Proses tumbuh gigi atau erupsi gigi pada bayi sering dipercayai dan salah dikaitkan dengan munculnya gejala demam dan diare, yang membuat seolah proses tersebut bersifat patologis. Faktanya, tumbuh gigi merupakan proses perkembangan normal pada anak, yang menandai perpindahan gigi dari posisinya yang tersembunyi di kripta prosesus alveolaris menuju rongga mulut hingga menempati posisi oklusi.[1,2]
Sejak zaman dulu, orang tua sudah mengaitkan berbagai kondisi kesehatan anak dengan proses tumbuh gigi ini. Mulai dari gejala lokal seperti iritasi gusi dan keinginan untuk menggigit, hingga berbagai gejala sistemik seperti demam, diare, gangguan tidur, hipersalivasi, rinorea, ruam pipi, dan penurunan nafsu makan. Meski demikian, tidak jarang petugas kesehatan, termasuk dokter, juga mempercayai mitos yang sama.[1,3,4]
Persepsi Orang Tua Tentang Gejala Medis yang Muncul Saat Tumbuh Gigi
Erupsi gigi adalah proses fisiologis normal yang terjadi dalam kurun waktu sekitar 8 hari. Proses tumbuh gigi melibatkan produksi mediator inflamasi seperti eikosanoid dan sitokin yang dapat menyebabkan nyeri ringan serta sedikit peningkatan suhu tubuh.[1,3]
Namun, pada kebanyakan kasus, gejala sistemik seperti demam, diare, muntah, dan ruam tidak berhubungan langsung dengan tumbuh gigi, melainkan lebih sering disebabkan oleh penurunan imunitas pasif setelah usia 6 bulan serta peningkatan risiko infeksi akibat kebiasaan bayi memasukkan benda ke dalam mulut. Meski demikian, banyak orang tua masih mengaitkan gejala-gejala ini dengan proses tumbuh gigi.[1,3,5,6]
Kesalahpahaman ini berdampak pada pilihan penatalaksanaan yang kurang tepat, termasuk penggunaan terapi farmakologis dan nonfarmakologis yang tidak aman. Sejarah mencatat berbagai metode agresif seperti menusuk gusi atau penggunaan senyawa berbahaya, seperti timbal dan bromida, yang dianggap bisa meredakan gejala tumbuh gigi. Di masa modern, pendekatan yang lebih umum mencakup pemberian sayuran mentah untuk digigit dan penggunaan analgesik sistemik.[1-3,6]
Studi sosiodemografi di India menunjukkan bahwa 98,2% orang tua di India memberikan susu botol di malam hari sebagai cara meredakan ketidaknyamanan saat tumbuh gigi, sedangkan 36,8% memberikan sayuran mentah kepada bayi untuk digigit. Oleh karena itu, edukasi berbasis bukti kepada orang tua sangat penting untuk mencegah mispersepsi dan memastikan penanganan yang lebih aman dan efektif.[1-3]
Fakta Mengenai Hubungan Tumbuh Gigi dengan Munculnya Gejala Demam dan Diare
Gejala yang paling umum dikaitkan orang tua dengan tumbuh gigi adalah demam, diare, iritasi gusi, dan keinginan untuk menggigit. Meski begitu, tidak ada bukti ilmiah yang menemukan hubungan signifikan antara tumbuh gigi dan munculnya gejala tersebut. Oleh sebab itu, dokter harus dapat mengedukasi orang tua untuk tidak mengasumsikan ‘bayi sedang tumbuh gigi’ bila menunjukkan gejala tertentu. Keyakinan salah ini dapat mengganggu diagnosis dini dan penanganan penyakit serius.
Selain itu, penggunaan obat-obatan untuk meredakan gejala yang dianggap sebagai gejala tumbuh gigi secara tidak rasional juga sangat berisiko. Beberapa dari agen yang disebut sebagai ‘obat tumbuh gigi’ ini, misalnya gel tumbuh gigi, tidak boleh digunakan pada anak di bawah 2 tahun karena mengandung benzocaine, yang dalam kasus ekstrem dilaporkan menyebabkan methemoglobinemia. Selain itu, benzocaine dapat membuat area nasofaring mati rasa, mengganggu proses menelan dan refleks muntah, sehingga menimbulkan risiko tersedak.[3,7]
Bahaya dari Berbagai Mitos Tumbuh Gigi dan Cara Dokter Membasminya
Banyak orang tua masih meyakini bahwa tumbuh gigi dapat menyebabkan gejala sistemik seperti demam tinggi dan diare, sehingga mereka cenderung memberikan agen farmakologis seperti paracetamol, ibuprofen, bahkan antibiotik seperti amoxicillin dan metronidazole tanpa indikasi medis yang jelas.
Kesalahpahaman ini berisiko menyebabkan keterlambatan dalam mencari konsultasi medis, dan akan menjadi berbahaya ketika anak sebenarnya mengalami infeksi serius atau dehidrasi akibat diare parah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mitos seputar tumbuh gigi masih banyak dipercaya di berbagai budaya, yang dapat berkontribusi terhadap tingginya angka kesakitan pada bayi dan balita akibat penyakit yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat.[2,6,8]
Kesalahan diagnosis dan pengobatan sendiri dapat membawa risiko signifikan, termasuk efek samping obat yang fatal serta resistensi antibiotik akibat penggunaan tidak tepat. Oleh karena itu, edukasi pada orang tua mengenai tumbuh gigi bayi dan pentingnya konsultasi medis sangat krusial untuk mencegah penanganan yang keliru.
Sejalan dengan itu, dokter tidak boleh mengabaikan gejala demam atau diare karena menganggap gejala ini disebabkan tumbuh gigi, dan dokter perlu menilai kemungkinan penyebab infeksi serta status hidrasi bayi. Dokter juga berperan dalam memberikan informasi berbasis bukti untuk membasmi mitos dan memastikan praktik perawatan tepat. Orang tua diedukasi untuk tidak melakukan pengobatan sendiri dan untuk mengkonsultasikan setiap gejala bayi pada dokter untuk diagnosis dan pengobatan yang tepat.[1,8]
Kesimpulan
Tumbuh gigi merupakan suatu proses fisiologis normal yang umumnya tidak menyebabkan gejala sistemik pada anak. Tumbuh gigi bisa saja menimbulkan sedikit peningkatan suhu tubuh akibat faktor inflamasi namun tidak akan menyebabkan timbulnya demam, yang merupakan tanda penting adanya infeksi.
Tidak ada basis bukti ilmiah yang kuat yang mendukung asumsi bahwa tumbuh gigi berhubungan dengan munculnya gejala sistemik, seperti demam dan diare. Oleh karena itu, dokter harus dapat mengedukasi orang tua bahwa seluruh gejala yang muncul pada bayi sebaiknya didiskusikan dengan petugas kesehatan, serta orang tua sebaiknya tidak memberikan pengobatan sendiri yang dapat memaparkan bayi pada risiko harm.