemudian, sehingga perlu penggantian kekuatan kacamata.
Jahitan kornea dapat dilepaskan, terutama bila timbul astigmatisme yang berat. Obat-obatan seperti antibiotik dan kortikosteroid umumnya dihentikan apabila pemeriksaan mata tenang. Obat tetes mata lubrikasi dapat diberikan apabila ada keluhan mata kering.[38]
Funduscopy perlu dilakukan apabila dicurigai adanya komplikasi pada segmen posterior. Jika perbaikan tajam penglihatan setelah operasi katarak tidak sesuai dengan yang diharapkan, pemeriksaan penunjang diagnostik perlu dilakukan.
Pemeriksaan optical coherence tomography (OCT) atau angiografi fluoresen dapat mendeteksi komplikasi edema makula sistoid atau kelainan degenerasi makula. Astigmatisme kornea dapat didiagnosis dari pemeriksaan topografi kornea. Pemeriksaan penunjang lain dapat disesuaikan dengan penyakit yang dicurigai mengganggu tajam penglihatan pasien.[15]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli