Seberapa Seringkah Aman Melakukan Donor Darah

Oleh :
dr.Alvi Muldani

Donor darah berperan penting untuk menyediakan darah yang dipakai saat transfusi, misalnya untuk pasien anemia berat, pasien kecelakaan, pasien bedah, dan ibu yang mengalami perdarahan ketika melahirkan. Namun, donor darah yang terlalu sering dilakukan berisiko menyebabkan anemia defisiensi besi bagi pendonor.[1]

Donor darah merupakan prosedur dengan risiko yang rendah. Akan tetapi, beberapa efek samping yang terjadi mungkin menurunkan kemauan donor untuk mendonorkan darah kembali. Selain efek samping sistemik seperti anemia defisiensi besi yang dapat bermanifestasi sebagai rasa pusing, rasa lelah, dan kulit pucat, pendonor juga mungkin mengalami efek samping lokal seperti hematoma, perdarahan, dan inflamasi.[2]

seringdonordarah

Tenaga medis perlu mengetahui frekuensi donor darah yang aman bagi pendonor agar bisa mengedukasikan hal ini kepada pendonor, menghindari terjadinya efek samping, dan mendukung pendonor untuk mendonorkan darah kembali di masa depan.

Frekuensi Donor Darah dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Pendonor

Suatu studi cross-sectional mempelajari 178 pendonor pria (usia 18–39 tahun) yang mencakup pendonor pertama kali maupun pendonor ulang. Interval antar donor darah adalah ≥3 bulan. Hasil studi menunjukkan bahwa kadar hemoglobin dan hematokrit pada pendonor pertama kali terhitung jauh lebih tinggi daripada pendonor yang sudah mendonorkan darah 4 kali.[3]

Pendonor yang sudah mendonorkan darah 5 kali juga menunjukkan mean corpuscular hemoglobin (MCH) and mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) yang jauh lebih rendah daripada pendonor pertama kali. Mayoritas pendonor yang mendonorkan darah 5 kali mengalami anemia subklinis.[3]

Pendonor yang mendonorkan darah >7 kali memiliki nilai mean cell volume (MCV) yang rendah secara signifikan. Pelaku studi menyimpulkan bahwa donor darah yang terlalu sering bisa meningkatkan risiko defisiensi besi. Pelaku studi menyarankan pemeriksaan kadar ferritin pada pendonor yang sudah >3 kali memberikan darah dan pemberian suplementasi zat besi pada pendonor yang mengalami defisiensi besi.[3]

Seberapa Seringkah Donor Darah Bisa Dilakukan

Interval standar antar donor darah adalah minimal 12 minggu untuk pria dan minimal 16 minggu untuk wanita. Interval yang lebih singkat mungkin meningkatkan risiko defisiensi besi pada pendonor.[4]

INTERVAL trial mempelajari 45.263 pendonor whole blood selama 2 tahun. Studi ini membandingkan interval standar yang disebutkan di atas dengan interval yang lebih singkat, yakni interval 10 minggu atau 8 minggu untuk pria, dan interval 14 minggu atau 12 minggu untuk wanita.[4]

Hasil INTERVAL trial menunjukkan bahwa kualitas hidup, kemampuan kognitif, serta kemampuan aktivitas fisik tidak berbeda signifikan antara grup interval standar dan grup interval singkat. Namun, grup interval singkat lebih banyak mengalami kelelahan, rasa pusing, restless legs, dan breathlessness. Grup interval singkat juga memiliki kadar ferritin dan hemoglobin lebih rendah, serta lebih sering ditolak sebagai pendonor karena mengalami anemia.[4]

Efek samping donor darah berhubungan dengan berkurangnya volume darah dan kadar hemoglobin. Ketika melakukan donor whole blood, pendonor memberikan sekitar 0,5 liter darahnya yang mengandung 210–240 mg besi yang terikat dalam hemoglobin. Besi yang diberikan ini pertama-tama akan diganti dengan cadangan besi (ferritin). Setelah itu, ferritin akan dikembalikan oleh besi yang berasal dari makanan. Namun, proses ini membutuhkan waktu dan tergantung pada asupan gizi pasien.[5]

Parameter untuk Menentukan Interval Donor Darah

Beberapa parameter yang umumnya digunakan untuk menentukan interval donor darah adalah skrining kadar hemoglobin dan kadar ferritin.

