Fungsi Saliva dalam Kesehatan Gigi dan Mulut

Oleh :
drg. Bella Karenina

Fungsi saliva memegang peranan penting dalam keseluruhan kondisi kesehatan homeostatik gigi dan mulut, contohnya sebagai pertahanan rongga mulut melalui berbagai macam mekanisme. Saliva adalah cairan eksokrin yang terdiri dari 99% air, dan komponen lain seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan bikarbonat. Kadar pH normal saliva adalah 6–7, dengan kisaran 5,3 hingga 7,8.

Saliva dihasilkan di beberapa kelenjar, yaitu kelenjar saliva mayor yang terdiri dari parotid, sublingual, dan submandibular, serta berbagai kelenjar saliva minor misalnya yang terletak pada bibir, vestibular mandibula, anterior lingual, dan palatum. Masing–masing kelenjar yang memproduksi saliva menghasilkan komposisi yang berbeda.[1,2]

kesehatan gigi dan mulut, saliva, ludah, alomedika

Tabel 1. Kelenjar Penghasil Saliva dan Perbedaan Komposisi Sekresinya

Kelenjar Tipe sekresi Komponen
Parotid Serosa Amilase, proline, agglutinin, cystatin, lisozim, ekstraparotid glikoprotein, natrium, kalsium, klorida, IgA
Sublingual Mukus Mucin, lisozim, natrium, kalsium, klorida, IgA, amilase
Submandibular Campuran Cystatin, natrium, kalsium, klorida, IgA, amilase, mucin,
Palatum Mukus Cystatin, natrium, kalsium, klorida, IgA, amilase

Peran Saliva dalam Mekanisme Pertahanan Rongga Mulut

Saliva merupakan komponen penting dalam memelihara keseimbangan mikrobiota oral. Hal penting dalam interaksi antara host, saliva, dan mikrobiota oral adalah ketika laju alir saliva menurun dan terjadi perubahan komposisi yang mengarah pada disbiosis.[3]

Ini dikaitkan dengan risiko penyakit mulut seperti karies dental, gingivitis, dan infeksi jamur rongga mulut. Komponen saliva juga berperan untuk memberi nutrisi bagi mikroorganisme benefisial di rongga mulut, sehingga membentuk interaksi antara komponen organik dan nonorganik yang penting dalam memelihara keberlangsungan simbiosis.[3]

Fungsi Lubrikasi dan Proteksi

Pada kondisi istirahat, tanpa stimulasi eksogen atau farmakologi, saliva akan terus mengalir dalam jumlah kecil. Aliran saliva ini akan membentuk lapisan film yang melembabkan dan melubrikasi jaringan oral.[4]

Pada pasien sehat, aliran saliva dalam kondisi istirahat berkisar antara 0,4–0,5 ml/menit. Aliran akan meningkat jika terdapat stimulasi mekanik, gustatorik, olfaktorik, dan farmakologis, yang berkontribusi dalam 40–50% produksi saliva harian.[4]

Lubrikasi film saliva dapat memudahkan pengangkutan makanan saat dicerna dan meminimalisir terjadinya gesekan antara jaringan lunak rongga mulut. Fungsi lubrikasi ini diperoleh dari komponen glikoprotein mucin pada saliva.[5]

Selain menyediakan molekul lubrikasi, saliva juga dapat menutup atau melapisi makanan dan juga jaringan lunak mulut. Fungsi proteksi saliva juga didapat dari:

  • Dilusi gula setelah asupan makanan atau minuman
  • Aktivitas antimikrobial dan pembersihan, mendegradasi dinding sel berbagai bakteri dan menginhibisi pertumbuhan bakteri
  • Menetralisir produksi asam yang dapat merusak gigi dan mengontrol pH plak dengan bikarbonat
  • Remineralisasi enamel dengan kalsium dan fosfat
  • Perbaikan jaringan[4,5]

Pemeliharaan  Integritas Membran Mukosa

Struktur molekular mucin pada saliva memungkinkannya untuk mengikat air, sehingga keberadaannya pada membran mukosa dapat memelihara jaringan dalam kondisi terhidrasi. Mucin juga memiliki fungsi kontrol penting dalam menjaga permeabilitas permukaan mukosa, dan dengan film saliva berperan dalam membatasi penetrasi sejumlah iritan dan toksin dalam makanan dan minuman yang menjadi agen berbahaya bagi jaringan mulut. Saliva juga memiliki aktivitas antiprotease melalui molekul cysteine.[5]

Reparasi Jaringan Lunak

Saliva mengandung nerve growth factor dan epidermal growth factor yang dapat mempercepat penyembuhan luka. Epidermal growth factor yang terkandung dalam saliva kadarnya sangat kecil. Saliva juga bisa mempercepat koagulasi darah.[5]

