Thrombotic Thrombocytopenia after ChAdOx1 nCov-19 Vaccination
Greinacher A, Thiele T, Warkentin TE, Weisser K, Kyrle PA, Eichinger S. New England Journal of Medicine. 2021 Jun 3;384(22):2092-2101. PMID: 33835769.
Abstrak
Latar Belakang: Sejumlah kejadian trombosis dan trombositopenia yang tak lazim telah muncul pasca vaksinasi rekombinan vektor adenovirus yang mengkode antigen protein spike SARS-CoV-2 (vaksin ChAdOx1 nCov-19 produksi AstraZeneca). Data lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui patogenesis gangguan pembekuan darah ini.
Metode: Tampilan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium 11 pasien di Jerman dan Austria dinilai untuk mengetahui kejadian trombosis atau trombositopenia pasca vaksin ChAdOx1 nCov-19. Peneliti melakukan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) standar untuk mendeteksi antibodi terhadap faktor platelet 4 (PF4)-heparin. Selain itu, peneliti juga melakukan modified (PF4-enhanced) platelet-activation test untuk menilai antibodi pemicu platelet pada berbagai kondisi reaksi.
Tes ini juga dilakukan terhadap grup pasien yang memiliki sampel darah yang dirujuk untuk investigasi trombosis imbas vaksin, dengan 28 orang menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan PF4-heparin.
Hasil: Dari total 11 pasien, 9 merupakan pasien wanita dengan rerata usia 36 tahun (rentang usia 22–49 tahun). Sejak hari ke-5 hingga ke-16 pasca vaksin, para pasien mengalami minimal satu kejadian trombosis, kecuali pada 1 pasien yang mengalami perdarahan intrakranial fatal. Di antara pasien yang mengalami trombosis, 9 mengalami trombosis vena serebral, 3 mengalami trombosis vena splanknik, 3 mengalami emboli paru, dan 4 mengalami jenis trombosis lainnya.
Enam dari pasien-pasien yang mengalami trombosis tersebut mengalami kematian. Lima pasien mengalami koagulasi intravaskular diseminata. Tidak ada pasien yang mengonsumsi heparin sebelum onset gejala.
Seluruh pasien di grup dengan hasil antibodi PF4-heparin positif (n=28) menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan aktivasi platelet yang diperantarai PF4 tanpa dipengaruhi heparin. Aktivasi platelet dapat dihambat oleh heparin dosis tinggi, antibodi monoklonal penghambat reseptor Fc, dan imunoglobulin (10 mg/ml). Pemeriksaan lanjutan dengan PF4 atau antibodi afinitas PF4-heparin yang dimurnikan pada 2 pasien menegaskan adanya aktivasi platelet dependen PF4.
Kesimpulan: Vaksin ChAdOx1 nCov-19 dari AstraZeneca dapat menyebabkan insiden langka trombositopenia trombotik imun yang diperantarai antibodi pemicu platelet terhadap PF4, yang secara klinis menyerupai trombositopenia autoimun imbas heparin.
Ulasan Alomedika
Studi ini membahas laporan kasus sejumlah pasien yang mengalami trombosis dan trombositopenia pasca vaksinasi ChAdOx1 nCov-19 di Jerman dan Austria. Hingga April 2021, terdapat 82 juta dosis vaksin ChAdOx1 nCov-19 (AstraZeneca) yang telah diberikan di seluruh Uni Eropa dan sekitar 25% resipien vaksin COVID-19 di Jerman telah mendapatkan vaksin ini.
Namun, sejak awal Februari 2021 terdapat sejumlah laporan kejadian trombosis disertai trombositopenia tak terduga yang dialami oleh pasien setelah vaksinasi ChAdOx1 nCov-19. Pada pertengahan Maret 2021, vaksinasi ini sempat mengalami penundaan sementara di sejumlah negara Eropa.
