Association between irritable bowel syndrome and asthma: a meta-analysis and systematic review
Deshmukh F, Vasudevan A, Mengalie E. Annals of Gastroenterology. 2019. 32: 570-577. DOI: https://doi.org/10.20524/aog.2019.0426
Abstrak
Latar Belakang: Irritable bowel syndrome (IBS) merupakan kelainan gastrointestinal fungsional yang sering ditemukan pada pasien rawat jalan. Mendiagnosis IBS sering menjadi tantangan karena acapkali disertai dengan komplikasi reumatologi maupun kondisi psikiatri. Asthma seringkali dihubungkan dengan kondisi gastrointestinal seperti gastroesophageal reflux disease dan esofagitis eosinofilik. Tinjauan dan meta analisis ini ditujukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan antara kondisi tersebut.
Metode: Pencarian literatur komprehensif menggunakan basis data MEDLINE dan EMBASE hingga januari 2019. Studi kasus kontrol, potong lintang, dan kohort yang mengevaluasi hubungan antara asthma dan IBS dipisah menjadi dua grup. Grup pertama mencakup studi yang mengidentifikasi pasien asthma pada awalnya dan kemudian mencari adanya IBS. Grup kedua mencakup studi yang mengidentifikasi pasien IBS pada awalnya dan kemudian mencari adanya asthma. Meta analisis efek acak (random effects) dilakukan dengan menggunakan STATA 15.
Hasil: Strategi pencarian membuahkan hasil sebanyak 634 studi, namun hanya 10 studi yang memenuhi syarat (8 kasus kontrol dan 2 potong lintang) untuk meta analisis. Analisis menunjukkan bahwa pasien asthma memiliki risiko dua kali lipat terhadap IBS (pooled OR 2,0, 95% CI 1,5-2,8), demikian pula dengan pasien IBS memiliki risiko dua kali lipat untuk menderita asthma (pooled OR 2,2, 95% CI 1,3-3,9).
Kesimpulan: Studi ini menggarisbawahi bahwa risiko mendapat asthma cukup besar pada pasien IBS dan sebaliknya. Para dokter hendaknya mencari gejala pulmonal pada pasien IBS, dan melakukan spirometri jika perlu. Demikian pula untuk pasien asthma yang menunjukkan gejala gastrointestinal, perlu mencari konsultasi dan evaluasi terhadap IBS.
Ulasan Alomedika
Insidensi asthma dengan komorbiditas gastrointestinal semakin meningkat di seluruh dunia. Hubungan antara irritable bowel syndrome (IBS) dengan asthma pertama kali dideskripsikan pada era 90-an, namun hubungan ini masih belum jelas hingga sekarang. Pasien dengan IBS yang disertai kelainan atopik seperti asthma menunjukkan kadar imunoglobulin E yang lebih tinggi dan sering kali mengalami intoleransi makanan. Akan tetapi, ada pula studi yang menemukan hasil berlawanan. Tinjauan sistematik dan meta analisis ini bertujuan untuk memberi pemahaman yang lebih baik antara hubungan IBS dengan asthma.
Ulasan Metode Penelitian
Dua peneliti independen melakukan pencarian tinjauan literatur secara komprehensif pada basis data MEDLINE dan EMBASE hingga bulan Januari 2019. Studi kasus kontrol, potong lintang, dan kohort yang mengevaluasi hubungan antara IBS dan asthma pada pasien dewasa dimasukkan untuk analisis. Kemudian, data yang diperoleh tersebut dipisah ke dalam dua grup. Grup pertama mencakup studi yang mengidentifikasi pasien yang menderita asthma, kemudian mencari adanya IBS. Sedangkan grup kedua mencakup studi yang mengidentifikasi pasien IBS dan kemudian mencari adanya asthma.
Studi ini dilakukan dengan menggunakan pedoman PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta-Analyses), sedangkan kualitas studi yang direkrut dinilai dengan menggunakan skala Newcastle-Ottawa (NOS). Meta analisis dilakukan dengan metode random-effect. Heterogenitas antar studi diperiksa dengan menggunakan tes I2. Analisis statistik dilakukan dengan perangkat lunak STATA versi 15 untuk Windows. Bias publikasi diperiksa dengan funnel plot dan tes Harbord untuk small-study effects.
Ulasan Hasil Penelitian
Pencarian literatur komprehensif mendapatkan 634 studi, 186 dari MEDLINE dan 448 dari EMBASE. Berdasarkan kriteria inklusi yang diterapkan, hanya ada 10 studi, yang mencakup 155.032, subyek, yang memenuhi syarat untuk dianalisis. 8 studi adalah kasus kontrol dan 2 merupakan studi potong lintang.
Meta analisis menunjukkan bahwa pasien asthma memiliki risiko dua kali lipat terhadap IBS. Demikian pula dengan pasien IBS, memiliki risiko dua kali lipat untuk menderita asthma. Kesimpulan penelitian ini menemukan adanya hubungan kuat antara asthma dengan IBS.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan penelitian ini terletak pada metode yang diterapkan, termasuk melakukan evaluasi heterogenitas data studi yang dilibatkan dan penilaian bias publikasi. Semua hal tersebut berkontribusi dalam upaya menghasilkan kesimpulan penelitian yang minim bias.
Limitasi Penelitian
Kekuatan studi ini masih kurang, baik dalam jumlah sampel maupun jumlah studi yang dilibatkan. Hal ini sekaligus menggarisbawahi bahwa data yang ada masih amat terbatas.
Selain itu, desain penelitian yang dilibatkan dalam analisis hanya berupa kasus kontrol dan potong lintang dengan penerapan kriteria inklusi partisipan yang tidak seragam, sehingga berkontribusi pada besarnya nilai heterogenitas antar studi. Kedua faktor ini dapat mempengaruhi kualitas hasil akhir penelitian.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Di Indonesia, menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi asthma berkisar antara 1-4,5% dengan provinsi yang memiliki prevalensi tertinggi adalah Yogyakarta. Sementara itu, data epidemiologi IBS secara nasional belum tersedia.[1]
Data studi di atas seharusnya meningkatkan awareness dokter untuk memeriksa gejala gastrointestinal pada pasien asthma, serta memeriksakan gejala asthma pada pasien yang didiagnosis IBS. Penanganan pasien secara komprehensif dengan mendeteksi komorbiditas secara dini dapat meningkatkan kualitas hidup dan mencegah komplikasi.