Ensifentrine untuk Terapi PPOK

Oleh :
Meili Wati

Ensifentrine merupakan obat baru yang telah disetujui FDA untuk terapi maintenance PPOK atau penyakit paru obstruktif kronis, yang umumnya disebut juga sebagai COPD atau chronic obstructive pulmonary disease. Penyakit ini disebabkan oleh inflamasi kronis pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan gangguan aliran udara yang persisten dan kerusakan permanen pada jaringan paru. Proses ini akan menyebabkan timbulnya gejala seperti sesak, batuk, dan peningkatan produksi dahak.[1,2]

Berdasarkan data WHO, PPOK menjadi penyebab kematian peringkat ke-3 tersering di seluruh dunia. Prevalensi PPOK lebih banyak pada laki-laki (11,8%) daripada wanita (8,5%). PPOK umumnya disebabkan oleh paparan terus menerus terhadap partikel yang berbahaya seperti asap rokok, polusi udara, maupun polusi di tempat kerja. Beberapa faktor lain turut berkontribusi dalam peningkatan risiko PPOK, seperti kondisi genetik (defisiensi alfa 1 antitripsin), usia, jenis kelamin, dan status gizi.[1-3]

Terapi PPOK secara farmakologis dan nonfarmakologis bertujuan untuk mengurangi gejala klinis, mencegah kekambuhan, memperlambat progresivitas, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun, pada beberapa kasus, pasien masih mengalami gejala yang sulit terkontrol meskipun telah mendapatkan terapi secara maksimal, yakni berupa kombinasi inhalasi bronkodilator, kortikosteroid oral, dan inhibitor phosphodiesterase 4 (inhibitor PDE4) oral.[1]

Oleh karena itu, diperlukan terapi baru yang dapat meningkatkan fungsi paru dan mengurangi proses peradangan saluran napas sebagai terapi tambahan atau alternatif terhadap terapi PPOK yang ada saat ini. Beberapa literatur yang ada menunjukkan bahwa pemberian ensifentrine (inhibitor PDE3 dan PDE4) berpotensi menjadi terapi tambahan dalam maintenance PPOK.[1]

Mekanisme Kerja Ensifentrine

Ensifentrine merupakan obat baru yang bekerja dengan menginhibisi PDE3 dan PDE4, yang diberikan dalam bentuk inhalasi. Enzim PDE3 berfungsi mengatur kadar cAMP (cyclic adenosine monophosphate) dan cGMP (cyclic guanosine monophosphate) pada otot polos saluran nafas, yang akhirnya mempengaruhi tonus bronkus. Sementara itu, PDE4 berfungsi untuk mengatur kadar cAMP pada sel-sel yang berhubungan dengan terjadinya inflamasi.[1,2,4,5]

Inhibisi PDE3 dan PDE4 memberikan efek sinergis untuk mengurangi proses inflamasi dan juga memperbaiki bronkodilatasi. Selain itu, inhibisi PDE4 juga menyebabkan aktivasi CFTR (cystic fibrosis transmembrane conductance regulator), yang berujung pada peningkatan pergerakan silia sel epitel bronkus dan perbaikan clearance.[1,2,4,5]

Bukti Klinis terkait Efikasi dan Keamanan Ensifentrine untuk Terapi PPOK

Dalam suatu uji klinis fase IIb acak yang double-blinded dengan plasebo sebagai kontrol, analisis terhadap rentang dosis ensifentrine dilakukan pada 403 pasien PPOK. Pasien secara acak mendapatkan nebulisasi ensifentrine dengan dosis yang bervariasi (0,75 mg, 1,5 mg, 3 mg, atau 6 mg) atau plasebo. Pada minggu ke-4, tampak ada peningkatan bronkodilatasi, yang terbukti dengan peningkatan FEV1 (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik) dan perbaikan gejala pada kelompok ensifentrine dibandingkan dengan kelompok plasebo.[4]

Penelitian ini juga menggambarkan respons yang dose-dependent pada rentang dosis dari 0,75 mg hingga 3 mg. Peningkatan FEV1 lebih signifikan pada penggunaan 3 mg. Namun, tidak ada perbedaan gejala dan perubahan FEV1 yang signifikan secara statistik pada pemberian 6 mg.[4]

Nebulisasi ensifentrine dalam rentang dosis dalam uji klinis ini dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien PPOK. Selama 4 minggu, tidak ada efek samping berat, peningkatan tanda vital, maupun perubahan EKG setelah nebulisasi. Uji klinis ini menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan, tetapi perlu monitoring lanjutan untuk mengukur keamanan obat dengan parameter lain, seperti tes laboratorium. Selain itu, durasi penelitian yang singkat tidak cukup untuk menggambarkan efek antiinflamasi secara penuh.[4]