European Medicines Agency (EMA) mengungkapkan bahwa 30 kasus tromboemboli yang terutama terjadi pada vena ditemukan di antara 5 juta penerima vaksin ini di Eropa. Namun, EMA juga menyebutkan bahwa tingkat kejadian tromboemboli di antara penerima vaksin AstraZeneca ini sebenarnya tidak lebih tinggi daripada kejadian serupa pada populasi umum.[1,2]
Ulasan Metode
Walaupun metodologi penelitian tidak secara eksplisit dijelaskan oleh peneliti, studi ini tampak membahas kumpulan laporan kasus pasien yang diduga mengalami trombosis dan trombositopenia pasca vaksinasi ChAdOx1 nCov-19.
Sampel yang dianalisis dalam penelitian mencakup 11 pasien dengan manifestasi trombositopenia trombotik dalam 5–16 hari pasca vaksinasi ChAdOx1 nCov-19 dan sejumlah sampel serum (tanpa informasi gejala klinis yang lengkap) dari pasien yang diduga mengalami trombositopenia protrombotik imbas ChAdOx1 nCov-19.
Dengan adanya sebagian sampel yang tidak memiliki data klinis jelas tersebut, terdapat perbedaan luaran yang dilaporkan pada sebagian sampel penelitian. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan tentang jumlah total sampel yang dianalisis pada level tertentu (klinis dan laboratorium) dibandingkan jumlah sampel yang dianalisis pada tingkat hasil laboratorium saja.
Hal yang menarik dari metode penelitian yang dikembangkan oleh penulis antara lain pengenalan protokol baru untuk diagnosis trombositopenia trombotik imbas vaksin ChAdOx1 nCov-19. Peneliti menguraikan secara lengkap prosedur dasar dan lanjutan yang dikembangkan secara in house untuk menguji aktivasi platelet yang diperkuat oleh PF4 (PF4-enhanced platelet-activation test).
Selain itu, peneliti juga melakukan purifikasi afinitas antibodi dengan menggunakan PF4-heparin imobil dan PF4 imobil. Teknik purifikasi antibodi tersebut pada akhirnya akan berperan krusial dalam menjelaskan mekanisme patologi yang terlibat pada trombositopenia trombotik imbas vaksin ChAdOx1 nCov-19.
Ulasan Hasil Penelitian
Dengan asumsi bahwa studi ini menguraikan laporan kasus pasien trombositopenia trombotik imbas vaksin ChAdOx1 nCov-19, luaran yang menjadi fokus utama penelitian ini harusnya adalah gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium setiap pasien.
Sebanyak 11 pasien telah memiliki data klinis dan laboratorium yang lengkap sehingga ringkasan manifestasi klinis sebagaimana diuraikan oleh peneliti dapat dibuat. Namun, terdapat 24 sampel rujukan dari kasus trombositopenia trombotik yang turut dianalisis walaupun tidak memiliki data klinis yang lengkap.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa sebanyak 11 pasien mengalami trombositopenia sedang hingga berat disertai trombosis, khususnya trombosis vena serebral dan vena splanknik. Selain itu, 5 dari 11 pasien tersebut juga mengalami koagulasi intravaskular diseminata yang didukung peningkatan D-dimer, abnormalitas INR (international normalized ratio), PTT (partial thromboplastin time), atau konsentrasi fibrinogen.
Kemiripan manifestasi klinis trombositopenia trombotik imbas vaksin dengan trombositopenia imbas heparin mendukung perlunya metode diagnostik yang tepat untuk menentukan langkah terapi lanjutan bagi pasien. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa pasien dengan trombositopenia trombotik imbas vaksin ChAdOx1 nCov-19 memiliki beragam tingkat aktivasi platelet yang diperkuat dengan pemberian PF4.
Selain itu, sebagian besar serum pasien mengalami inhibisi, alih-alih teraktivasi, pada pemberian low-molecular weight heparin (LMWH). Purifikasi antibodi dari 2 sampel pasien juga menjadi bukti pendukung bahwa aktivasi platelet pada trombositopenia trombotik imbas vaksin dipengaruhi oleh PF4, suatu karakteristik yang juga dimiliki oleh trombositopenia imbas heparin.
