Diacerein untuk Penatalaksanaan Osteoarthritis

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Beberapa studi telah menunjukkan potensi diacerein untuk penatalaksanaan osteoarthritis. Osteoarthritis (OA) merupakan jenis arthritis yang paling sering ditemukan dan merupakan salah satu penyumbang utama dari disabilitas pada populasi geriatri di seluruh dunia.

Penatalaksanaan OA derajat ringan utamanya bersifat simptomatik dengan pemberian paracetamol atau analgesik obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dan modifikasi gaya hidup. Namun, penggunaan paracetamol yang terus menerus berhubungan dengan risiko gangguan fungsi liver, sedangkan OAINS meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal dan kejadian merugikan kardiovaskuler. [1-3]

OAcomp

Selain itu, baik paracetamol maupun OAINS tidak mempengaruhi proses patologik pada OA. Berdasarkan hal tersebut, dikembangkanlah terapi lini kedua atau yang dikenal dengan symptomatic slow-acting drugs for OA (SYSADOA). Adapun obat yang termasuk golongan tersebut adalah glukosamin sulfat, glukosamin hidroklorida, asam hialuronat, kondroitin sulfat, dan diacerein. Efikasi glukosamin dan kondroitin untuk OA telah ditinjau dalam penelitian.[4-6]

Sekilas Mengenai Diacerein

Diacerein, dikenal juga dengan diacetylrhein merupakan derivat antrakuinon dengan metabolit aktif rhein. Mekanisme kerja utama diacerein adalah menghambat interleukin-1 beta (IL-1ß) dan downstream signaling terkait IL-1ß. [4-6]

Diacerein mempengaruhi sistem IL-1ß via penurunan produksi IL-1 converting enzyme, mengurangi sensitivitas terhadap IL-1 dengan mengurangi jumlah reseptor IL-1 pada permukaan sel kondrosit, dan secara tidak langsung meningkatkan produksi antagonis reseptor IL-1. Diacerein turut menghambat  aktivasi faktor transkripsi NF-kappa beta yang diinduksi oleh IL-1ß.

Selain dari efek antiinflamasi, diacerein mempunyai efek antikatabolik dan proanabolik yang mempengaruhi kartilago dan membran sinovial, serta efek proteksi terhadap proses remodelling subchondral bone. [5,6]

Data Klinis Efikasi Diacerein untuk Osteoarthritis

Data klinis efikasi diacerein untuk osteoarthritis (OA) akan dibahas menurut aspek penurunan nyeri dan perbaikan fungsi fisik, structure-modifying effect, dan aspek keamanan.

Efikasi Diacerein terhadap Penurunan Nyeri dan Perbaikan Fungsi Fisik

Hasil meta analisis dari 19 studi yang mencakup 2637 pasien oleh Rintelen et al menunjukkan superioritas diacerein terhadap placebo pada akhir masa studi dalam hal mengurangi nyeri dan perbaikan fungsi fisik. Efek tersebut bertahan bahkan pada pemantauan periode bebas terapi (carry-over effect after stopping treatment). [6]

Dengan menggunakan kriteria Cochrane, Fidelix et al melakukan meta analisis terhadap 10 percobaan acak terkontrol yang mencakup 2210 partisipan. Hasil meta analisis tersebut menemukan bahwa mean-weighted differences cenderung lebih baik pada grup diacerein daripada placebo. Penulis merangkum bahwa diacerein memberikan efek kecil namun signifikan terhadap penurunan nyeri OA setelah terapi. [6,7]

Pada meta analisis lain dari enam studi klinis yang mencakup 1533 pasien, ditemukan bahwa effect size yang diestimasi dengan Hedges’ standardised mean difference; diacerein tampaknya lebih unggul dari placebo untuk penurunan nyeri maupun perbaikan fungsi fisik pasien OA. [6,8]

Efikasi Diacerein untuk Structure-Modifying Effect

Ada dua studi klinis yang memeriksa efek diacerein terhadap structure-modifying effect yang direfleksikan pada tanda radiologis dari OA yakni studi ECHODIAH (Evaluation of the Structure-Modifying Effects of Diacerein in Hip Osteoarthritis) dan studi Pham. [6]

Studi ECHODIAH merupakan studi multisenter, acak, buta ganda, terkontrol placebo yang berlangsung selama 3 tahun pada 507 pasien OA panggul. Hasil studi tersebut menunjukkan superioritas diacerein terhadap placebo pada 3 dari 4 co-primary endpoint dalam hal perbaikan joint space narrowing, namun gagal menunjukkan efikasi structure-modifying effect secara keseluruhan pada pasien OA panggul. [6]