Saliva dapat secara terus menerus melubrikasi luka, mengurangi dehidrasi jaringan dan kematian sel, serta menyediakan berbagai macam sitokin, kemokin, dan growth factors untuk menyokong penyembuhan luka. Meskipun demikian, manfaat saliva dalam penyembuhan luka masih memerlukan studi lebih lanjut.[5,6]

Pemeliharaan Keseimbangan Ekologi

Kolonisasi bakteri dan perlekatan pada permukaan jaringan rongga mulut adalah poin penting bagi sejumlah bakteri untuk dapat bertahan dalam rongga mulut. Saliva menjaga keseimbangan ekologi rongga mulut melalui respon mekanik, imunologi, dan nonimunologi.[5]

Aliran saliva dapat menghilangkan sejumlah bakteri buruk dari gigi dan mukosa oral.  Selain itu, kandungan IgA pada saliva akan menghambat perlekatan bakteri.

Lisozim, laktoferin, dan laktoperidase bekerja dengan komponen lain dalam saliva untuk menghambat multiplikasi atau membasmi bakteri secara langsung. Lisozim diketahui menyebabkan lisis sel bakteri seperti Streptococcus mutans. Sementara itu, laktoferin berperan melawan bakteri yang memerlukan zat besi dalam metabolismenya. [7]

Saliva dan Karies Dental

Pencegahan karies dilakukan dengan cara memodulasi faktor mikrobial, meningkatkan perilaku diet preventif, dan salah satu yang paling utama adalah meningkatkan fungsi protektif dari saliva. pH plak dental adalah faktor kunci dalam menjaga keseimbangan antara demineralisasi asam pada gigi dan remineralisasi dari lesi karies inisial.

pH plak akan menurun setiap kali terjadi akumulasi asam akibat produksi asam bakteri pada plak setelah konsumsi fermentable carbohydrates, terutama gula, dari makanan dan minuman. Sebaliknya, pH plak akan meningkat ketika asam dinetralisir oleh saliva yang mengandung bikarbonat.

Jika pH saliva atau pH plak jatuh di bawah titik kritis, yaitu 5,5, maka saliva dan plak menjadi bersifat tidak jenuh terhadap mineral gigi. Akibatnya, enamel gigi akan mulai terkikis.[4]

Tetapi, jika pH dijaga di atas nilai ambang ini, saliva dan plak akan menjadi sangat jenuh (supersaturated) terhadap mineral gigi. Ion kalsium dan fosfat yang ada pada saliva akan mereparasi kerusakan–kerusakan yang terjadi pada enamel, sehingga terjadi remineralisasi.[4]

Kelainan Kelenjar Saliva

Kelainan kelenjar saliva akan menyebabkan penurunan kualitas hidup yang signifikan. Gejala kelainan kelenjar saliva mencakup rasa haus, kesulitan dalam bicara, makan, perasa, atau menelan makanan, hingga terjadi kerusakan gigi dan infeksi oral. Xerostomia adalah kelainan kelenjar saliva yang paling sering terjadi. Xerostomia adalah perasaan subjektif berupa rasa kering pada mulut.[4,8]

Xerostomia

Sebuah studi melaporkan bahwa xerostomia ditemukan pada 1 dari 4 orang. Pola aliran saliva dipengaruhi berbagai hal, termasuk waktu harian dan musim. Perlu diketahui bahwa orang yang mengeluhkan mulut kering belum tentu memiliki penurunan laju aliran saliva, begitu pula orang dengan penurunan laju aliran saliva belum tentu mengeluhkan mulut kering.

Penurunan laju aliran saliva disebabkan oleh hipofungsi kelenjar saliva. Hal ini bisa bersifat reversibel, misalnya akibat ansietas, infeksi akut, dehidrasi, atau obat–obatan.[4]

Penurunan laju aliran saliva juga bisa disebabkan oleh etiologi yang permanen seperti kelainan kongenital, sindrom Sjogren, HIV, dan radiasi pada leher dan kepala. Meski demikian, xerostomia lebih sering berhubungan dengan konsumsi obat xerogenik, seperti antidepresan trisiklik, antihistamin, obat antihipertensi, dan obat simpatomimetik.[4]

Kesimpulan

Saliva adalah cairan biologis yang penting bagi kesehatan gigi dan mulut karena dapat menghilangkan debris makanan dan bakteri secara mekanik dan kimiawi dari kavum oral dan gigi. Kelainan pada laju aliran saliva, tersering xerostomia, dapat menyebabkan gangguan menelan, gangguan bicara, dan kerusakan gigi atau infeksi oral.

 

Direvisi oleh: dr. Qanita Andari

Referensi