Namun, belum diketahui apakah antibodi tersebut terbentuk sebagai imbas PF4 akibat inflamasi kuat pasca vaksinasi atau merupakan antibodi yang dipicu dari vaksin dan bersilangan dengan PF4 dan platelet.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan penelitian ini terletak pada desain laporan kasus yang disertai analisis hasil pemeriksaan laboratorium, sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dengan kerangka waktu yang lebih singkat daripada uji klinis.
Pembuatan keputusan di era pandemi tetap memerlukan basis bukti, khususnya pada sektor kritikal seperti kebijakan pemberian vaksinasi COVID-19. Melalui pembuatan laporan kasus, bukti awal berupa data klinis dari pasien yang memiliki manifestasi yang mirip dan diduga berasal dari suatu penyebab yang sama dapat mudah dikumpulkan dan dianalisis secara terstandar. Laporan kasus juga dapat dijadikan pendekatan ilmiah awal bagi kondisi yang langka seperti trombosis pasca vaksinasi COVID-19.[3]
Di sisi lain, penelitian ini juga memanfaatkan situs penelitian sebagai pusat rujukan kelainan darah dan imunologi, sehingga protokol interim untuk mencari penyebab dasar suatu manifestasi klinis yang tak terduga pasca vaksinasi dapat cepat diidentifikasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengembangan teknik PF4-enhanced platelet-activation test dan purifikasi antibodi menggunakan PF4-heparin atau PF4 untuk mengidentifikasi peran PF4 pada manifestasi trombositopenia trombotik imbas vaksin.
Penerapan kedua teknik pemeriksaan mutakhir tersebut sangat membantu para peneliti mengungkapkan kemiripan karakteristik klinis trombositopenia trombotik imbas vaksin dan trombositopenia imbas heparin, sehingga penelitian lanjutan tentang hal tersebut dapat difokuskan untuk membedakan kedua entitas klinis ini.
Limitasi Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah kurangnya penjelasan tentang metodologi penelitian yang digunakan dan adanya sejumlah faktor perancu yang dapat memengaruhi analisis spesimen. Peneliti tidak secara tegas menyebutkan apakah penelitian ini merupakan suatu laporan kasus serial atau penelitian eksperimental.
Namun, berdasarkan deskripsi yang ada pada keseluruhan studi, peneliti tampaknya menggabungkan unsur laporan kasus serial dan analisis eksperimental untuk sampai pada kesimpulan tentang karakteristik klinis trombositopenia trombotik imbas vaksin. Sementara itu, adanya reaksi antara serum pasien dengan platelet yang ditambahkan komponen vaksin ChAdOx1 nCov-19 dapat merupakan suatu artefak in vitro karena adenovirus dapat berikatan dengan platelet dan menimbulkan aktivasi platelet.
Reaksi antibodi terhadap PF4 juga dapat disebabkan oleh adanya DNA bebas pada komponen vaksin. Namun, hipotesis ini belum dapat disingkirkan atau dibuktikan tanpa uji coba terhadap vaksin COVID-19 jenis lain.
Aplikasi Penelitian di Indonesia
Hasil dari penelitian ini dapat memiliki beberapa implikasi terhadap penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia.
Pertama, seiring dengan peningkatan jumlah resipien vaksin AstraZeneca, risiko terhadap kejadian trombositopenia trombotik imbas vaksin dapat semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa pusat vaksinasi perlu mendapatkan pembekalan untuk menentukan alur rujukan cepat bagi pasien yang dicurigai mengalami trombositopenia trombotik imbas vaksin pasca pemberian vaksin ChAdOx1 nCov-19.
Kedua, pasien perlu mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap bahwa risiko trombositopenia trombotik imbas vaksin yang sangat langka ini dapat terjadi dan bisa sulit diprediksi. Edukasi ini penting untuk mencegah litigasi akibat prosedur persetujuan tindakan yang tidak adekuat.
Ketiga, jejaring laboratorium dan fasilitas kesehatan rujukan KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi) perlu diperkuat untuk memastikan bahwa pasien yang diduga mengalami trombositopenia trombotik imbas vaksin bisa mendapatkan penanganan yang tepat dan didukung dengan pemeriksaan diagnostik yang memadai.