Sedangkan studi Pham menerapkan desain acak, buta ganda, kontrol placebo, tiga lengan selama 1 tahun untuk mengevaluasi efek injeksi asam hialuronat versus diacerein versus placebo pada 301 pasien OA lutut. Hasil studi ini tidak menemukan perbedaan statistik yang bermakna di antara ketiga grup tersebut dalam aspek structure-modifying effect. [6]

Perbandingan Efikasi Diacerein dan Glukosamin

Hasil network meta-analysis oleh Kongtharvonskul et al dari 31 data penelitian klinis yang dipublikasi di PubMed dan Scopus menunjukkan bahwa efikasi diacerein dan glukosamin sebanding untuk perbaikan skor nyeri dan fungsi  WOMAC (Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index), maupun skor Lequesne pada pasien OA lutut.[9]

Perbandingan Efikasi Diacerein dan Celecoxib

Studi acak non-inferioritas double blind DISSCO yang dilakukan oleh Pelletier et al tahun 2020 pada 380 pasien OA juga menunjukkan bahwa diacerein tidak inferior dalam mengurangi nyeri akibat OA bila dibandingkan dengan celecoxib. Namun, insiden diare ditemukan lebih tinggi pada kelompok yang mendapatkan diacerein.[10]

Data Klinis Keamanan Penggunaan Diacerein

Efek samping utama penggunaan diacerein yang banyak dilaporkan adalah diare. Hal tersebut disebabkan oleh efek laksatif dari struktur kimia antrakuinon diacerein. Diare derajat ringan hingga sedang bersifat reversibel setelah penghentian diacerein. Bartels et al mengkalkulasi risk ratio (RR) diare untuk diacerein dibanding placebo sebesar 3,51. [6,8] Hasil ini serupa dengan laporan studi oleh Fidelix et al. [6,7]

Data laporan dari 15 percobaan klinis yang dipublikasi menunjukkan bahwa efek samping diacerein untuk cutaneous events sebesar 1,8-9,4%. Reaksi kutaneus yang paling sering dilaporkan adalah ruam kulit, pruritus, dan dermatitis atopik. Data post-marketing melaporkan ada sejumlah kecil kasus berat cutanoeus events berupa eritema multiforme, sindroma Stevens Johnson, dan toxic epidermal necrolysis.

Dari 15 hasil publikasi percobaan klinis diacerein, hanya Zheng et al yang melaporkan adanya abnormalitas tes fungsi liver yang ditandai peningkatan ringan enzim transaminase liver tanpa peningkatan bilirubin akibat penggunaan diacerein.

Diacerein tidak menyebabkan toksisitas pada sistem kardiovaskular. Baik data studi toksikologi maupun data post-marketing surveillance sampai saat ini tidak melaporkan adanya kejadian kardiovaskular yang disebabkan oleh penggunaan diacerein.[6]

Meski demikian, studi meta-analisa oleh Honvo et al tahun 2019 yang meneliti berbagai SYSADOA menemukan bahwa diacerein mempunyai peningkatan probabilitas signifikan untuk terjadinya adverse events yang, efek samping gastrointestinal, gangguan ginjal dan saluran kemih dibandingkan dengan plasebo. Namun adverse events tersebut tidak tergolong berat.[11]

Rekomendasi

Berdasarkan data klinis yang sudah tersedia, sejumlah perkumpulan ahli reumatologi seperti European League Against Rheumatism (EULAR), European Society for Clinical and Economic Aspects of Osteoporosis and Osteoarthritis (ESCEO), dan Osteoarthritis Research Society International (OARSI) telah mengakui dan mengikutsertakan diacerein dalam penatalaksanaan OA.

Namun, dengan adanya laporan efek samping, penggunaan diacerein hendaknya diterapkan menurut benefit to risk ratio terutama pada pasien OA dengan propensitas tinggi terhadap diare. Diacerein menawarkan alternatif untuk pasien OA yang mempunyai kontraindikasi pemberian OAINS atau paracetamol.[2,3,6]

Pada sisi lain, American College of Rheumatology/Arthritis Foundation Guideline dan Osteoarthritis Research Society International tahun 2019 sama-sama tidak merekomendasikan diacerein untuk terapi OA.[12,13]

Kesimpulan

Banyak studi telah menunjukkan efikasi diacerein dalam tata laksana osteoarthritis. Efikasi ini terutama didapatkan terkait penurunan nyeri dan perbaikan fungsi fisik dibandingkan placebo.

Efikasi dilaporkan serupa dengan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), namun tanpa disertai risiko perdarahan gastrointestinal dan penyakit kardiovaskular, serta dilaporkan lebih baik dibandingkan paracetamol.

Meski demikian, perlu diingat bahwa diacerein berkaitan dengan berbagai efek samping, seperti diare, ruam, pruritus, eksema, dan reaksi alergi kutaneus.

 

 

Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja

Referensi