Pada studi lain (33 pasien PPOK), suatu kelompok diberikan dosis tunggal nebulisasi ensifentrine 6 mg atau plasebo, sementara suatu kelompok lain diberikan inhalasi 200 mg salbutamol atau plasebo, dan suatu kelompok lain diberi inhalasi 40 mg ipratropium atau plasebo. Hasil menunjukkan bahwa ensifentrine sama efektif dengan salbutamol dan ipratropium untuk bronkodilatasi, yang diukur dari peningkatan FEV1. Penambahan ensifentrine ke terapi salbutamol atau ipratroprium juga menunjukkan perbaikan FEV1 dibandingkan penambahan plasebo ke terapi salbutamol atau ipratropium.[1]

Pada uji klinis acak fase III yang double-blinded dengan plasebo sebagai kontrol (studi ENHANCE), dilakukan evaluasi efek ensifentrine pada pasien PPOK. Parameter yang dinilai berupa fungsi paru, gejala, kualitas hidup, dan tingkat kekambuhan. Uji coba ENHANCE 1 melibatkan 760 pasien dan ENHANCE 2 melibatkan 789 pasien dengan gejala sedang-berat. Hasil menunjukkan peningkatan rata-rata FEV1 yang bermakna secara statistik (p<0,001) pada minggu ke-12 pada kelompok ensifentrine dibandingkan kelompok plasebo.[6]

Namun, peningkatan FEV1 tidak lebih besar dari 100 ml, sehingga efeknya sebagai bronkodilator perlu diteliti lebih lanjut. Pada evaluasi minggu ke-24, ada penurunan angka kejadian eksaserbasi, dan peningkatan kualitas hidup yang lebih tinggi pada kelompok ensifentrine. Penelitian ini menunjukkan ensifentrine dapat dipertimbangkan untuk pasien PPOK dengan gejala sedang-berat, baik sebagai terapi tunggal maupun kombinasi.[6]

Dalam uji klinis fase III tersebut, angka adverse events pada kelompok yang diberikan ensifentrine tidak berbeda signifikan dengan plasebo. Adverse events yang dilaporkan mencakup gejala gastrointestinal, misalnya diare. Insiden pneumonia tidak berbeda signifikan, begitu juga tanda vital, EKG, dan hasil tes laboratorium.[6]

Peran Ensifentrine dalam Terapi PPOK Saat Ini

Ensifentrine menunjukkan potensi yang menjanjikan, tetapi sebagai obat baru, buktinya memang masih terbatas bila dibandingkan standar terapi yang telah ada. Studi lebih lanjut akan diperlukan untuk mengonfirmasi efikasi dan keamanannya dalam jangka yang lebih panjang, dan juga perbandingannya dengan terapi yang telah ada.[1,6]

Untuk saat ini, ensifentrine dapat dipertimbangkan sebagai tambahan (add-on) untuk terapi maintenance PPOK yang sudah ada saat ini, terutama untuk pasien yang tidak berhasil merespons terapi standar secara adekuat. Hal ini mungkin berubah di masa depan bila bukti lebih lanjut sudah tersedia dan bila guideline klinis seperti GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) sudah menentukan posisi ensifentrine dalam algoritme terapi PPOK.[1,6]

Kesimpulan

Ensifentrine merupakan obat baru untuk terapi PPOK, yang bekerja dengan cara dual inhibisi PDE3 dan PDE4. Inhibisi PDE3 dan PDE4 memberikan efek sinergis untuk mengurangi proses inflamasi dan juga memperbaiki bronkodilatasi. Selain itu, terdapat efek perbaikan clearance mukosiliar.

Bukti klinis yang ada saat ini menunjukkan bahwa enfisentrine memperbaiki fungsi paru, mengurangi kejadian eksaserbasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK, tanpa efek samping yang berbeda signifikan dengan plasebo.

Untuk saat ini, enfisentrine dapat dipertimbangkan sebagai tambahan (add-on) regimen terapi maintenance PPOK yang sudah ada, terutama untuk pasien yang tidak berhasil merespons terapi standar secara adekuat. Hal ini dapat berubah di masa depan bila ada bukti klinis dan keputusan lebih lanjut dari guideline klinis terkait posisi ensifentrine dalam algoritme terapi PPOK.

Referensi