Skrining Hemoglobin

Skrining hemoglobin sebelum donor darah masih merupakan pendekatan terbaik untuk penilaian pendonor. World Health Organization merekomendasikan kadar hemoglobin minimal 12,5 g/dL untuk wanita dan minimal 13,5 g/dL untuk pria.[6]

Tujuan skrining hemoglobin adalah untuk memastikan bahwa calon pendonor tidak mengalami anemia dan mencegah pendonor mengalami defisiensi besi yang berkaitan dengan donor darah. Hemoglobin pendonor harus diukur setiap sebelum donor darah. Jika kadar hemoglobin pendonor rendah, rekomendasikan untuk investigasi lebih lanjut dan informasikan bahwa pendonor bisa kembali mendonor darah jika kadar hemoglobin sudah sesuai nilai rujukan.[6]

Skrining Ferritin

Institusi pelayanan darah nasional di Belanda menerapkan kadar ferritin sebagai kriteria donor darah. Aturan ini dibuat agar kadar ferritin pendonor tidak turun menjadi <15 ng/L karena donor darah. Tanpa aturan ini, pendonor yang memiliki kadar hemoglobin di atas nilai rujukan tetapi memiliki kadar ferritin <30 ng/L akan tetap melakukan donor tiap beberapa bulan, dengan risiko cadangan besi (ferritin) menurun sampai hemoglobin juga ikut menurun.[5]

Pemeriksaan ferritin dianjurkan untuk tiap pendonor pertama dan tiap 5 kali donor darah pada pendonor ulang. Akan tetapi, berbeda dengan hemoglobin yang diperiksa secara point-of-care dan memberikan hasil langsung sebelum donor, pemeriksaan ferritin dilakukan terhadap sampel darah yang diambil bersamaan dengan proses donor. Hasil baru didapatkan beberapa hari setelah donor, sehingga keputusan penundaan donor dibuat untuk donor darah berikutnya.[5]

Kadar ferritin dibagi menjadi 3 kategori dengan konsekuensi bervariasi untuk pendonor:

  1. Ferritin <15 ng/L: donor darah akan ditunda sampai 12 bulan
  2. Ferritin 15–30 ng/L: donor darah akan ditunda sampai 6 bulan
  3. Ferritin >30 ng/L: tidak ada penundaan donor darah, pendonor dapat kembali memberikan darah dengan mengikuti interval standar donor darah[5]

Studi telah dilakukan untuk melihat apakah aturan ini efektif untuk mencegah pendonor selanjutnya mendonor darah dalam kondisi defisiensi besi. Studi membandingkan kadar ferritin sebelum dan setelah aturan penundaan donor berbasis kadar ferritin. Hasil menunjukkan bahwa angka penolakan donor karena kadar hemoglobin rendah tampak berkurang setelah penerapan aturan tersebut (dari 8,4% menjadi 6,1% untuk wanita dan dari 4,6% menjadi 1,6% untuk pria).[5]

Studi menyimpulkan bahwa penundaan donor dari calon pendonor dengan kadar ferritin <30 ng/L dapat mencegah calon pendonor menyumbangkan darahnya dalam keadaan defisiensi besi.[5]

Upaya Pencegahan Defisiensi Besi pada Pendonor Berulang

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk memitigasi risiko defisiensi besi pada pendonor adalah dengan mengidentifikasi populasi berisiko defisiensi. Contoh populasi yang rentan defisiensi adalah:

  1. Pendonor berusia muda
  2. Wanita pre-menopause
  3. Pendonor sering (>2 kali/tahun untuk pria dan >1 kali/tahun untuk wanita)
  4. Pendonor dengan kadar hemoglobin dekat dengan batas hemoglobin minimal, misalnya dalam rentang 5 g/dL dari batas hemoglobin minimal[7]

Setelah identifikasi populasi berisiko, lakukan mitigasi dengan cara:

  1. Menentukan interval donor darah dengan teliti (misalnya >6 bulan jika pendonor tidak mengonsumsi besi)
  2. Mengukur kadar ferritin sebagai parameter penentu interval donor dan sebagai motivasi mengonsumsi besi
  3. Menyediakan akses terhadap suplementasi zat besi di pusat donor darah[7]

Kesimpulan

Donor darah merupakan prosedur yang berisiko rendah dan aman dilakukan. Namun, donor darah yang dilakukan terlalu sering mungkin menyebabkan pendonor mengalami defisiensi zat besi. Interval standar antar donor darah adalah minimal 12 minggu untuk pria dan minimal 16 minggu untuk wanita.

Akan tetapi, waktu yang dibutuhkan oleh setiap orang untuk mengembalikan cadangan besi dalam tubuh setelah donor mungkin bervariasi, terutama tergantung pada asupan gizi masing-masing. Oleh sebab itu, selain menerapkan interval minimal antar donor darah, tenaga medis sebaiknya melakukan skrining pendonor dengan memeriksa kadar hemoglobin dan kadar ferritin.

Tenaga medis juga dianjurkan untuk mengidentifikasi populasi yang berisiko mengalami defisiensi zat besi, misalnya pendonor berusia muda, wanita pre-menopause, pendonor ulang yang sering, dan pendonor dengan kadar hemoglobin dekat dengan nilai rujukan hemoglobin minimal. Suplementasi zat besi juga dapat disediakan di pusat donor darah.

Referensi