Penatalaksanaan bullae pada luka bakar merupakan topik yang telah sejak lama menimbulkan perdebatan ilmiah. Hal yang menjadi bahan perdebatan adalah perlu tidaknya bullae luka bakar dipecahkan. Artikel ini akan membahas mengenai rekomendasi tata laksana bullae luka bakar berdasarkan pedoman dan bukti ilmiah terkini.
Bullae merupakan salah satu tanda klinis yang sering ditemukan pada kasus luka bakar. Terbentuknya bullae pada kulit yang terbakar erat kaitannya dengan derajat kedalaman luka bakar dan patofisiologi yang menyertainya. Bullae terbentuk karena terpisahnya epidermis dengan dermis di bawahnya. Pada umumnya, bullae ditemukan pada luka bakar dengan kedalaman superficial-dermal hingga mid-dermal. Luka bakar yang mengenai sebagian ketebalan dermis, akan menyebabkan eksudasi yang cukup banyak akibat adanya cedera pada jaringan pembuluh darah di dermis. Eksudat yang terakumulasi akan mendorong lapisan epidermis di atasnya sehingga terbentuklah bullae.[1]
Cairan eksudat pada bullae luka bakar mengandung sitokin, mediator inflamasi, serta berbagai jenis protein. Kandungan pada cairan eksudat ini telah banyak diteliti dan menjadi sumber perdebatan ilmiah. Sebagian peneliti berpendapat bahwa kandungan bioaktif dalam cairan tersebut bermanfaat bagi penyembuhan luka, sehingga bullae sebaiknya dipertahankan. Sementara itu, beberapa peneliti lainnya memiliki pandangan yang bertolak belakang.[1-3]
Pro Kontra Memecahkan Bullae Pada Luka Bakar
Perdebatan ilmiah mengenai perlu tidaknya memecahkan bullae pada luka bakar memiliki dasar pemikiran serta referensi ilmiahnya sendiri.
Mempertahankan Bullae Pada Luka Bakar
Berikut adalah beberapa faktor yang mendasari pilihan beberapa klinisi untuk mempertahankan bullae pada luka bakar:
- Cairan pada bullae mengandung prostaglandin E2 dan calmodulin yang diyakini bermanfaat dalam proses penyembuhan luka
- Luka yang tertutup lapisan epitel akan lebih sedikit menimbulkan nyeri
- Kemungkinan kolonisasi bakteri pada luka yang terbuka lebih tinggi
- Penyembuhan luka dan pembentukan jaringan parut yang lebih baik pada luka dengan bullae yang dipertahankan[2]
Memecahkan Bullae Pada Luka Bakar
Bagi klinisi yang memilih untuk memecahkan bullae pada luka bakar, terdapat beberapa pertimbangan medis dan bukti ilmiah yang mendasarinya, antara lain:
- Kandungan tromboksan dan heat shock protein 70 (HSP70) berpotensi menyebabkan efek vasokonstriksi dan proinflamasi yang mungkin menghambat penyembuhan luka
- Bullae yang dipecahkan memungkinkan klinisi untuk memeriksa kulit di bawahnya dengan lebih baik, sehingga kedalaman luka bakar dapat dianalisis dengan lebih akurat
- Atap bullae merupakan jaringan epidermis yang nekrotik dan sebaiknya di-debridement karena berpotensi menjadi fokus infeksi
- Setelah bullae dipecahkan, dressing luka dapat berkontak langsung pada kulit, sehingga efek antimikrobial dan manfaat dressing untuk mempercepat epitelisasi pada luka akan lebih optimal
- Kumpulan cairan di bawah bullae akan menyebabkan efek tekanan, sehingga mengganggu perfusi. Bullae juga berpotensi mengganggu pergerakan pasien, terutama jika berada di sekitar area sendi
- Bullae yang berukuran besar cenderung akan pecah secara spontan, oleh karena itu tindakan memecahkan bullae secara elektif dalam lingkungan yang bersih dianggap lebih baik untuk menurunkan risiko infeksi[1,3,4]
Uji Klinis Terkait Tata Laksana Bullae Pada Luka Bakar
Sebuah studi randomized controlled trial (RCT) yang dilakukan oleh Ro et al membandingkan dua perlakukan tata laksana bullae luka bakar. Pada satu kelompok, bullae diaspirasi dan lapisan epidermis (atap bullae) tetap dipertahankan. Pada kelompok lainnya, bullae dipecahkan dan lapisan epidermis dibuang seluruhnya. Pada penelitian ini tidak ada kelompok dimana bullae dibiarkan intak seutuhnya (tanpa tindakan aspirasi sama sekali).
Studi yang melibatkan 40 pasien dengan bullae luka bakar berukuran > 6 mm tersebut menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna di antara dua kelompok perlakuan dalam hal kecepatan penyembuhan luka, derajat nyeri, serta kolonisasi bakteri pada luka. Perbedaan yang bermakna secara statistik ditemukan pada sebagian variabel penilaian jaringan parut. Relief, ketebalan, dan nyeri pada jaringan parut di kelompok aspirasi bullae lebih baik dibandingkan kelompok dimana bullae dipecahkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ro et al masih menjadi satu-satunya uji klinis terkontrol terkait topik ini, sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan agar kesimpulan dengan level bukti yang lebih baik bisa ditarik.[1,5]
Panduan dan Penilaian Klinis Tata Laksana Bullae Pada Luka Bakar
Sebagian besar panduan klinis terbaru mengenai penatalaksanaan luka bakar menyarankan kita untuk memecahkan bullae luka bakar pada setting gawat darurat. Penjelasan mengenai anjuran untuk memecahkan bullae sesuai dengan dasar pemikiran rasional yang telah dibahas sebelumnya. [4,6] Faktor terpenting yang mendasari anjuran tersebut adalah agar praktisi medis dapat melakukan penilaian luas dan kedalaman luka bakar dengan lebih akurat. Hal ini sangat penting, terutama pada kasus luka bakar yang berat. Debridement bullae pada kasus luka bakar berat memiliki implikasi klinis yang lebih penting daripada sekedar masalah penyembuhan luka, nyeri, atau pembentukan parut. Perhitungan luas dan kedalaman luka bakar akan berpengaruh pada resusitasi cairan, rencana manajemen luka bakar, keputusan mengenai rujukan, dan prognosis pasien (tingkat mortalitas).[6]
Penilaian klinis adalah hal penting yang dapat membantu kita dalam memutuskan tata laksana bullae luka bakar yang paling sesuai pada pasien. Misalnya, bullae yang lokasinya ada di sekitar sendi atau pada telapak kaki akan lebih baik dipecahkan dan dikelupas karena mungkin mengganggu gerakan sendi atau mobilisasi pasien. Di sisi lain, bila kita menemukan bullae berukuran kecil pada pasien luka bakar akibat sunburn dengan kadar nyeri yang sangat rendah, maka kita dapat mempertimbangkan untuk membiarkan bullae tersebut tetap intak.[1,2,6]
Kesimpulan
Perdebatan mengenai tata laksana bullae pada luka bakar telah ada sejak lama. Uji klinis terkontrol mengenai hal ini masih sangat terbatas. Studi yang ada menunjukan tidak ada perbedaan kecepatan penyembuhan luka, derajat nyeri, dan kolonisasi antara pasien yang bullae dibiarkan intak (hanya diaspirasi saja) dengan yang dipecahkan. Studi dengan kualitas yang lebih baik masih dibutuhkan untuk membuktikan mana tata laksana yang lebih superior.
Sebagian besar panduan klinis saat ini menyarankan agar bullae luka bakar dipecahkan untuk meningkatkan akurasi perhitungan luas dan kedalaman luka bakar. Penilaian klinis tetap diperlukan untuk menentukan pilihan yang terbaik bagi pasien.